Pada setiap tanggal 1 Muharram sebagian kaum muslimin menyelenggarakan peringatan Tahun Baru Hijrah. Peringatan tahun baru itu awalnya atas usul khalifah Umar bin Khattab. Peringatan tersebut dinilai perlu dilaksanakan dalam upaya menggali dan menyegarkan kembali semangat perjuangan Islam, dalam membangun kehidupan yang sejahtera lahir batin sebagaimana yang telah dipelopori oleh Rasulullah Saw sekitar lima abad yang silam. Semangat perjuangan tersebut dirasakan semakin diperlukan pada saat ini dan dimasa-masa yang akan datang, mengingat tantangan dan permasalahan yang harus dipecahkan umat Islam, mungkin jauh lebih besar, kompleks dan sulit dibandingkan dengan permasalahan yang dihadapi pada zaman Rasulullah Saw. Permasalahan tersebut antara lain berkenaan dengan keterbelakangan dan kelemahan umat Islam dalam berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, ekonomi, politik, kebudayaan dan lain sebagainya.
Selain itu peringatan Tahun Baru Hijrah juga dipandang penting dilakukan dalam rangka menggali sebab-sebab dan faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilannya sehingga diakui oleh berbagai kalangan termasuk dari dunia Barat.
Kita barangkali sepakat bahwa semangat dan nilai-nilai perjuangan yang dilakukan Rasulullah Saw perlu diperkenalkan kepada generasi berikutnya, serta terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Berkenaan dengan itu maka kita harus bisa mengkaji dengan baik dan sungguh-sungguh, apa saja semangat perjuangan yang telah diwariskan oleh Rasulullah Saw melalui peristiwa hijrah, dan bagaimana seharusnya semangat perjuangan tersebut diaplikasikan pada masa sekarang dan yang akan datang. Semangat perjuangan yang telah diwariskan oleh Rasulullah Saw melalui peristiwa hijrah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, peristiwa hijrah merupakan tunggak awal kebangkitan Islam untuk membangun masa depannya. Hal ini dapat kita pahami dari sirah Rasulullah Saw ketika Beliau berada di Mekah selama kurang lebih tiga belas tahun belum dapat menguasai wilayah Mekah. Tetapi setelah hijrah ke Madinah, tahapan-tahapan pembangunan masa depan Islam segera dapat dilakukan, mulai dari mempersatukan berbagai suku yang terpecah belah, menata kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya sehingga dalam waktu kurang sepuluh tahun Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya berhasil menguasai kembali kota Mekah. Dengan dikuasainya kembali Mekah sebagai kota strategis maka seluruh jazirah Arab praktis sudah dapat dikuasai Islam dan orang-orang yang semula ragu-ragu terhadap Islam menyatakan diri bergabung dengan Islam.
Kedua, peristiwa hijrah menunjukkan tingkat kesabaran dan kegigihan Rasulullah Saw dan para sahabatnya dalam menegakkan kebenaran, dengan menunjukkan sikap sabar, ulet, berani, dan pantang menyerah. Sejarah telah mencatat bahwa selama Rasulullah Saw dan pengikutnya berada di kota Mekkah mendapatkan tekanan, teror, intimidasi, penyiksaan, pemerasan, dan sebagainya yang datang bertubi-tubi. Untuk menghadapi hal tersebut, Rasulullah Saw mencoba melakukan pendekatan dan negosiasi dengan beberapa kerajaan disekitar jazirah Arab pada waktu itu. Diantaranya, Raja Habasyah dari Ethopia, Kerajaan Thaif, dan sebagainya. Untuk itu Rasulullah pernah mengirimkan utusan kepada kerajaan Habasyah sambil meminta bantuan dan perlindungan sebanyak dua kali, dan hal ini selanjutnya dianggap sebagai bagian dari hijrah dalam kadar terbatas.
Namun bantuan tersebut tak kunjung datang.
Selanjutnya guna mengamankan para pengikutnya, Rasulullah Saw juga menghijrahkan sebagian pengikutnya ke Syi’ib, sebuah kampung pengungsian yang tandus, di bawah bayang-bayang tekanan kaum musyrikin Quraish yang semakin menjadi-jadi. Mereka mengeluarkan maklumat yang isinya antara lain, melarang berhubungan dengan umat Islam, melarang berjual beli dengan umat Islam, dan sebagainya dengan tujuan agar umat Islam mati kelaparan.
Karena tekanan dan intimidasi yang dilancarkan kaum musyrikin Quraish semakin menjadi-jadi, maka Rasulullah Saw dan sebagian pengikutnya terpaksa hijrah ke Thaif, daerah pegunungan yang berada di sebelah selatan kota Mekah. Namun ternyata penduduk Thaif tidak bersahabat, bahkan sejarah mencatat bahwa mereka telah memperdaya Rasulullah Saw. Karena perbuatan penduduk Thaif tersebut dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Malaikat Jibril datang menawarkan kepada Rasulullah Saw untuk menghimpit mereka dengan gunung disekitarnya. Namun Rasulullah Saw yang memiliki pandangan jauh kedepan menolak bantuan tersebut, bahkan Rasulullah mendoakan agar mereka diberi petunjuk oleh Allah Swt. Doa tersebut berbunyi : Allahumma ihdi qaumi fainnahum laa ya’lamun : Ya Allah berikanlah petunjuk kaumku ini, karena mereka belum memahami misi perjuanganku.
Ketiga, peristiwa hijrah telah menunjukkan tingkat keimanan yang tinggi dan kerelaan berkorban di jalan Allah. Hal ini dapat kita rasakan ketika mereka hijrah, dengan terpaksa meninggalkan kampung halamannya, kekayaan yang telah didapat dengan susah payah, pekerjaan, dan lain sebagainya. Mereka rela meninggalkan semua itu dan rela berjuang bersama Rasulullah hingga titik darah penghabisan (Lihat Qs. al-Taubah 9:10). Bukan hanya harta benda yang mereka pasrahkan untuk membela Islam, bahkan nyawa sekalipun siap hilang dari jasad demi tegaknya Islam.
Keempat, peristiwa hijrah menunjukkan bahwa setiap perjuangan menegakkan kebenaran pasti akan mendapatkan pertolongan Tuhan. Ketika Rasulullah mau keluar dari rumah, Beliau dikepung oleh orang-orang musyrikin Quraish. Tetapi dengan pertolongan Allah, mereka dibuat tertidur lelap, sehingga pada saat Rasulullah keluar, mereka tidak mengetahuinya (Lihat Qs. Yasin, 36:9).
Sebelum sampai di kota Madinah, Rasulullah bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq beristirahat dan bersembunyi di sebuah gua yang dikenal sebagai Gua Tsur. Namun pasukan kaum musyrikin Quraish datang mencarinya sambil mengendarai kuda dan tepat berada di depan mulut gua tersebut. Disinilah datang pertolongan Allah, pintu gua ditutup dengan sarang laba-laba dan diatasnya terdapat seekor burung merpati yang sedang mengeram, sehingga berhasil mengecoh tentara kaum musyrikin dengan menduga tidak mungkin Rasulullah Saw bisa masuk ke gua itu. Sebab jika Rasulullah Saw masuk ke gua itu, niscaya sarang laba-laba itu rusak. Dalam keadaan yang menegangkan itulah Abu Bakar Ash-Shadiq tampak khawatir dan pesimis, hingga Rasulullah mengatakan : “La takhaf wala takhzan innallah ma’ana” (Jangan takut dan jangan gentar karena sesungguhnya Allah bersama kita)”.
Kemudian, peristiwa menegangkan berikutnya adalah ketika Rasulullah Saw sedang beristirahat, datang Suraqah mengayunkan pedang sambil menunggang kuda ingin membunuh Rasulullah. Suraqah mengatakan : “Ma mana’aka Ya Rasulullah” Siapakah yang mampu menghalangi pedangku ini ya Rasulullah. Dengan spontan, Rasulullah Saw menjawab : “Allah”. Mendengar jawaban tersebut, Suraqah terpelanting dari kudanya berkali-kali, hingga pedangnya terjatuh dan dapat direbut oleh Rasulullah Saw, namun Rasulullah tidak membunuhnya dan bahkan membiarkannya pergi.
Dari beberapa contoh di atas, menunjukkan bahwa dalam menegakkan kebenaran yang disertai dengan keikhlasan total hanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan pertolongan. Keyakinan seperti ini hendaknya tetap tertanam kuat dalam diri setiap orang yang ingin berjuang di jalan Allah. (Lihat Qs. Muhammad, 47:7).
Kelima, peristiwa hijrah menunjukkan tingkat kekompakan dan solidaritas yang tinggi antara sesama kaum muslimin. Mereka rela berkorban dan sehidup semati bersama. Dengan modal persatuan inilah Rasulullah Saw mulai melaksanakan pembangunan dengan menjadikan mesjid sebagai basis perjuangannya. Hubungan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain sebagainya dibangun Rasulullah Saw beserta umatnya, sehingga dalam tempo sepuluh tahun mereka dapat merebut kembali kota Mekah.
Semangat persatuan yang ditunjukkan kaum Anshar dan Muhajirin ini hendaknya direnungkan dan diaplikasikan di masa-masa sekarang dan masa yang akan datang, terutama bagi bangsa kita yang saat ini mulai rapuh nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini dapat kita lihat, semakin seringnya pertikaian antar suku, perbedaan pendapat yang berakibat kerusuhan dan pengrusakan sarana-sarana pemerintah, rumah, toko, bahkan terkadang tempat ibadah, dan lain sebagainya.
Dengan merenungkan semangat hijrah, maka perjuangan meningkatkan harkat dan martabat bangsa dalam segala bidang dapat dilaksanakan. Nilai-nilai dan semangat seperti inilah yang seharusnya direnungkan pada setiap kali memperingati Tahun Baru Hijrah. Dengan demikian setiap kali kita memasuki tahun baru hijrah timbul semangat baru dalam diri kita masing-masing untuk terus berjuang di jalan Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Mudah-mudahan hal ini dapat kita lakukan untuk dapat memperbaiki bangsa ini agar bisa menjadi bangsa yang bermartabat baik di mata rakyatnya maupun di mata dunia internasional.!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar