Perumpamaan adalah perbandingan atau
ibarat. Perumpamaan merupakan jenis peribahasa yang berisi
perbandingan yang menggunakan kata seperti, bagai, bak, laksana, dan lain-lain. Dalam al Qur’an banyak ayat-ayat yang
mengandung perumpamaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi pelajaran/I’tibar
bagi manusia agar lebih mudah difahami dan diterima dalam menanamkan keimanan
maupun kemuliaan perilaku kepada manusia serta menunjukkan kepada mereka atas
keindahan bahasa al Qur’an. Salah satu Perumpamaan yang ada di dalam Al qur’an
adalah berkaitan dengan hubungan antara suami-istri. Perumpamaan itu merupakan bahasa halus dan lembut untuk menggambarkan
kehidupan bersuami-istri. Allah Swt memberikan pelajaran dan pengajaran yang
sangat berharga bagi manusia. Dibalik perumpamaan itu tersimpan ilmu hikmah.
Siapa yang mampu memahaminya maka ia akan mendapatkan hikmah dari Allah Swt. Berkaitan
dengan hubungan suami istri, dalam Al qur’an disebutkan ada
dua perumpamaan yang diberikan Allah Swt. Yaitu, istri itu seperti tanah/ladang tempat bercocok
tanam dan istri itu seperti pakaian suaminya dan suamipun juga sebagai pakaian
bagi istrinya.
Istri Sebagai
Ladang
Allah Swt menyatakan bahwa istri
itu seperti tanah tempat suaminya bercocok tanam. Artinya, istri itu seperti
ladang atau sawah. Ladang merupakan tanah subur yang siap ditanami dengan
tanaman apapun. Bibit atau benih yang ditanah terserah petani yang memiliki dan
menggarap tanah itu. Apakah padi, jagung, tomat, lombok, wortel, kentang,
kacang dan lain-lain. Ladang dan sawah digunakan para petani untuk bercocok
tanam. Alat yang dipakai petani dalam bercocok tanam itu berbagai macam. Ada
yang masih tradisional dan ada yang sudah modern. Yang tradisional misalnya
kerbau untuk membajak, pakai cangkul, parang, arit, dan sebagainya. Sedang yang
modern sudah memakai tractor, mesin pemotong dan perontok benih, dan
sebagainya. Dalam bercocok tanam itu, terkadang mengikuti musim. Sebab,
Indonesia merupakan negeri beriklim tropis dengan memiliki dua musim, yakni
musim hujan dan musin kemarau. Ketika memasuki musim penghujan, maka para
petani mulai menggarap lahannya untuk ditanami padi, maupun tanaman palwija
lainnya, seperti tomat, kentang, wortel, kacang-kacangan dan lain-lain. di
musim kemarau, tanah bisa ditanami dengan jagung, lombok, ubi kayu atau ubi
jalar, dan sebagainya. Sekarang ini, sebagian petani sudah tidak mengandalkan
musim lagi. Dengan adanya irigasi (pengairan buatan), maka para petani bisa
mendapatkan air kapan saja sesuai dengan kebutuhan mereka. Lahan yang baik dan
subur, kemudian dikelola dengan baik, maka akan menghasilkan (panen) yang baik
pula. Hasilnya akan melimpah. Apalagi kalau yang ditanam ditanah itu bibit yang
unggul. Maka hasilnyapun akan lebih baik dan melimpah lagi. Petani akan
sejahtera.
Bercocok tanam itu, dimulai dari
penggarapan tanah sampai kepada hasil yang diperoleh. Ketika tanah itu digarap
dengan baik, menggunakan alat dan bibit (benih) yang baik serta unggul.
Kemudian dikelola dan dijaga dengan baik pula, maka hasilnya akan melimpah
(banyak). Begitu juga dengan hubungan suami istri. Allah Swt telah memberikan
perumpamaan seperti ladang. Persis, seperti apa yang dilakukan petani terhadap
tanahnya. Suami bisa leluasa melakukan ‘penggarapan’ terhadap istrinya.
Tujuannya, untuk menghasilkan keturunan yang baik dan berkualitas. Untuk itu,
suami dan istri ketika melakukan persetubuhan harus melakukannya dengan baik.
Sesuai dengan sunnah Nabi Saw. Untuk itu, dibolehkan bagaimanapun bercocok
tanam di tanah itu sesuai dengan kehendak yang punya tanah. Artinya, seorang
suami boleh melakukan hubungan badan dengan berbagai gaya, sesuai dengan
kehendaknya. Hal ini juga harus disepakati Bersama dengan istrinya. Hal ini
dinyatakan Allah Swt di dalam Al qur’an “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.
Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira
orang-orang yang beriman.” (Qs.2:223).
Walaupun dibolehkan melakukan
hubungan badan dengan istri sekehendak mereka. Akan tetapi bagi orang yang beriman,
Allah Swt memberikan batasan supaya jangan berlebih-lebihan. Dengan cara
mencari dibalik itu. Sebab, orang yang seperti itu telah melampaui batas.
Firman-Nya “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal
ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. 23:5-7). Di dalam ayat ini, Allah
Swt menyatakan bahwa hasrat seksual hanya boleh dilakukan kepada istri-istri
atau budak yang dimilikinya. Mereka yang mencari dibalik apa yang telah
dibolehkan Allah Swt itu merupakan orang yang melampaui batas. Perbuatan yang
juga melampaui batas adalah ketika melakukan hubungan badan melalui belakang (dubur).
Hubungan badan dilakukan dengan cara memasukkan alat kelamin laki-laki kepada
alat kelamin perempuan (Dukhul). Ketika, dia tidak melakukan hal itu,
justru melakukan hubungan badan
itu dari belakang. Maka dia termasuk orang yang
melampaui batas. Sebab, itu merupakan sebuah pelanggaran terhadap kodrat
manusia. Di mana Allah Swt telah menciptakan antara laki-laki dan perempuan
dengan jenis kelamin yang berbeda. Dengan perbedaan kelamin itu, maka
terjadilah persetebuhan yang sesuai dengan kodrat mereka sebagai manusia. Dan juga, dengan
adanya persetubuhan yang telah ditentukan itu, maka akan lahir generasi penerus
untuk hidup, mengisi bumi
ini dan bisa memakmurkannya.
Selain itu, zina dan homokseksual
juga merupakan perbuatan yang melampaui batas. Zina dan homoseksual merupakan
perbuatan yang diharamkan oleh Allah Swt. Perbutan itu merupakan pelanggaran
berat terhadap agama dan juga kemanusiaan. Mereka yang melakukan zina, mesum
dan homoseksual dan sejenisnya dikatakan telah mengerjakan perbuatan yang keji.
Allah Swt melarang untuk mendekati perbuatan zina dan sejenisnya itu. Sebab,
itu merupakan jalan yang sangat buruk. Hal ini dinyatakan Allah Swt diberbagai
ayat di dalam Al qur’an, yaitu “Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang
buruk.” (Qs.17:32). Di ayat lain dinyatakan “Dan (terhadap) para wanita
yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi
diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian,
maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui
ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.” (Qs.4:15). Di ayat
lain lagi disebutkan “Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak
cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh
mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah
mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena
itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka
menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan
pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai
piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian
mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini
budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri
(dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.4:25).
Perbuatan keji (Fahisyah)
ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri
tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri
sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri
baik yang besar atau kecil. Apabila seseorang melakukan perbuatan
keji atau menganiaya dirinya sendiri itu masih ingat kepada Allah Swt. Kemudian
ia memohon ampun terhadap dosa-dosa yang telah dilakukannya itu. Serta tidak
akan mengulangi perbuatan keji tersebut. Maka Allah Swt akan mengampuni dosa
yang telah dikerjakannya itu. Sebab, hanya Allah Swt sajalah yang dapat
mengampuni dosa seseorang, walaupun sebesar apapun dosa yang diperbuatnya itu.
Apabila Allah Swt telah mengampuni dosanya, maka Allah Swt akan membalasnya
dengan surga-Nya yang didalamnya mengalir sungai-sungai,
dan kekal didalamnya. Sebab, itu merupakan sebaik-baik pahala yang diberikan
Allah Swt bagi orang-orang yang selalu mengerjakan kebaikan. Hal ini telah
dinyatakan Allah Swt di dalam Al qur’an, yaitu “Dan (juga) orang-orang
yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka
ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi
yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui. Mereka itu balasannya
ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang
beramal.”
(Qs.3:135-136).
Istri Sebagai Pakaian
Allah Swt menyatakan bahwa istrimu
adalah pakaian bagi suaminya. Begitu juga sebaliknya, suami adalah pakaian bagi
istrinya. Hal ini dinyatakan dalam Al qur’an, yaitu “Dihalalkan bagi
kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan
ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri
mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia, supaya mereka bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 187).
Pakaian adalah adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat
berteduh/tempat tinggal (rumah). Manusia membutuhkan
pakaian di dalam hidupnya. Diantara fungsi pakaian yang umum dilakukan manusia
adalah untuk melindungi dirinya dari kepanasan, kedinginan, gigitan serangga
(nyamuk, semut, dll) serta untuk menutup auratnya. Seiring dengan perkembangan
zaman, pakaian telah dijadikan simbol status jabatan, serta kedudukan dan
kehormatan seseorang. Pakaian seorang raja dan keluarga bangsawan sangat
berbeda dengan rakyat jelata. Pakaian seorang pejabat berbeda dengan
bawahannya. Pakaian orang kaya juga berbeda dengan orang miskin. Terkadang
pakaian itu sangat dipengaruhi oleh tradisi dan budaya di daerah masing-masing.
Setiap daerah mempunyai ciri khas dan makna tersendiri dari pakaian itu. Pantas
atau tidak pakaian yang dipakai terkadang berbeda-beda. Ketika agama masuk ke
dalam tradisi dan budaya itu, maka batasan dalam berpakaian menjadi jelas.
Sebab, doktrin tradisi dan budaya itu ‘terpaksa’ menyesuaikan dengan doktrin
agama. Inilah yang menjadi landasan segi kepantasan atau kecocokan dalam
berpakaian baik laki-laki maupun perempuan.
Menurut Al-qur’an, fungsi pakaian itu ada beberapa
macam, diantaranya, Pertama sebagai penutup aurat. Dalam
ketentuan fikih, aurat itu ada dua macam. Pertama, aurat berat, yakni
kemaluan depan dan belakang (kubul dan dubur). Bagian ini merupakan yang utama
untuk ditutup. Kedua, aurat biasa, yakni bagian tubuh antara pusar dan
lutut. Bagi perempuan seluruh tubuhnya, kecuali wajah (muka) dan kedua telapak
tangannya. Al quran menyebutkan bahwa pakaian itu untuk menutup aurat. Firman-Nya
“Hai
anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang
paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan
Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (Qs.7:26). Di dalam Al qur’an diceritakan bagaimana
manusia pertama (Adam dan Hawa) melanggar larangan Allah Swt karena godaan
syaithan. Ketika mereka sadar telah melanggar larangan itu, maka
terbukalah aurat mereka. Sehingga mereka merasa malu dan menutupinya dengan
daun-daunan yang diambil disekitar mereka. Firman-Nya “maka
syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala
keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya,
dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan
mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon
kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagi kamu berdua?" (Qs.7:22). Di ayat lain juga disebutkan
bahwa “Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi
keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
(yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia.” Qs.20:121).
Kedua sebagai
perhiasan. Pakaian selain
sebagai penutup tubuh, juga sebagai penunjang keindahan yang memakainya. Nilai
indah itu merupakan perhiasan bagi badannya. Seorang laki-laki akan terlihat
tampan, gagah dan berwibawa ketika memakai pakaian yang bagus. Begitu juga bagi
perempuan. Dia akan terlihat cantik, anggun dan menawan ketika pakaian yang
dipakainya bagus dan indah. Model dan gaya pakaiannya disesuaikan dengan tren
yang berkembag saat ini. Allah Swt menyatakan bahwa “pakaian indah untuk perhiasan.” (Qs.7:26). Perhiasan itu merupakan lambang keindahan dan kemewahan.
Siapapun yang memakai perhiasan, seperti emas, perak, intan, berlian dan
sebagainya. Ia akan terlihat cantik dan menawan. Selain itu, perhiasan itu
merupakan lambang kemewahan. Siapan yang memakai perhiasan ditubuhnya, pertanda
ia merupakan orang yang kaya. Begitu juga dalam berpakaian. Pakaian merupakan
perhiasan. Artinya, nilai keindahan berupa (tampan dan cantik) bagi manusia
salah satunya dilihat dari pakaiannya. Semakin baik, bagus, bahan serta motif
yang mewah akan menambah nilai keindahan dari pakaian itu.
Ketiga Sebagai
Pelindung Tubuh. Pakaian yang
dipakai manusia merupakan pelindung tubuhnya dari sengatan sinar matahari pada
siang hari. Pada malam hari, pakaian berungsi melindungi tubuh dari dinginnya
angin malam. Selain itu, pakaian juga berfungsi dari serangan dan gigitan
serangga, seperti semut, nyamuk, dan serangga lainnya. Pakaian juga digunakan
sebagai pelindung tubuh dari tebasan pedang, tombak, anak panah, keris dan
sebagainya ketika berada di medan peperangan. Dengan pakaian itu, ia merasa
hangat, sejuk dan nyaman dengan kondisi cuaca maupun iklim tertentu. Tinggal
manusia itu sendiri yang menyesuaikannya. Hal ini telah dinyatakan Allah Swt di
dalam Al qur’an, yaitu “Dan Allah
menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia
jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan
bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang
memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan
nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya). (Qs.16:81).
Keempat, Sebagai
Penunjuk Identitas. Identitas adalah ciri-ciri atau keadaan
khusus seseorang
atau jati diri.
Identitas merupakan
refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya,
etnis dan proses sosialisasi. Identitas pada dasarnya merujuk pada
refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita.
Identitas juga
sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam
perilaku, keyakinan dan sikap. Di dalam Al qur’an Allah Swt
menyatakan bahwa pakaian hendaklah dibedakan antara laki-laki dan perempuan.
Terlebih khusus bagi perempuan. Tubuh perempuan merupakan aurat, kecuali wajah
dan dua telapak tangan. Karena itu, perempuan yang beriman harus mempunyai ciri
(identitas) sebagai wanita yang baik. Jilbab (kain panjang penutup kepala
sampai kaki) merupakan identitas bagi perempuan mukmin. Dengan begitu, ia akan
mudah dikenali oleh orang lain sebagai wanita mukmin yang shalehah. Selain itu,
wanita yang menjaga auratnya, akan terjaga dari ganguan. Terutama dari
pandangan yang mengandung syahwat. Dan juga pelecehan seksual yang bisa
menjurus kepada pemerkosaan dan sebagainya. Hal dinyatakan Allah swt, yaitu “Hai Nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (Qs.33:59).
Kelima, Sebagai Sarana
Ibadah Kepada Allah Swt. Pakaian
merupakan penutup aurat bagi laki-laki maupun perempuan. Aurat merupakan
sesuatu yang harus dilindungi dari pandangan sesama manusia. Bahkan, dihadapan
Allah Swt pun aurat itu harus ‘disembunyikan’. Allah Swt Maha Melihat dan Maha
Mendengar. Apapun yang dilakukan makhluk-Nya di muka bumi ini pasti
diketahui-Nya. Di kolong manapun di dunia ini ia berada pasti Allah tahu. Karena
itu, dalam hal berpakaian hendaklah sopan dan tertutup. Tertutupnya aurat itu
juga merupakan syarat sah dalam ibadah. Allah Swt menyuruh memakai pakaian yang
indah serta menutup aurat ketika memasuki masjid. Firman-Nya “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid,” makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Qs.7:31).
Pakaian indah, bersih dan menutup aurat merupakan ketentuan ketika melaksanakan
ibadah. Baik shalat, membaca Al qur’an, ibadah haji dan umrah dan sebagainya.
Pakaian yang seperti itu merupakan pakaian takwa. Artinya, pakaian yang
menuntun pemakainya untuk selalu melaksanakan ibadah kepada Allah Swt. Sehingga
ibadah yang dilakukannya dapat diterima oleh-Nya. Allah Swt menyatakan bahwa
pakaian takwa itulah pakaian yang paling baik. pakaian takwa bisa melindungi
dan menuntun pemakainya untuk selalu dekat kepada-Nya. Pakaian takwa juga
membimbing pemakainya untuk selalu berbuat baik dan melindunginya dari
perbuatan jahat, baik kejahatan yang dilakukan manusia maupun syaithan.
Firman-Nya ““Hai anak Adam, sesungguhnya
Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang
demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka selalu ingat. (Qs.7:26).
Dari pembahasan
fungsi pakaian itu dapat diambil benang merah dengan perumpamaan istri sebagai
pakaian suaminya. Fungsi pakaian yang lima macam itu merupakan perwujudan dalam
hubungan suami-istri. Fungsi pakaian sebagai aurat merupakan penjagaan diri
masing-masing terhadap sesuatu yang rahasia. Aurat itu harus disembunyikan.
Ketika dibuka dihadapan umum, maka dirinya akan merasa malu. Dalam kehidupan
berumah tangga, ada yang sifatnya rahasia yang hanya diketahui oleh mereka
berdua. Rahasia itu harus disembunyikan. Jangan sampai orang lain
mengetahuinya. Sebab, apabila orang lain tahu, maka akan menjadi aib bagi
mereka. ‘auratnya’ akan terbongkar dan menjadi konsumsi publik. Berbagai macam
cibiran, gosip, dan fitnah akan menyerang mereka. Untuk itu, suami-istri harus
bisa menjaga dan menyembunyikan rahasia masing-masing. Cukup mereka berdua saja
yang tahu. Sehingga, fungsi pakaian sebagai penutup aurat bisa terjaga dengan
baik.
Fungsi pakaian
sebagai perhiasan juga terwujud dalam kehidupan berumah tangga. Perhiasan itu
merupakan simbol keindahan. Seorang istri harus terlihat cantik dan memikat
dihadapan suaminya. Sehingga, tidak ada lagi celah suaminya untuk melirik
apalagi berselingkah dengan wanita lain dibelakangnya. Cantik itu tidak harus
memakai perhiasan dan pakaian yang mahal. Ketika ia bisa merawat tubuhnya
dengan baik dengan menggunakan bahan-bahan alami, itupun sudah cukup. Selain
itu, seorang istri bersikap dan bertutur kata lemah lembut dan baik juga
merupakan perhiasan terindah yang dimiliki sauminya. Begitu juga sebaliknya,
seorang suami juga harus terlihat gagah dan tampan dihadapan istrinya. Hal ini
akan membuat bangga istrinya dihadapan orang lain. Seorang juga suami
senantiasa memperhatikan dan menyayangi istri dalam kondisi apapun. Perhatian
dan kasih sayang suami kepada istri juga merupakan bentuk pemberian perhiasan
kepada istrinya. Hubungan suami-istri akan selalu romatis dan bahagia.
Fungsi pakaian
sebagai pelindung, artinya suami sebagai kepala keluarga merupakan pelindung
bagi keluarganya. Suami adalah pemimpin. Dia menjaga keluarganya dari serangan
ataupun gangguan dari orang lain. Serangan dan gangguan itu berbagai macam. Ada
yang berupa intimidasi, ancaman, bahkan sampai kepada serangan fisik. Sebagai
pemimpin, seorang suami berkewajiban melindungi keluarganya dari semua itu.
Seorang suami harus bisa memastikan dan menjamin bahwa keluarganya itu aman dan
nyaman di dalam rumahnya. Sehingga bisa leluasa melakukan aktivitas rumah
tangga seperti biasanya.
Fungsi pakaian
sebagai identitas merupakan perwujudan jati diri sebuah keluarga. Hal itu
perlu, supaya orang lain bisa tahu dan mengenalinya. Identitas suami-istri yang
baik adalah berdasarkan pada tuntunan agama. Ketika keluarga itu menjalankan
syariat agama dengan baik. Menjalankan setiap kewajiban yang dituntut agama. Kehidupan
mereka kental dengan nuansa islami. Baik dari segi pakaian, ucapan, perilaku,
dan sebagainya. Identitas itu perlu sebagai syiar agama Islam dikalangan
masyarakat. Sehingga mereka menjadi contoh yang baik bagi keluarga islam yang
lainnya.
Terakhir, fungsi
pakaian sebagai sarana ibadah kepada Allah merupakan sarana untuk selalu
mendekat kepada-Nya. Apapun yang dilakukan istri kepada suaminya, atau suami
kepada istrinya merupakan ibadah. Istri melayani sauminya dengan tulus ikhlas
adalah ibadah. Suami juga menyayangi dan memperhatikan istrinya juga ibadah. Yang
penting, tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan balasan dari masing-masing
pasangan. Semua itu akan bernilai ibadah. Suasana rumah tangga akan nyaman,
aman, damai, tentram dan bahagia. Sehingga tercipta rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah. Hal ini sesuai dengan firman-Nya, yaitu “Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (Qs.30:21). Semoga!!!
#Mari Sebarkan
Kebaikan#
Paringin, 12
April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar