MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Senin, 23 April 2018

Kepercayaan Rakyat Akan Hilang

Partai Demokrat adalah partai pengusung Sosilo Bambang Yudhoyono dalam bursa pencalonan presiden untuk periode 2004-2009. Pada waktu itu Partai Demokrat adalah partai yang kecil dibandingkan dengan Goklar, PDI Perjuangan, PPP, PKS, PAN, PKB dan PBB. Perolehan kursi di DPR pun sangat jauh dibanding dengan partai yang sudah lama terbentuk, seperti Golkar dan PDI Perjuangan. Akan tetapi dalam pemilu calon presiden, ternyata Sosilo Bambang Yudhoyono yang berpasangan dengan Jusuf Kalla pada waktu itu menang mengalahkan pasangan calon presiden dari partai-partai besar seperti Golkar dan PDI-P.

Pada masa kepemimpinan SBY dan JK pada waktu itu koalisi partai tidak terbentuk. Awal pemerintahannya SBY banyak mendapat tekanan dari partai oposisi, seperti PDI-P. Hal ini dipengaruhi oleh sedikitnya wakil dari Partai Demokrat yang duduk di DPR RI. Pada waktu Jusuf Kalla mengambil alih kepemimpinan Partai Golkar, pemerintahan SBY baru mendapatkan angin segar. Karena kedudukan dukungan dari legislatif menjadi berimbang dengan pihak oposisi, sehingga dalam mengambil kebijakan pemerintah tidak mendapat hambatan atau pertentangan yang berarti di legislatif.

Kemudian, setelah pemilu 2009. Partai Demokrat menjadi pemenang pemilu dan mendapat jumlah kursi yang signifikan di DPR RI. Dan juga pada pemilihan presiden, SBY yang berpasangan dengan Bodieono menang telak dari calon presiden yang lain, terutama calon gabungan dari partai Golkar dan Hanura, PDI-P dan Gerindra. Pada waktu itu, Partai Demokrat melakukan koalisi dengan beberapa partai politik untuk memenangi pemilihan presiden. Partai-partai tersebut diantaranya adalah PPP, PAN, PKB, PKS dan partai-partai kecil non kursi di parlemen.

Setelah resmi menjadi presiden periode 2009-2014, SBY kemudian membentuk koalisi dengan partai-partai politik. Bukan hanya partai politik pendukung pada waktu pilpres, akan tetapi lawan politik pun juga diajak untuk bergabung dikoalisi. Beberapa partai yang ikut berkoalisi, diantaranya Golkar, PPP, PAN, PKS dan PKB, sedangkan yang tidak ikut bergabung adalah PDI-P, Hanura dan Gerindra. Untuk mewadahi koalisi partai-partai tersebut, dibentuklah Sekretariat Gabungan (Setgab) yang diketuai Golkar.
Tujuan dibentuknya setgab tersebut diantara adalah, supaya ada kesamaan visi dan misi dalam memperjuangkan program-program yang sudah dibentuk pemerintahan SBY-Bodieono. Hal ini tertuang dalam kesepakatan yang ditandatangani oleh perwakilan partai koalisi.

Koalisi yang terbentuk bukan hanya dilegislatif, tapi juga dieksekutif. Hal ini ditandai dengan adanya jatah menteri bagi partai koalisi. Pada Kabenit Indonesia Bersatu jilid II ini sangat terlihat adanya unsur bagi-bagi kekuasaan, dimana setiap partai pendukung koalisi mendapat jatah menteri.

Selama 1,5 tahun ini, koalisi berjalan adem ayem saja. Pemerintahan SBY hampir tidak mendapatkan hambatan yang terlalu berarti dari pihak oposisi. Selama menjalankan roda pemerintah, kebijakan yang diambil selalu mulus. Hal ini karena dukungan koalisi di DPR yang jumlahnya melebihi oposisi.

Baru-baru ini, koalisi mulai goyah dan diambang perpecahan. Hal ini diakibatkan tidak sependapatnya dua partai koalisi dalam hal hak angket mafia perpajakan. Dua partai tersebut yaitu Golkar dan PKS mendukung hak angket sedangkan partai Demokrat, PKB, dan PAN menolak hak angket. Karena yang menerima kalah suara dengan yang menolak dalam voting di DP, maka hak angket kandas dan tidak disetujui DPR untuk diteruskan.

Yang menjadi kejutan dalam hak angket mafia pajak tersebut adalah masuknya dua partai yang selama ini menjadi oposisi. PDI-P dan Gerindra juga menolak hak angket mafia perpajakan tersebut. Hal ini menimbulkan perpecahan ditubuh koalisi. Pihak partai demokrat menilai Golkar dan PKS telah melanggar kesepakatan, karena itu dua partai tersebut harus keluar dari koalisi. Sedangkan PDI-P dan Gerindra dinilai sebagai teman baru dalam koalisi.

Perpecahan di DPR juga berimbas keeksekutif. Para menteri dari Golkar dan PKS diancam akan dicopot dari jabatannya. Dan akan diganti oleh kader dari PDI-P dan Gerindra. Kalau hal ini benar terjadi, PDI-P dan Gerindra menerima tawaran kursi menteri dan bergabung dikoalisi dengan partai demokrat. Berarti mereka tidak konsisten dengan pernyataannya selama ini. Kita juga melihat demi jabatan, konsistensi ideologi partai yang selama ini dipegang ternyata luntur juga, terlebih kepada PDI-P yang sudah 6,5 tahun menjadi oposisi. kalau hal ini terus berjalan, maka kepercayaan rakyat terhadap partai politik yang tidak konsisten dengan pernyataan awalnya akan hilang dan ini akan merugikan partai politik tersebut. Bisa-bisa perolehan suara mereka akan merosot pada pemilu yang akan datang. Semoga saja koalisi terbentuk yang akan datang bisa menperjuangkan dan mensejahterakan rakyat. Jangan sampai masuk koalisi hanya untuk mendapatkan jabatan saja. Kita tunggu saja realisasinya nanti!


09 Maret 2011, 10:41:52

Tidak ada komentar:

Popular