Menyediakan lapangan kerja bagi
setiap warga negara seharusnya menjadi kewajiban bagi negara dan pemerintahnya.
Para calon TKI itu pada dasanya, di lubuk hatinya yang terdalam tentu mereka
sangat menyadari bahwa kepergiannya mengadu nasib keluar negeri ibarat membeli
kucing dalam karung. Peluang berhasil dan tidak berhasil sama besarnya, atau
bahkan mereka sudah tahu, jauh lebih besar peluang buruknya. Tapi merek tak
punya pilihan sehingga mereka tetap memutuskan mengadu nasib ke luar negeri.
Lelah sekali rasanya mengetahui
pemberitaan mengenai nasib TKI selama ini. Berpuluh tahun lamanya, kisah pilu
mengenai nasib TKI di negeri seberang terus terjadi. TKI, yang didominasi para
perempuan asal desa ini rela merantau ke negeri tetangga hingga nun jauh di
Arab sana, hanya untuk menjadi seorang pembantu rumah tangga. Mereka rela
menjalani profesi berat itu di negeri orang karena berpeluang dibayar jauh
lebih tinggi ketimbang di negerinya sendiri.
Para pekerja wanita ini kerap mengalami penyiksaan dan perlakukan buruk baik secara mental maupun fisik oleh para majikannya. Kisah ini tentunya tidak semua mengalami, namun setiap kali terjadi pemberitaan mengenai korban penyiksaan TKI di luar negeri, mereka umumnya telah mengalami penyiksaan yang sangat brutal dan tidak manusiawi.
Di hujani dengan hinaan dan tidak menerima bayaran selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bisa jadi itu adalah penyiksaan yang paling ringan. Namun yang lebih menyedihkan lagi, begitu banyak kisah para TKI ini yang mengalami pemukulan hingga cacat permanen, tidak diberi makan, disiram air panas, disuruh meminum air kencingnya sendiri, makan makanan basi, dikurung, diperkosa hingga dibunuh adalah kisah-kisah nyata lain yang sangat memilukan yang dialami oleh mereka. Tak jarang para TKI pun bunuh diri akibat tak mampu lagi menahan derita itu atau mati berkalang tanah, akibat mempertahankan harga dirinya dan memilih loncat dari ketinggian apartemen para majikannya.
Kisah sedih terbaru saat ini adalah dihukum pancungnya Ruyati binti Satubi. Ruyati merupakan seorang TKW asal Kampung Ceger, Sukatani, Bekasi yang yang mendapat hukuman pancung di Arab Saudi pada hari Sabtu, 18 Juni 2011 pekan lalu. Ruyati dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi karena membunuh majikannya akibat kesal sering dimarahi. Keluarga Ruyati baru diberi tahu atas hukuman itu pada Minggu, 19 Juni 2011 pagi kemarin.
Setelah didesak berbagai pihak,
termasuk DPR terkait kasus Ruyati, pemerintah akhirnya memutuskan menghentikan
sementara (moratorium) penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi
per 1 Agustus 2011. Menurut Menakertrans, keputusan ini dibuat oleh Pemerintah
dengan komitmen untuk memberikan pelayanan dan perlindungan terbaik kepada
warga negara Indonesia yang bekerja dan hendak bekerja ke luar negeri.
Sebagai warga negara yang baik, kita menyambut positif kebijakan
pemerintah tersebut. Karena ini menyangkut keselamatan TKI kita. Akan tetapi,
pemerintah juga harus memberikan solusi yang baik kepada masyarakat kita dengan
cara memberikan lapangan pekerjaan yang layak. Perginya rakyat kita kenegara
timur tengah dan negara lainnya bukan untuk melancong dan mencari hiburan
semata, akan tetapi mereka mencari pekerjaan yang di negara sendiri menurut
mereka susah dicari. Walaupun ada kadang tidak mencukupi untuk kebutuhan rumah
tangga. Untuk itu kita sangat berharap, jangan sampai kebijakan menghentikan
TKI itu malah menambah derita masyarakat. Karena tanpa diberitahu pun kiranya
TKI kita sudah mengetahui dampak buruk yang akan mereka terima di negara orang.
Karena itu yang dibutuhkan masyarakat kita adalah terciptanya kesejahteraan
agar mereka tidak ada niat lagi untuk mencari sesuap nasi kenegara orang. Semoga
hal ini bisa dilakukan pemerintah kita. Amin!
30 Juni 2011, 12:40:49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar