MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Selasa, 02 April 2019

Golput : Sebuah Pilihan atau Bukan?

Pemilihan umum (pemilu) presiden dan ligeslatif tahun 2019 tinggal menghitung hari. Pada hari Rabu, 17 April 2019 merupakan hari pencoblosan. Di mana seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke diharapkan menggunakan hak pilihnya pada hari itu. Himbauan untuk tidak menjadi Golongan Putih (Golput) diserukan kepada masyarakat. Sebab, dengan golput maka hak pilihnya menjadi tidak tersalurkan. Dengan begitu, sangat disayangkan sekali hak pilih seseorang menjadi ‘hangus’ dan terbuang dengan percuma. Padahal, di Negara kita pemilu hanya dilakukan selama lima tahun sekali. Sangat disayangkan, apabila ada diantara masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).  

Beberapa hari ini muncul kembali seruan agar menggunakan hak pilihnya dan larangan untuk tidak golput. Bahkan ada ancaman, kalau golput akan dipidanakan. Fatwa MUI tentang pemilu pada tahun 2009 yang lalu kembali disuarakan. Dalam fatwa itu, ada beberapa poin penting berkaitan dengan pemilu. Diantaranya, MUI menyatakan bahwa Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram. MUI juga menyatakan bahwa Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib. Dalam fatwa itu, sangat jelas bahwa seluruh umat Islam di negeri ini mempunyai kewajiban untuk memilih calon pemimpinnya. Dan menyatakan bahwa orang yang tidak memilih atau golput dinyatakan haram.

Kalau kita mencermati tentang fatwa ini, sangat bertolak belakang dengan fakta di Lapangan. Fatwa ini dikeluarkan pada bulan Januari tahun 2009. Menurut data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) ada perbedaan yang cukup signifikan antara tingkat partisipasi pemilih pada pilpres maupun pileg ketika fatwa itu belum ada dan setelah adanya fatwa itu. Pada pemilu tahun 1999, tingkat pemilih sebesar 93,30 persen dengan angka golput 6,70 persen. Sedangkan pemilu tahun 2004 tingkat partisipasi pemilihnya sebesar 84,07 persen dengan angka golput mencapai 15,93 persen. Pada Pilpres putaran pertama tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 78,2 persen dan jumlah Golput 21,8 persen, sedangkan pada Pilpres putaran kedua tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 76,6 persen dan jumlah golput 23,4 persen. Hal ini sangat berbeda dengan pemilu tahun 2009, ketika fatwa MUI itu dikeluarkan. Pada Pemilu Legislatif tahun 2009 tingkat partisipasi politik pemilih semakin menurun yaitu hanya mencapai 70,9 persen dan jumlah golput semakin meningkat yaitu 29,1 persen. Pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 71,7 persen dan jumlah golput mencapai 28,3 persen.

Terakhir, pada 2014 angka golput mencapai 29,01 persen. Pilpres 2014 diikuti oleh dua kandidat yaitu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Menariknya, sekalipun pemenang pilpres 2014 adalah calon baru, ada perbedaan pada angka partisipasi pemilih pileg dengan pilpresnya. Angka golput Pileg 2014 mencapai 24,89 persen, sementara dalam pilpres angkanya bertengger pada 29,01 persen. Pada Pemilu 2014, persentase golput pileg lebih kecil daripada angka 2009.

Berdasarkan data itu, maka bisa diketahui bahwa golput tidak bisa dihilangkan. Setiap pemilu jumlahnya fluktuatif. Fatwa MUI yang mengharamkan golput tidak secara signifikan mengurangi angka partisipasi golput. Justru angkanya semakin bertambah. Hal ini bisa dilihat dari data tahun 1999 (6,70 persen) dan data 2004 (15,93 persen). Bandingkan dengan data 2009 (29,1 persen) dan 2014 (29,01 persen). Dari data perbandingan ini cukup jelas tergambar bahwa angka golput naik secara signifikan. Dari sini muncul pertanyaan, Apakah ini akan berlanjut pada pileg dan pilpres di tahun 2019 ini?.

Pileg dan pilpres tinggal menghitung hari. Semua rakyat Indonesia diharapkan bisa menggunakan hak pilihnya. Kita tidak bisa berandai-andai pemilu tahun ini banyak yang golput. Golput juga pilihan. Setiap warga negara memang mempunyai hak untuk memilih dan dipilih. Sebab, hak memilih dan dipilih itu sudah di atur di dalam perundang-undangan. Untuk itu, sewajarnyalah setiap warga negara menggunakan haknya itu sebagai sebuah kewajiban bernegara. Seandainya dia tidak memilih pun atau golput, juga merupakan haknya. Siapapun tidak bisa memaksanya untuk tidak golput. Sebab, mereka pasti mempunyai keyakinan terhadap pilihan golputnya itu. Bisa saja tidak ada pilihan yang cocok dengan hati nuraninya. Atau, dia berpandangan negatif terhadap semua paslon. Dengan anggapan tidak ada yang baik. Bisa juga, dia kecewa dengan pemimpin-pemimpin yang duduk di legislatif dan eksekutif saat ini yang banyak melakukan KKN (Kolusi, korupsi, dan Nepotisme). Semua anggapan itu, benar saja menurut mereka. Sebab, sekarang ini banyak pejabat dilegislatif dan eksekutif yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga menambah keyakinan mereka untuk tidak memilih (golput).

Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah serta penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah berusaha semaksimal mungkin memberikan informasi dan ajakan untuk menggunakan hak pilihnya. Berbagai sosialisasi dilakukan, baik di media elektronik, cetak dan media sosial. Berbagai spanduk, banner, baliho, stiker, dan sebagainya disebarkan ke berbagai daerah. Bahkan sampai kepelosok desa terpencil sekalipun. Himbauan dan ajakan untuk memilih juga dilakukan oleh partai peserta pemilu dan pasangan calon, baik legislatif maupun calon presiden. Usaha sosialisasi terus dilakukan sampai pada waktu menjelang pencoblosan. Mereka berharap, seluruh rakyat Indonesia baik di dalam dan luar negeri bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum tahun ini. Persoalan dukung-mendukung paslon tidak mengurangi antusias warga menggunakan hak pilihnya. Siapapun yang didukung dan dipilih merupakan hak setiap warga negara. Tidak boleh ada pemaksaan, ancaman dan intimidasi. Biarkan mereka menggunakan hak pilihnya sesuai dengan hati Nurani mereka. Dengan menggunakan hak pilihnya, maka legitimasi pemilu akan lebih kuat. Pemimpin yang terpilih akan mendapatkan dukungan yang kuat dari rakyatnya. Dan bisa memimpin negara ini dengan tenang, tentram dan damai. Pemimpin terpilih nantinya bisa melaksanakan program yang telah di susun dengan baik. Dia bisa bekerja dengan tenang dan penuh tanggung jawab. Semua itu untuk kepentingan, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dengan memiliki pemimpin yang baik dan amanah, rakyat pun bisa hidup dengan rukun, damai dan sejahtera. Mereka bisa bekerja tanpa beban dan intimidasi dari siapapun. Keadaan negara akan aman terkendali. Dan rakyat akan hidup Makmur dan sejahtera. Semoga!


#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 2 April 2019

Tidak ada komentar:

Popular