Partai
Demokrat adalah partai pengusung Sosilo Bambang Yudhoyono dalam bursa
pencalonan presiden untuk periode 2004-2009. Pada waktu itu Partai Demokrat
adalah partai yang kecil dibandingkan dengan Goklar, PDI Perjuangan, PPP, PKS,
PAN, PKB dan PBB. Perolehan kursi di DPR pun sangat jauh dibanding dengan
partai yang sudah lama terbentuk, seperti Golkar dan PDI Perjuangan. Akan
tetapi dalam pemilu calon presiden, ternyata Sosilo Bambang Yudhoyono yang
berpasangan dengan Jusuf Kalla pada waktu itu menang mengalahkan pasangan calon
presiden dari partai-partai besar seperti Golkar dan PDI-P.
Pada
masa kepemimpinan SBY dan JK pada waktu itu koalisi partai tidak terbentuk.
Awal pemerintahannya SBY banyak mendapat tekanan dari partai oposisi, seperti
PDI-P. Hal ini dipengaruhi oleh sedikitnya wakil dari Partai Demokrat yang
duduk di DPR RI. Pada waktu Jusuf Kalla mengambil alih kepemimpinan Partai
Golkar, pemerintahan SBY baru mendapatkan angin segar. Karena kedudukan dukungan
dari legislatif menjadi berimbang dengan pihak oposisi, sehingga dalam
mengambil kebijakan pemerintah tidak mendapat hambatan atau pertentangan yang
berarti di legislatif.
Kemudian,
setelah pemilu 2009. Partai Demokrat menjadi pemenang pemilu dan mendapat
jumlah kursi yang signifikan di DPR RI. Dan juga pada pemilihan presiden, SBY
yang berpasangan dengan Bodieono menang telak dari calon presiden yang lain,
terutama calon gabungan dari partai Golkar dan Hanura, PDI-P dan Gerindra. Pada
waktu itu, Partai Demokrat melakukan koalisi dengan beberapa partai politik
untuk memenangi pemilihan presiden. Partai-partai tersebut diantaranya adalah PPP,
PAN, PKB, PKS dan partai-partai kecil non kursi di parlemen.
Setelah
resmi menjadi presiden periode 2009-2014, SBY kemudian membentuk koalisi dengan
partai-partai politik. Bukan hanya partai politik pendukung pada waktu pilpres,
akan tetapi lawan politik pun juga diajak untuk bergabung dikoalisi. Beberapa
partai yang ikut berkoalisi, diantaranya Golkar, PPP, PAN, PKS dan PKB,
sedangkan yang tidak ikut bergabung adalah PDI-P, Hanura dan Gerindra. Untuk
mewadahi koalisi partai-partai tersebut, dibentuklah Sekretariat Gabungan
(Setgab) yang diketuai Golkar.
Tujuan
dibentuknya setgab tersebut diantara adalah, supaya ada kesamaan visi dan misi dalam
memperjuangkan program-program yang sudah dibentuk pemerintahan SBY-Bodieono. Hal
ini tertuang dalam kesepakatan yang ditandatangani oleh perwakilan partai
koalisi.
Koalisi
yang terbentuk bukan hanya dilegislatif, tapi juga dieksekutif. Hal ini ditandai
dengan adanya jatah menteri bagi partai koalisi. Pada Kabenit Indonesia Bersatu
jilid II ini sangat terlihat adanya unsur bagi-bagi kekuasaan, dimana setiap
partai pendukung koalisi mendapat jatah menteri.
Selama
1,5 tahun ini, koalisi berjalan adem ayem saja. Pemerintahan SBY hampir tidak
mendapatkan hambatan yang terlalu berarti dari pihak oposisi. Selama menjalankan
roda pemerintah, kebijakan yang diambil selalu mulus. Hal ini karena dukungan
koalisi di DPR yang jumlahnya melebihi oposisi.
Baru-baru
ini, koalisi mulai goyah dan diambang perpecahan. Hal ini diakibatkan tidak
sependapatnya dua partai koalisi dalam hal hak angket mafia perpajakan. Dua
partai tersebut yaitu Golkar dan PKS mendukung hak angket sedangkan partai Demokrat,
PKB, dan PAN menolak hak angket. Karena yang menerima kalah suara dengan yang
menolak dalam voting di DP, maka hak angket kandas dan tidak disetujui DPR
untuk diteruskan.
Yang
menjadi kejutan dalam hak angket mafia pajak tersebut adalah masuknya dua
partai yang selama ini menjadi oposisi. PDI-P dan Gerindra juga menolak hak
angket mafia perpajakan tersebut. Hal ini menimbulkan perpecahan ditubuh
koalisi. Pihak partai demokrat menilai Golkar dan PKS telah melanggar
kesepakatan, karena itu dua partai tersebut harus keluar dari koalisi.
Sedangkan PDI-P dan Gerindra dinilai sebagai teman baru dalam koalisi.
Perpecahan di DPR juga berimbas keeksekutif. Para menteri dari Golkar
dan PKS diancam akan dicopot dari jabatannya. Dan akan diganti oleh kader dari
PDI-P dan Gerindra. Kalau hal ini benar terjadi, PDI-P dan Gerindra menerima
tawaran kursi menteri dan bergabung dikoalisi dengan partai demokrat. Berarti
mereka tidak konsisten dengan pernyataannya selama ini. Kita juga melihat demi jabatan,
konsistensi ideologi partai yang selama ini dipegang ternyata luntur juga, terlebih
kepada PDI-P yang sudah 6,5 tahun menjadi oposisi. kalau hal ini terus
berjalan, maka kepercayaan rakyat terhadap partai politik yang tidak konsisten
dengan pernyataan awalnya akan hilang dan ini akan merugikan partai politik
tersebut. Bisa-bisa perolehan suara mereka akan merosot pada pemilu yang akan
datang. Semoga saja koalisi terbentuk yang akan datang bisa menperjuangkan dan
mensejahterakan rakyat. Jangan sampai masuk koalisi hanya untuk mendapatkan
jabatan saja. Kita tunggu saja realisasinya nanti!
09 Maret 2011, 10:41:52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar