MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Rabu, 21 Maret 2018

Emergenci Undang-Undang Perlindungan Guru

Dalam tulisan di Opini Tribun Forum, 3 Februari 2018 yang berjudul ‘Menegakkan Martabat Guru’ yang ditulis Bapak Moh Yamin, menjelaskan sebuah fenomena yang sangat menyesakkan hati guru-guru di Indonesia. Ada sebuah kejadian yang menghebohkan dunia pendidikan di Indonesia kembali terjadi. Pada hari Kamis 1 Pebruari 2018 seorang Guru kesenian di SMA Negeri 1 Torjun Sampang Jawa Timur yang bernama Budi Cahyono tewas setelah dianiaya oleh siswanya sendiri. Budi merupakan mantan aktivis Lembaga Seni Mahasiswa Islam (LSMI) Malang. Dia dikenal sebagai aktivis seni dan aktif di LSMI Malang, yakni sebuah lembaga seni mahasiswa di bawah naungan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Malang. Dalam tulisan itu, MY mengatakan bahwa guru tanpa perlindungan.

Dengan melihat kasus kekerasan yang berujung meninggalnya seorang guru honorer di Sampang itu, MY mengatakan bahwa fenomena kekerasan terhadap guru sesungguhnya menjadi bukti nyata bahwa negara sudah abai terhadap hak guru agar mereka mampu menjalankan tugasnya sebagai pendidik bagi bangsa. MY juga mengatakan bahwa fenomena kekerasan terhadap guru ibarat gunung es yang menyimpan bom waktu yang selanjutnya berpotensi dapat menghancurkan marwah guru. Ini juga memberikan ilustrasi bahwa semakin jauh guru untuk mendapatkan perlindungan. Saya sangat sependapat dengan pernyataan MY itu. Memang selama ini guru tidak mendapatkan perlindungan yang berarti dari negara. Aturan perundang-undangan yang berlaku dinegara ini tidak berpihak kepada guru. Memang sebelumnya ada angin segar bagi guru untuk mendapat perlindungan hukum ketika terbitnya PP No. 74 tahun 2008 yang sekarang telah diperbarui menjadi PP No. 19 Tahun 2017. Dalam PP itu disebutkan pada Pasal 39 ayat 1 bahwa ‘Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya’. Lebih tegas masalah perlindungan guru disebutkan pada Pasal 40 ayat 1‘Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dan pada ayat 2 dinyatakan ‘Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru melalui perlindungan : hukum; profesi; dan keselamatan dan kesehatan kerja. Dan pada pasal 41 ayat 1 ‘Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, Masyarakat, birokrasi, atau pihak lain’.
Hasil gambar untuk gambar undang-undang
Dalam aturan di PP itu jelas sekali dinyatakan bahwa guru sebagai sebuah profesi mendapatkan kewenangan dalam memberi sanksi yang sesuai dengan peraturan dan etika pendidikan. Selain itu guru juga diberi perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Akan tetapi hal itu ketika dihadapkan kepada aturan dalam Tata Negara kita menjadi tidak berlaku. Dalam aturan ketatanegaraan dinyatakan bahwa Undang-undang itu lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah (PP). Karena itu PP itu menjadi tidak relevan lagi ketika ada UU yang mengatur tentang tindak kekerasan terhadap anak dibawah umur. Belum lagi para aktivis HAM yang juga ikut-ikutan menyoroti tindak kekerasan tersebut. Dengan alasan HAM didukung oleh UU HAM maka mereka menyatakan bahwa guru yang melakukan tindak kekerasan terhadap siswanya bisa dipidanakan, karena melanggar HAM.

Kasus diatas merupakan sebuah pukulan bagi dunia pendidikan kita. Tindak kekerasan guru terhadap murid sudah sering kita dengar. Guru yang menganiaya muridnya dipidanakan oleh orang tua dan murid itu sendiri. Sehingga kebebasan guru dalam memberikan pengajaran dan pendidikan disekolah menjadi terhalang. Tidak jarang seorang guru yang melihat tingkah polah anak didiknya yang sudah keterlaluan tidak berani menegurnya. Siswa yang berbuat tidak senonoh terhadap teman wanitanya hanya diberikan teguran. Sanksi berat paling diskorsing, atau disuruh pindah ke sekolah lain. Kepala Sekolah pun kadang-kadang tidak berani memberhentikan siswa yang ‘nakal’. Sebab pihak pemerintah daerah, provinsi dan pusat  kadang ikut campur dalam urusan sekolah. Mereka beralasan bahwa pendidikan disekolah itu wajib 12 tahun, dimulai dari SD 6 tahun, SLTP 3 tahun dan SLTA 3 tahun. Hal ini menjadi bumerang bagi sekolah untuk menindak siswa yang sudah keterlaluan dan sering membuat kegaduhan. Sungguh kasihan nasib guru-guru kita. Niatnya tulus ingin memberikan pengajaran dan pendidikan sebaik mungkin tapi justru akibat olah segelintir siswa yang ‘nakal’ bisa berurusan dengan hukum. Mereka tidak membayangkan, hanya karena menjewer dan memukul yang tidak terlalu keras bisa masuk penjara.

Tugas seorang guru itu sangat mulia. Walaupun hanya seorang honorer yang menerima gajih ala kadarnya, tapi seorang guru akan tetap semangat dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada siswanya. Mereka berharap, agar semua siswa yang diajarnya menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara. Guru tidak mengharapkan balasan dari siswanya ketika berhasil kelak. Bahkan guru akan bangga dan terharu ketika melihat anak-anak didiknya menjadi orang yang berhasil dikemudian hari. Guru itu ditiru dan di gugu, dimanapun ia berada. Tidak ada seorang guru pun yang berniat untuk menganiaya siswanya. Walaupun guru tersebut memiliki karakter emosional yang tinggi. Tidak mungkin guru itu menganiaya siswanya kalau tidak ada sebabnya. Guru yang baik, ketika melihat siswanya melakukan pelanggaran terhadap tata tertib disekolah, langkah pertama yang dilakukannya adalah menegurnya. Kalau masih melanggar akan ditegur lagi dan melanggar lagi akan diberikan sanksi yang mendidik, seperti lari, menyapu ruangan atau halaman, baca UUD atau Pancasila, push up, dan sebagainya. Guru akan bertindak sedikit agak keras kalau pelanggaran itu terus terulang.

Melihat fakta diatas, UU yang berisi tentang jaminan hukum bagi profesi guru merupakan sesuatu yang emergenci. Tugas dari pemerintah bersama DPR untuk segera merumuskan UU yang berpihak kepada guru untuk menciptakan rasa aman dan nyaman dalam memberikan pendidikan yang baik. Anak didik harus di didik menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Ini merupakan tugas pokok seorang guru. Untuk menjalankan tugas mulia itu, guru harus didukung oleh segenap pihak, baik negara maupun masyarakat. Dengan demikian, kita bisa berharap mudah-mudahan kedepan tidak ada lagi kekerasan yang terjadi disekolah baik terhadap siswa maupun guru. Semoga!!!

Tidak ada komentar:

Popular