Beberapa bulan
terakhir ini, di Kalimantan Selatan khususnya saban hari terjadi antrian
panjang di semua SPBU. Hal ini membuat jalan-jalan disekitar SPBU menjadi
macet. Bahkan di kota Banjarmasin pun tak luput dari antrean panjang tersebut.
Setiap hari mobil dan sepeda motor berjejer dipinggir disekitar SPBU bahkan
meluber sampai kejalan-jalan negara. Belum lagi olah para pelangsir, baik yang
murni ataupun yang dadakan karena memanfaatkan situasi kelangkaan BBM untuk
diperjualbelikan dengan harga yang cukup tinggi. Harga premium yang ditetapkan
pemerintah hanya Rp. 4.500,- akan tetapi beberapa hari yang lalu bisa mencapai
Rp. 8.000,- untuk diperkotaan dan ada yang sampai Rp.9.000,-Rp. 10.000,-
didaerah pedesaan di Hulu Sungai.
Hal ini membuat
masyarakat kecil menjerit. Kelangkaan BBM mengakibatkan usaha mereka terganggu.
Belum lagi harga ditingkat eceran yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan terganggunya
usaha mereka. Menurut Pemprop
dan Pertamina, kelangkaan BBM diKalimantan disebabkan karena kouta BBM untuk
Kalimantan dikurangi oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dikarena krisis energi yang
mengancam secara Nasional.
Berbagai macam
cara telah dilakukan Pemprop untuk mengatasi masalah kelangkaan BBM. Mulai dari
minta penambahan kouta kepada pemerintah pusat khususnya Kementerian ESDM,
kemudian melakukan pengetatan pendistribusian sampai ada wacana pembuatan card
smart untuk mengantisipasi kesalahan dalam pendistibusian BBM tersebut. Bahkan,
penjagaan yang ketat dari pihak kepolisian agar BBM tidak dikuasai oleh
pelangsir. Semua usaha yang dilakukan oleh Pemprop, Pertamina dan kepolisian tersebut
tidak membuahkan hasil yang maksimal. Awal mula pelaksanaan kebijakan Pemprop
dengan melakukan penjagaan terhadap SPBU oleh kepolisian bisa mengatasi
kemacetan jalan. Akan tetapi, masyarakat kecil yang mengandalkan usaha dari penjualan
BBM bersubsidi tersebut ‘menjerit’.
Melihat dan
mendengar ‘jeritan’ masyarakat kecil tersebut, maka berbagai elemen masyarakat
yang dikoordinir oleh Forum Peduli Banua memberi ancaman boikot terhadap
pengiriman batu bara. Mereka beralasan bahwa Kalimantan adalah penghasil batu
bara terbesar bagi penyumbang energi nasional. Menurut mereka di Pulau Jawa,
BBM tidak mengalami pengurangan. Sehingga setiap SPBU tidak ada antrean yang
panjang. Padahal energi yang ada di Pulau Jawa adalah sumbangan terbesarnya
berasal dari Kalimantan. Ini berbanding terbalik dengan asal atau lumbung
penghasil BBM, yaitu Kalimantan. saban hari kita saksikan antrean mobil dan
sepeda motor sangat panjang, sehingga menyebabkan kemacetan jalan.
Untuk
itu, aksi pemboikotan terhadap pengiriman batu bara adalah hal yang wajar
dilakukan oleh perwakilan organisasi masyarakat di banua. Melihat langkah-langkah
persuasif yang telah dilakukan oleh pemerintah meminta penambahan BBM tidak
membuahkan hasil. Sedangkan kebutuhan BBM di Kalimantan sudah sangat mendesak. Karena
itu, kita semua berharap semoga Pemerintah Pusat mendengarkan keluhan dari
masyarakat di Kalimantan dan segera menambah kouta BBM untuk menghindari aksi-aksi
yang akan mengarah kepada anarkhis. Sebab, kalau kemacetan diSPBU tidak
teratasi dan dikuasai oleh pelangsir, tidak menutup kemungkinan akan terjadi aksi
rebutan BBM sehingga bisa bermuara kepada kekerasan fisik dan sebagainya. Amin!
26 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar