MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Rabu, 21 Maret 2018

Guru Berkarakter, Teladan Siswa

Beberapa tahun terakhir ini, pendidikan kita diingatkan kembali akan pentingnya menanamkan karakter dalam semua proses pembelajaran. Pendidikan karakter telah menjadi gaung yang menggetarkan pendidikan kita. Betapa tidak? Karena selama ini, kita dininabobokan dan hanya berkonsentrasi pada “pengetahuan/kognitif” semata, sehingga melupakan aspek lain yang lebih penting, yaitu karakter. Hal ini dapat terlihat dengan gencarnya pemerintah menaikkan standar pendidikan dengan memberlakukan Ujian Nasional, bukan hanya dikalangan sekolah lanjutan pertama dan lanjutan atas (SMP/Mts, SMA/MA) saja. Pemerintah juga memberlakukannya kepada tingkat sekolah dasar dan sederajat.
Dengan adanya standar pendidikan tersebut semua sekolah (mulai SD/MI, SMP/MTsdan SMA/MA) berlomba-lomba untuk dapat mengejar standar tersebut. Pembelajaran disekolah di setting sedemikian rupa agar dapat mencapai hasil yang memuaskan, yakni dapat lulus Ujian Nasional. Berbagai macam pembelajaran tambahan diberlakukan di sekolah-sekolah. Tidak hanya sampai disitu saja, anak didik disuruh juga mengikuti bimbingan belajar, baik dari sekolah maupun lembaga tertentu yang menyediakan bimbingan belajar. Hasilnya memang cukup memuaskan. Ini dapat dilihat dengan terus meningkatnya standar angka kelulusan setiap tahunnya dan semakin rendahnya tingkat ketidaklulusan siswa disetiap tingkat satuan pendidikan.
 Hal ini bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Sekarang ini kita lihat, bagaimana tingkah polah anak-anak sekolah. Tidak sedikit para remaja yang tersangkut kasus narkoba, pergaulan bebas, merokok di depan umum, mencuri, berkelahi, berbohong dan sebagainya. Saat ini, sering kita dengar dan lihat di media cetak dan elektronik kasus-kasus video porno yang diperankan oleh remaja yang mereka itu masih berstatus siswa disekolahnya. Bahkan beberapa waktu yang lalu, ada seorang siswi yang menjadi germo teman-temannya untuk dijual kepada pelanggannya. Baru-baru ini, kita lihat tawuran antar pelajar dijalan raya yang padat lalu lintas. Ketika diusut, ternyata masalahnya hanya sepele yakni bermula dari saling ejek. Dan masih banyak lagi kasus-kasus jelek yang menimpa anak-anak didik kita.
Ini merupakan potret buram ‘kegagalan’ pendidikan kita. Sehingga perlunya sebuah terobosan dalam pendidikan kita, agar akhlak atau budi pekerti tertanam didalam jiwa anak didik. Karena itu, program pendidikan karakter yang sekarang ini mulai digaungkan pemerintah adalah suatu keniscayaan dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Potret buram anak remaja dewasa ini merupakan sebuah indikator perlunya penanaman akhlak, budi pekerti atau karakter yang baik.
Guru sebagai ujung tombak pendidikan, memilki peran yang sangat sentral dalam mewujudkan siswa yang berkarakter. Guru selain dituntut untuk menyampaikan materi, juga dituntut untuk menjadi ‘GURU – digugu dan ditiru’ yang sebenarnya. Guru harus bisa menanamkan moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti/akhlak yang luhur dan sebagainya. Memberi penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character based education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran dan juga dalam kehidupan nyata. Lalu apa realitas yang terjadi?
Sebagai seorang guru mungkin tidak menyadari apa yang diperbuatnya selama ini adalah hal yang benar. Tidak jarang kita lihat disebuah sekolah ada nama papan plang yang bertuliskan di gerbang sekolah “Sekolah ini bebas asap rokok”, atau “No Smoking”, atau “Dilarang Merokok”, atau “Daerah Bebas Rokok”, dan juga slogan-slogan lain yang tak kalah hebatnya. Tetapi sadarkah kita, bahwa masih banyak guru yang senang berteman dan bahkan ber’Tuhan’kan pada rokok ini, baik secara bersembunyi ataupun terang-terangan.
Bagaimana kita bisa melarang murid untuk tidak merokok dan membebaskan sekolah dari asap rokok, sedangkan guru-gurunya juga merokok. Tidak adil memang. Tapi itulah resiko yang harus diambil apabila kita ingin menjadikan pendidikan kita bisa berkarakter. KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) pernah bertutur dengan 3M-nya, yaitu Mulailah dari diri sendiri, Mulailah dari yang kecil dan Mulailah saat ini.  Karena itu, seorang guru harus bisa melihat dirinya sendiri (sudah baik atau belum) baru menyuruh siswanya. Hal ini perlu, agar apa yang kita sampaikan dan kita perintahkan kepada siswa tidak menjadi bumerang dan ejekan bagi guru tersebut.
Banyak guru yang menjadi marah kalau muridnya terlambat datang ke sekolah, sedangkan apabila gurunya telat datang, betapa banyak alasan yang disampaikan pada muridnya, dan mungkin juga masih banyak kelemahan-kelemahan kita sebagai guru, yang tidak mendukung tercapainya pendidikan berkarakter di sekolah, seperti membuang sampah sembarangan, mengajar asal-asalan, mengejek murid, berlaku dan berkata kasar terhadap murid, tidak jujur, datang terlambat, sombong/angkuh, malas, dan sabagainya.
Guru harus bisa bercermin dengan Sang teladan sejati, yaitu Nabi Muhammad Saw. Beliau sebelum diangkat menjadi rasul dikenal orang-orang Mekkah dengan julukan ‘Al-Amin’ yang berarti jujur. Rasulullah Saw selain Nabi dan Rasul juga sebagai seorang guru bagi sahabatnya. Dalam shirah nabawiah, kita mengenal sosok rasul yang rendah hati, jujur, berbicara dengan lemah lembut, selalu menolong orang yang kesusahan, tidak suka marah, tidak pernah membentak atau menghardik, selalu tersenyum manis, memberi salam terlebih dahulu apabila bertemu, duduk sama rendah dengan sahabat, menengok orang sakit, sederhana, bermusyawarah dalam mengambik keputusan dan masih banyak contoh teladan yang diberikan rasul kepada umatnya. Sehingga wajar saja Beliau diutus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak. Karena dengan akhlak yang baik ajaran Islam dapat diterima oleh semua kalangan di dunia sampai saat ini dan yang akan datang.
Untuk itu, masih jujurkah kita dengan perbuatan-perbuatan diatas? Atau sadarkah akan kekurangan-kekurangan yang kita miliki?. Kita harus ingat bahwa guru adalah profesi yang amat mulia, mendidik dan mengajarkan pengalaman baru bagi anak didik. Untuk menjadi seorang guru yang berkarakter tidaklah mudah. Diperlukan suatu usaha yang kontinu/berkesinambungan agar bisa memperolehnya. Untuk itu, seorang guru yang berkarakter harus mengetahui apa peran dan tugasnya sebagai seorang guru. Karena dengan mengetahui tugas dan perannya sebagai guru, maka dia akan sadar akan tanggung jawabnya yang besar sebagai seorang guru. Dalam hal ini ada beberapa peran seorang guru agar bisa menjadi guru yang berkarakter, diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, Mencintai anak didik. Cinta yang tulus kepada anak didik adalah modal awal dalam mendidik anak. Guru menerima anak didiknya apa adanya, mencintainya tanpa syarat dan mendorong anak untuk melakukan yang terbaik pada dirinya. Penampilan yang penuh cinta adalah dengan senyum, sering tampak bahagia dan menyenangkan dihadapan anak didik. Memperhatikan dan menyapanya dengan lemah lembut akan membuat hubungan yang dekat dengan anak didik. Anggaplah anak didik kita seperti anak sendiri, sehingga dalam mengajar dan mendidik disekolah seorang guru tulus dan ikhlas mengharapkan ridha Allah swt.
Kedua, Bersahabat dengan anak dan menjadi teladan bagi anak. Guru harus bisa digugu dan ditiru oleh anak. Oleh karena itu, setiap apa yang diucapkan di hadapan anak harus benar dari sisi apa saja, yaitu keilmuan, moral, agama dan budaya. Cara penyampaiannya pun harus ‘menyenangkan’ dan beradab. Ia pun harus bersahabat dengan anak-anak tanpa ada rasa kikuk, lebih-lebih ada rasa angkuh. Anak senantiasa mengamati perilaku gurunya dalam setiap kesempatan. Tidak hanya di lingkungan sekolah bahkan di luar sekolah pun guru akan tetap menjadi teladan bagi siswanya.
Ketiga, Mencintai pekerjaan guru. Guru yang mencintai pekerjaannya akan senantiasa bersemangat. Setiap tahun ajaran baru adalah dimulainya satu kebahagiaan dan satu tantangan baru. Guru yang hebat akan mencintai anak didiknya satu persatu, memahami kemampuan akademisnya, kepribadiannya, kebiasaannya dan kebiasaan belajarnya. Guru yang cinta dengan profesinya akan menjadi guru yang tulus ikhlas tanpa pamrih dalam mendidik siswanya menjadi orang yang cerdas, berakhlak mulia dan tentunya menjadi anak yang berguna bagi bangsanya.
Keempat, Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan. Guru harus berpenampilan yang pantas dan menarik. Dalam berpakaian guru harus rapi dan bersih. Dengan penampilan yang baik wibawa seorang guru akan tergambar. Selain itu, guru juga harus terbuka dengan teknik mengajar baru, membuang rasa sombong dan selalu mencari ilmu sebanyak mungkin. Ketika ke kelas, guru harus dengan pikiran terbuka dan tidak ragu mengevaluasi gaya mengajarnya sendiri, dan siap berubah. Setiap kritikan dianggap sebagai sebuah evaluasi yang harus terus dikembangkan untuk kemajuan pembelajaran yang akan datang.
Kelima, Tidak pernah berhenti belajar. Dalam rangka meningkatkan profesionalitasnya, guru harus selalu belajar dan terus belajar. Kebiasaan membaca buku sesuai dengan bidang studinya dan mengakses informasi aktual tidak boleh ditinggalkan. Guru tidak boleh merasa puas dengan pengetahuan yang dimilikinya saat ini. Guru harus bisa beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Sehingga wawasan keilmuannya menjadi bertambah dan bisa mengajarkannya kepada anak didiknya dengan lebih baik dan berbobot.
 Apabila ciri-ciri sederhana di atas dimiliki oleh guru, maka guru tersebut bisa dikatakan sebagai guru yang berkarakter. Guru yang akan menjadi teladan bagi siswa-siswanya, guru yang dapat digugu dan ditiru. Seorang guru yang diharapkan bisa memperbaiki akhlak atau budi pekerti siswa yang sekarang ini mulai luntur akibat derasnya terjangan globalisasi. Perkembangan teknologi yang menyebabkan semakin terbukanya arus informasi yang tanpa batas menyebabkan anak remaja dewasa ini bebas mengakses apa saja. Budaya-budaya luar yang tidak sejalan dengan budaya kita dan juga agama dengan gampang bisa masuk dan bahkan merasuki pola pikir anak remaja kita. Terbukanya arus informasi juga menyebabkan tertutupnya hubungan antara anak dengan orang tua, antara anak dengan masyarakat, dan bahkan antara anak dengan agamanya. Hal ini membuat anak menjadi kehilangan jati dirinya. Untuk itu diharapkan seorang guru yang berkarakter dapat membangun kembali ‘emosional dan spiritual’ anak agar bisa kembali bangkit dan tentunya menjadi lebih baik, sehingga bangsa ini akan menjadi bangsa yang bermartabat, berakhlak mulia, dan bangsa yang berperadaban. Semoga bisa! Amin. 

Tidak ada komentar:

Popular