Dalam olah
raga, yang menjadi fokus perhatian adalah skill dan sportifitas dalam
permainan. Semakin baik skill seorang pemain, maka akan membuat permainan
menjadi baik dan bagus. Begitu juga dalam hal sportifitas, semakin sportif permainan
maka permainan menjadi lebih indah, jujur dan terbuka.
Di
negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa, Asia khususnya Jepang,
Korea Selatan dan China. Dua hal tersebut adalah suatu hal yang utama dalam
sebuah olah raga. Hampir tidak ada kecurangan dan intervensi politik dalam
setiap event olah raga. Semakin baik skill yang dimiliki seorang pemain, maka negara
atau organisasi olah raga yang menaunginya akan menghargai dan memberdayakannya.
Sehingga setiap event olah raga akan diikutkan mewakili negaranya. Bahkan tidak
sedikit dari mereka selalu menjuarai setiap event olah raga dunia.
Hal tersebut
sangat berbeda dengan negara kita. Skill hampir-hampir ‘tidak dihargai’, setiap
ada seleksi pemain untuk mengikuti event olah raga tertentu, baik di daerah
maupun di pusat, biasanya unsur politik, kolusi dan nepotismenya sangat kental.
Faktor kedekatan dengan penguasa akan membuat seorang pemain diikutkan dalam
setiap event. Padahal skillnya jauh dibawah yang lain.
Karena itu,
Indonesia adalah bangsa yang besar. Jumlah penduduknya terbanyak keempat di
dunia. Akan tetapi, kenapa setiap ada event olah raga tingkat dunia selalu kalah
oleh negara negara di dunia? Bahkan dengan negara-negara ASEAN saja
kadang-kadang kita kalah. Sehingga hal ini jadi pertanyaan kita, Sesungguhnya
apa yang terjadi dengan dunia olah raga kita? Bisakah olah raga berjalan tanpa
ada unsur politik dari penguasa? Bisakah kolusi dan nepotisme hilang dari dunia
olah raga kita? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam penanganan
olah raga di negara kita ini.
Persatuan
Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) adalah salah satu contoh organisasi olah
raga yang dinilai carut marut saat ini. Banyak
kalangan menilai, bahwa PSSI sekarang ini penuh dengan nuansa politis. Dunia
persepakbolaan kita saat ini sungguh kritis. Nurdin Halid sebagai nakhoda
organisasi dinilai banyak kalangan telah gagal membawa sepak bola kita go
internasioanl. Hal ini terbukti ketika beberapa waktu yang lalu Indonesia gagal
merebut piala AFF setelah dikalahkan oleh Malaysia. Kemudian baru-baru tadi
Indonesia juga dikalahkan oleh Turmenekstan dalam laga U23. Tragisnya, kita kalah di kandang sendiri.
Walaupun masih ada kesempatan untuk tanding di Turkmenistan, tapi banyak
kalangan menilai hasilnya tidak jauh dari apa yang ada di Indonesia.
Saat ini
banyak terjadi demonstrasi menuntut Nurdin Halid mundur dari jabatannya sebagai
ketua PSSI. Banyak kalangan mengharapkan agar Nurdin Halid mundur dengan
terhormat dan tidak mencalonkan lagi sebagai ketua PSSI periode yang akan
datang. Apalagi baru-baru ini ada kabar dari FIFA bahwa Nurdin Halid tidak
dibolehkan lagi mencalonkan diri sebagai ketua PSSI untuk periode yang akan
datang. Kalau hal itu benar dan Nurdin Halid mau menerima keputusan dari FIFA
tersebut, maka ada kemungkinan besar ‘pertarungan’ untuk memperebutkan kursi ketua
PSSI akan berlangsung sengit dan terbuka. Saat ini ada beberapa calon ketua
PSSI. Baik dari dalam induk organisasi PSSI sendiri seperti Nirwan Bakrie dan
ada juga dari luar PSSI seperti Jenderal TNI George Toisutta yang saat ini
aktif sebagai KSAD TNI dan Ariffin Panigoro seorang pengusaha. Dan tidak
menutup kemungkinan calon-calon yang lain akan bermunculan.
Siapa pun nantinya ketua PSSI yang terpilih, kita
berharap bisa membawa persepakbolaan kita menjadi lebih maju, terbuka dan jauh
dari intervensi politik, pengusaha dan penguasa. Kita juga berharap ketua PSSI
yang akan datang bisa membawa sepak bola Indonesia bisa bersaing dengan
negara-negara maju, baik di ASEAN maupun dunia. Bahkan bisa berlaga di piala
dunia nantinya mewakili Asia. Semoga hal itu bisa terwujud. Amin!
04 Maret 2011, 23:10:58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar