Marah adalah suatu luapan emosi yang meledak-ledak dari dalam diri yang dilampiaskan menjadi suatu perbuatan untuk membalas kepada orang yang menyebabkan marah. Semua manusia pasti pernah marah. Karena marah itu merupakan sifat dasar yang dimiliki manusia. Ketika seseorang merasa terganggu, disakiti, dicaci-maki, dihina, dizhalimi dan sebagainya, maka amarah itu bisa muncul dengan tiba-tiba. Amarah yang timbul bisa meluap-luap, dan bahkan berujung kepada pembalasan yang setimpal dan bahkan cenderung berlebihan. Marah yang tidak terkontrol bisa mendatangkan perkelahian, pertikaian, dan pertumpahan darah yang berakibat terbunuhnya salah satu pihak atau kedua-duanya.
Penyebab marah itu bermacam-macam. Ada yang hanya gara-gara kejadian sepele dan remeh-temeh, seperti tersinggung akibat perkataan dan tingkah laku, tubuh tersenggol sedikit, perbedaan pendapat, berebut sesuatu, kalah dalam permainan, ejekan, senda gurau, dan sebagainya. Amarah yang besar biasanya bermula dari hal yang kecil dan mungkin remeh temeh saja. Karena kejadiannya terulang berkali-kali, dan setiap kejadian tidak ada penyelesaiannya maka hal itu akan menyebabkan persoalah membesar dan amarahnya pun juga membesar. Untuk menghindari, agar amarah kecil tidak membesar, maka setiap ada persoalan, sekecil apapun itu maka secepatnya meminta maaf terlebih dahulu, lalu kemudian berjanji untuk tidak mengulang kesalahan yang sama kepada orang yang sama dan juga orang lain. Selain itu, jaga mulut untuk tidak sembarangan dalam berkata-kata, mengejek, menyinggung perasaan orang, mencaci-maki, ghibah dan tentunya kata-kata yang mengandung fitnah. Dengan begitu, amarah akan hilang sehingga tidak ada persoalan dengan orang lain.
Allah Swt menyatakan bahwa apabila seseorang marah maka segeralah meminta maaf. Firman-Nya ‘Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah segera memberi maaf (QS.42:37). Dengan begitu amarah akan segera mereda dan tidak berlanjut kepada persoalan yang lebih besar lagi. Marah itu ibarat api, karena itu agama mengajarkan bahwa apabila amarah itu datang maka cepat-cepatlah untuk berwudhu atau mandi. Karena dengan begitu api akan padam oleh api, begitu juga amarah akan hilang dan terhantikan dengan ketenangan dan kesabaran. Umar bin Khattab juga menyampaikan bahwa apabila seseorang marah ketika berdiri hendaklah dia cepat-cepat duduk, dan ketika marahnya muncul ketika duduk, maka cepat-cepatlah berbaring. Hal itu untuk menghindari gerak reflek tubuh supaya tidak melakukan kekerasan fisik terhadap lawannya. Marah yang meluap-luap merupakan perbuatan setan. Setan selalu membisikkan kepada manusia supaya bertindak lebih jauh lagi dengan memperturutkan hawa nafsunya. Karena itu, ketika seseorang marah secepatnya menyadarinya dengan bertobat kepada Allah Swt. Karena dengan begitu Allah akan menghilangkan amarah setiap orang yang beriman. Firman-Nya “Dia menghilangkan kemarahan hati mereka (orang mukmin). Dan Allah menerima tobat orang yang Dia kehendaki. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS.9:15).
Dalam Al Qur’an Allah mengajarkan kepada hamba-Nya untuk menghilangkan amarah dan justru bisa berbuat baik kepada orang yang bermasalah dengannya. Allah menyatakan bahwa Orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan (QS.3:134). Dalam ayat tersebut, disebutkan tahapan seseorang ketika mengalami masalah dengan orang lain. Apapun masalah yang dihadapinya, besar atau kecil, tahapan ini hendaklah dilakukan supaya mencapai derajat taqwa (Qs.3:133). Ketika seseorang mengalami masalah, maka tahap yang Pertama dilakukannya adalah dengan menahan amarah, ketika sudah mampu menahannya maka lanjutkan kepada tahap yang kedua, yaitu berusaha memaafkannya, dan setelah mampu memaafkan, maka tahap selanjutnya adalah berbuat baik dengan orang yang bermasalah maupun menyakiti kita. Kalau hal ini bisa dilakukan, maka kita akan menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah Swt.
Nabi Muhammad Saw adalah tauladan yang baik (Qs.33:21). Apapun yang dilakukan oleh Rasulullah harus bisa ditiru dan dilakukan oleh setiap orang. Pernah pada suatu saat, ketika Rasulullah mau berangkat kesuatu tempat, Beliau lewat disebuah rumah, dan ketika Beliau lewat tuan rumah itu meludai Beliau. Rasulullah tidak marah dan membalasnya, Beliau berlalu begitu saja. Dan itu berlanjut beberapa hari, ketika Beliau melewati rumah itu. Kemudian, selang beberapa hari, ketika Rasulullah lewat rumah itu tidak ada lagi yang meludahinya. Beliau kemudian bertanya, kenapa tuan rumah itu tidak meludahinya ketika lewat rumah itu. Kemudian dijawab oleh orang bahwa tuan rumah itu sedang sakit. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah, apakah Beliau membalas, mengumpat, bahkah mengatakan sumpah serapah kepada tuan rumah itu?. Ternyata tidak. Rasulullah justru mendatangi rumahnya untuk menjenguk orang itu. Ketika Rasulullah datang, maka menangislah orang itu, kemudian minta maaf dan menyatakan keislamannya dihadapan Rasulullah Saw. Banyak kisah tauladan yang menceritakan kebaikan hati Rasulullah Saw.
Begitulah akhlak Rasulullah Saw yang harus kita tauladani dalam kehidupan ini. Marah yang meluap-luap tidak akan menyelesaikan masalah. Justru hal itu akan menyebabkan pertikaian, permusuhan dan dendam yang membara. Berusahalah untuk menahan amarah ketika terjadi perselisihan dengan siapa pun. Setelah itu maafkanlah ketika ada kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Dan setelah itu berbuat baiklah dengan menjaga silaturrahmi, dan hubungan baik. Dengan begitu tidak ada lagi permusuhan dikalangan manusia. Ciptakanlah suasana damai dan menyenangkan, karena dengan begitu akan tercipta kehidupan yang damai, tenang dan menyenangkan...semoga...
#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 9 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar