
Dalam beberapa
hari ini kita selalu disuguhkan berita video porno yang melibatkan beberapa
selebritis papan atas. Dalam dunia entertainment, artis adalah seorang publik
figur bagi masyarakat.
Pada awal
peredaran video tersebut, para artis yang terlibat dalam adegan video tidak mau
mengakui. Belakangan ini -Cut Tari dan Luna Maya- perempuan yang ada dalam
video telah mengakuinya dan meminta maaf kepada masyarakat Indonesia secara
keseluruhan.
Ada hal yang
menarik dari pengakuan mereka berdua. Ada yang menangis tersedu-sedu yang
seolah-olah menyatakan bahwa dia telah menyesali perbuatan yang telah
dilakukannya. Dengan tulus ikhlas sambil didampingi suami dan pengacaranya dia
meminta maaf kepada presiden, ulama dan masyarakat Indonesia. Bertolak belakang
dengan pernyataan maaf dari Luna Maya. Secara implisit dia mengakuinya, akan
tetapi kalau kita lihat dari raut muka dan tutur katanya sangat berbeda sekali
dengan apa yang dilakukan oleh Cut Tari. Ekspresi wajah dan tutur katanya tidak
menunjukkan ketulusan yang mendalam. Dia terlihat tersenyum ketika mengutarakan
permintaan maafnya atas beredarnya video yang mirip dengannya.
Kisah pengakuan
dua selebritis diatas memberikan gambaran kepada kita semua, bahwa kita perlu
menyadari akan segala kesalahan yang pernah kita perbuat dalam hidup ini. Dalam
tulisan ini saya tidak akan mengomentari ketulusan dan keikhlasan dari
pengakuan mereka karena hal itu bukan kewenangan saya. Tulus dan ikhlas adalah
personal orang dengan Tuhan.
Sebagai manusia
biasa, mereka berdua bukan malaikat, bukan juga nabi yang dikarunai kekuatan
maksum –terhindar dari salah dan dosa dalam menyampaikan kebenaran Allah- sehingga
menjadi mangsa oleh ulah dan kesalahannya sendiri. Kendati kita adalah makhluk dla’if
(lemah), dimana salah dan dosa adalah fitrahnya, sebagaimana benar dan pahala
juga menjadi fitrahnya pula, tetapi salah dan dosa, menurut agama, sebenarnya sangat
bisa dihindari dan dijauhi, kalau manusia mau mengekang dan mengendalikan hawa
nafsunya sendiri. kendali hawa nafsu adalah bagian dari usaha manusia untuk
melindungi harkat dan martabatnya sendiri agar tidak terjatuh ke jurang
kenistaan.
Manusia memang tidak
pernah luput dari salah dan dosa. Tetapi, menjadikan manusia dla’if itu
untuk terus-menerus melakukan kesalahan dan dosa adalah tindakan yang paling
tidak bertanggung jawab. Ketika manusia hendak mengevaluasi suatu perbuatan,
apalagi perbuatan diri sendiri, secara moral, ia memang terbebani. Karena
subyektivitasnya selalu meresponinya dengan pengakuan bahwa ia masih di jalan
yang benar, masih memegang teguh prinsip-prinsip moral yang ditunjuki oleh
Allah dan Rasul-Nya. Jika hal itu jujur, kita tentu amat bersyukur bahwa nilai
kebenaran ternyata masih tegak, ajaran kebaikan ternyata masih langgeng, terus
berjalan dan menjadi teladan bagi orang lain. Yang menjadi persoalan dalam kasus di atas adalah “introspeksi” itu
ditemukan suatu kesalahan dan kealpaan yang serius, baik disengaja maupun
tidak, tetapi manusia melalaikannya, tidak berani mengakuinya. Padahal,
kesalahan betapapun kecilnya, ia tetaplah sebagai setetes nila yang terjatuh ke
dalam susu. Karenanya, ia bakal menjadi racun bagi kehidupan yang bersih dan
sehat. Suatu kehidupan yang didambakan oleh segenap manusia agar selalu dalam
keselamatan dan kebahagiaan.
Melakukan
pertaubatan memang membutuhkan kesungguhan dalam diri. Kita perlu jujur kepada
diri kita sendiri mengenai segala kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat.
Kita perlu lebih mengenali diri kita sendiri. Mengenali diri sendiri ini
penulis sebut sebagai ‘orientasi ke dalam diri’. Ketika seseorang sudah bisa
mengenali dirinya, dia akan menyadari kesalahan-kesalahan yang telah
diperbuatnya selama ini. Hal ini penting untuk sebuah jalan awal pertaubatan.
Seorang yang tidak menyadari kesalahannya jelas akan enggan untuk bertaubat.
Sebaliknya, jika seorang menyadari kesalahannya, pintu hatinya akan lebih mudah
terbuka untuk bertaubat. Hasan al Bashri berkata : “Seorang hamba akan tetap
berada dalam kebaikan selama ia masih bisa menasihati dirinya sendiri dan
selalu memelihara untuk menghitung-hitung dirinya sendiri”.
Itulah sebabnya,
setiap melakukan kesalahan, kita dianjurkan oleh agama agar segera mengadakan
pertobatan untuk memohon pengampunan dari Allah Swt. Kesalahan hendaknya
diadakan introspeksi, disesali, kemudian tidak diulangi lagi melalui pertobatan
yang sungguh-sungguh. Pertobatan yang sungguh-sungguh itu oleh agama disebut
dengan “tawbatan nashuha”. Sebuah pertobatan yang diikrarkan dari jiwa
yang tulus berdasarkan pengalaman batin yang paling mengesankan, kemudian
dimanifestasikan dalam tiga sikap : pertama, menyesali, kedua, menjauhi,
dan ketiga tidak akan mengulangi
lagi. Jika kedua selibritis di atas menerapkan ketiga hal tersebut insya Allah
pintu pengampunan dari Allah akan muda terbuka. Jika mereka merunduk di
pangkuan-Nya dengan air mata penyesalan, jika mereka datang ke hadapan-Nya
dengan jiwa yang tunduk, niscaya jendela Tuhan akan tersibak menyambut tangis
penyesalannya.
Kita semua
berharap dua selibritis yang sudah mengakui kesalahannya bukan hanya dibibir
saja, akan tetapi bisa menjelma menjadi seorang yang baik dalam kehidupan
mereka yang akan datang. Mumpung Allah Swt masih memberikan umur panjang. Bukan
hanya mereka –Luna Maya dan Cut Tari hanya sebagai sampel dalam tulisan ini-
kita pun harus merenung dan menyadari setiap kesalahan yang kita perbuat.
Sebelum azab datang menghampiri kita, marilah kita senantiasa bersujud minta
ampun kepada-Nya.
Allah Swt
berfirman “Katakanlah : ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”. (Qs. Az Zumar : 53). Untuk menyambut kasih saying
Allah ini, Nabi Saw pun bersabda : “Sekiranya kamu melakukan kesalahan sampai
memenuhi langit, kemudian kamu bertawbat, niscaya Allah berkenan mengampuni
segala kesalahanmu”. (HR. Ibnu Majah dari Abu hurairah).
Semoga kita dan
mereka termasuk yang memperoleh pengampunan Allah swt, betapapun mungkin besar
sekali kesalahan dan dosa yang pernah diperbuat. Dan, semoga kita pun masih
dikarunia kemampuan untuk mengenali kesalahan diri sendiri agar mampu menjadi
hamba yang shaleh di mata-Nya maupun di mata umat manusia. Wallahu a’lam.
22 Juli 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar