Lembaga
perwakilan rakyat Dewan Perwakilan Rakyat sekarang ini kembali menjadi buah
bibir dikalangan pers dan dunia maya, khususnya di jejaring sosial seperti
facebook dan twitter. Belum selesai pembicaraan tentang kasus korupsi mantan dan
anggota dewan, pembangunan gedung baru, kasus anggota dewan dari fraksi PKS
yang membuka konten porno di ipadnya dan yang sekarang adalah gagap teknologi (Gaptek)
anggota dewan khususnya Komisi VIII DPR RI.
Hal
itu terkait dengan Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi VIII ke Australia untuk
mempelajari masalah pengentasan
kemiskinan. Dalam kunjungan kerja tersebut terjadi dialog antara komisi VIII
dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) di Australia. Dalam
pertemuan itu PPIA awalnya hanya menanyakan efektivitas kunjungan kerja Komisi
VIII ke Australia yang mengeluarkan biaya negara ratuan juta rupiah.
Dalam
dialog tersebut, para anggota Komisi VIII yang di pimpin oleh Abdul Kadir
Karding dari Fraksi Hanura terkesan mengulur-ulur waktu agar dialog cepat
berakhir dan PPIA tidak terlalu banyak bertanya. Kejadian lucu mulai terungkap
di sesi akhir dialog. Ketika staf Konsulat Jenderal RI berusaha menutup sesi
tanya jawab. Dengan alasan anggota dewan mempunyai jadwal yang padat (sibuk). Karena
masih banyak hal yang perlu ditanyakan oleh perwakilan PPIA, maka suasana
pertemuan itu menjadi ribut. Nah, dalam suasana seperti itu anggota Komisi VIII
menyarankan agar pertanyaan-pertanyaan dari PPAI dilayangkan melalui e-mail
saja.
Perwakilan
PPIA kemudian menanyakan alamat e-mail kepada anggota dewan. Kemudian staf anggota
dewan menjawab Komisi delapan at Yahoo dot com. Ketika salah seorang mencek kealamat itu, mulai dari Komisiviii@Yahoo.Com, Komisi8@Yahoo.Com, Komisidelapan@Yahoo.Com, komisivii@Yahoo.co.id, komisi8@Yahoo.co.id dan
komisidelapan@Yahoo.co.id ternyata alamat
tersebut tidak terdaftar. Kemudian perwakilan PPIA menanyakan kepada anggota
dewan, kemudian anggota dewan menyuruh untuk membuka situs resmi DPR RI karena
disana ada alamat e-mail setiap komisi. Ketika dicek, lagi-lagi alamatnya tidak
ada.
Bagi para anggota dewan, persoalan seperti
itu adalah hal yang kecil dan tidak perlu diributkan. Karena masih banyak
persoalan kebangsaan yang harus dipikirkan dan dicari solusinya untuk kemajuan
negara. Gapteknya anggota DPRI RI tersebut adalah
sebuah gambaran kurangnya SDM anggota legislator kita. Selevel anggota DPR RI
saja yang rata-rata memiliki pendidikan tinggi tidak mengerti tentang e-mail
dan yang lainnya, apalagi para anggota dewan di daerah yang kebanyakan masih
berpendidikan SMA sederajat. Untuk mengoperasikan komputer saja masih banyak
yang belum bisa apalagi internet...?.
Sungguh! Ini adalah sebuah gambaran para wakil
kita di legislatif. Setiap tahun mereka membuat anggaran untuk kunjungan kerja
ke berbagai negara di dunia. Kadang-kadang tujuan dan manfaat kunker tersebut
tidak realisasinya. Setiap kunker memerlukan anggaran yang banyak. Daripada uang
negara dihamburkan dengan percuma dan ‘mubadzir’, lebih baik digunakan untuk
‘mengkursuskan’ para legislator kita agar benar-benar paham dan mengerti teknologi
sekarang agar tidak malu-maluin negara kita. Semoga anggota dewan kita
menyadari hal ini. Amin!
9 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar