Menggunakan hak pilih untuk memilih pemimpin
merupakan kewajiban setiap warga negara. Dengan memilih pemimpin yang baik dan
amanah, maka akan terwujud kemaslahatan didalam kehidupan masyarakat. Ini merupakan
Keputusan Ijtima’ Ulama’ Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia se Indonesia III
tentang masail asasiyyah wathaniyyah (masalah strategis bangsa) point IV
tentang Penggunaan Hak Pilih dalam Pemilihan Umum. Fatwa tersebut
diselenggarakan pada tanggal 23-26 Januari 2009 di Padangpanjang Padang
Sumatera Barat. Salah satu pointnya menyatakan bahwa Memilih pemimpin dalam
Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam
kehidupan bersama. Di point lainnya juga disebutkan bahwa Memilih pemimpin yang
beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif
(tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat
Islam hukumnya adalah wajib.
Kewajiban memilih itu juga di atur di dalam perundang-undangan
kita. Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak
dasar (basic right) setiap
individu atau warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh Negara.
Ketentuan mengenai ini, diatur dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal
6A (1), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C (1) UUD 1945. Sementara hak
dipilih secara tersurat diatur dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2);
Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3). Pengaturan ini menegaskan
bahwa negara harus memenuhi hak asasi setiap warga negaranya, khususnya dalam keterlibatan
pemerintahan untuk dipilih dalam event pesta demokrasi yang meliputi Pemilu,
Pilpres dan Pilkada. Selain itu, menurut
ketentuan Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan bahwa
“Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Lebih
lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU ini, dinyatakan bahwa “Setiap
warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan
persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Pemimpin adalah orang yang dengan kecakapan dan
keterampilan yang dimilikinya mampu memengaruhi orang lain untuk melakukan
suatu kegiatan. Dalam setiap organisasi, baik kecil maupun besar harus ada
pemimpinnya. Rumah tangga merupakan contoh sebuah organisasi. Artinya, di dalam
rumah tangga itu harus ada pemimpin. Apalagi sebuah Negara. Wajib adanya
pemimpin yang bisa menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan bertanggung
jawab. Pemimpin berkewajiban untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada rakyatnya.
Pemimpin juga memberikan keteladanan yang baik dalam segala hal. Agar ia bisa dihormati,
disegani, dan dicintai serta disayangi oleh rakyatnya. Pemimpin yang baik,
tegas, cerdas, dan jujur akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan sebuah
bangsa. Ketika pemimpin itu memiliki program yang bagus, maka ia harus
menjalankan program itu agar tetap jalan sesuai dengan target, bebas dari
korupsi dan bisa mensejahterakan rakyatnya.
Sebentar lagi pemilihan umum akan dilaksanakan.
Rabu, 17 April 2019 telah ditetapkan sebagai hari pencoblosan (pemilihan) secara
langsung calon presiden dan wakilnya, serta pemilihan legislatif (DPR RI, DPRD
Provinsi dan Kabupaten serta DPD). Pada hari itu, pilihan kita akan sangat menentukan
siapa pemimpin lima tahun ke depan. Siapapun yang terpilih akan menjadi
pemimpin di negeri ini. Untuk itu, diperlukan ketelitian, kesadaran dan
tanggung jawab dalam memilih calon pemimpin. Jangan sampai memilih pemimpin itu
seperti membeli ‘kucing di dalam karung’. Baik penampilannya, indah tutur
katanya, manis janji-janjinya. Ketika terpilih ternyata dia lupa akan
janji-janjinya itu, terlibat narkoba, prostitusi, korupsi dan sebagainya. Untuk itu, Salah satu yang paling utama yang
bisa dijadikan pegangan dalam memilih pemimpin adalah track record atau
rekam jejak hidupnya. Seperti, latar belakang keluarganya. Sejarah
pendidikannya. Karya-karya nyata yang dihasilkannya, performance
terakhirnya. Rekam jejak calon merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
melihat calon pemimpin nantinya. Dengan begitu, maka kita bisa ‘mengukur’
kualitas pemimpin yang akan dipilih nantinya.
Latar belakang keluarga termasuk yang
mempengaruhi karakter seorang pemimpin. Bakat kepemimpinan bisa diturunkan
secara genetika. Sebagaimana juga bakat seni, tingkat kecerdasan, karakter dan
kecenderungan emosi. Dengan kata lain, jika seorang calon pemimpin memiliki
jalur keturunan pemimpin digenetikanya, berarti ia sudah memiliki salah satu
point yang perlu dipertimbangkan. Meskipun, hal itu bukan menjadi sebuah jaminan
bahwa ia akan menjadi pemimpin yang baik. Akan tetapi, paling tidak itu menjadi
modal awal dalam memilih pemimpin. Selain itu, juga dilihat jejak rekam
pendidikannya. Bukan gelar akademis yang dimilikinya, melainkan lebih kepada
pendidikan karakternya. Itu bisa berarti rekam jejak pendidikan di keluarga,
lingkungan dimana ia bertumbuh dan berkembang, di sekolah, sampai ketika ia
berkarir. Artinya, rekam jejak dimana ia berkarya atas kemampuan dirinya
sendiri. Bukan karena keturunan. Bagaimana ia bisa menempa dirinya dalam
belajar dan berkarya. Belajar mengasah intelektualitasnya. Belajar mengasah kematangan
emosinya. Belajar mendalami spiritualitasnya. Dan juga, bagaimana empatinya
kepada orang lain. Egoistik ataukah humanis. Serakah ataukah pemurah. Rendah
hati ataukah sombong. Bertutur kata halus ataukah kasar dan menyakitkan orang
lain ketika berbicara. Semua itu memberikan nilai penting bagi seorang calon
pemimpin. Karakter-karakter dasar itu akan menjadi landasan dan jaminan bagi
kita semua. Bagaimana dia akan bersikap dan bertindak menyelesaikan masalah
dalam kepemimpinannya kelak.
Memilih seorang pemimpin jangan hanya
didasarkan pada janji-janji yang diucapkannya saat berkampanye. Termasuk pada
program-program kerja yang kelihatannya bagus dan indah. Tetapi, yang lebih
penting adalah potensi yang dimiliki pemimpin itu dalam menjalankannya. Sebab,
program kerja bisa saja dibuatkan oleh konsultan. Tetapi integritas dan
kemampuan mengeksekusi sang pemimpinlah yang akan menetukan program tersebut
bisa terealisasi dengan baik di lapangan. Bukan hanya pembangunan fisik dan
material yang menyejahterakan, melainkan juga pembangunan mental dan spiritual
yang menentramkan, mendamaikan dan menyelamatkan kehidupan dunia dan akhirat.
Ketika memilih pemimpin, belajarlah untuk
percaya kepada bisikan hati sendiri. Sesuai dengan kepahaman apa adanya tentang
sosok calon pemimpin itu. Tanpa ada unsur kebencian, tanpa adanya keberpihakan.
Tanpa didahului oleh buruk sangka. Tanpa adanya mahar atau politik uang. Pilihannya
murni dari hati dan pikirannya, tanpa ada paksaan dan intimidasi dari siapapun.
Dengan begitu, Insya Allah, itu adalah bisikan yang bersifat ilahiah. Hal itu,
akan lebih baik dan akurat menilai calon pemimpin, apabila bisa melihat rekam
jejak kehidupannya. Baca dan lihatlah sejarah hidupnya. Siapa dia. Siapa
orangtuanya, kakek neneknya, dan orang-orang yang berada di jalur keluarga
besarnya. Kemudian, lihatlah karya-karya yang pernah dibuatnya. Ketika masih bersekolah,
kuliah dan bekerja. Lihat juga karir kepemimpinannya, karir politiknya, dan
berbagai kasus yang pernah ditanganinya atau yang pernah menimpa dirinya.
Kemudian, cermati bagaimana konsistensi sikapnya, keputusannya, dan pro-kontra
pendapat yang muncul di masyarakat. Setelah itu, silahkan memberikan pilihan
kepada calon pemimpin kita yang akan duduk di eksekutif maupun legislatif
nantinya. Sebab, setiap pilihan yang kita lakukan akan kita pertanggungjawabkan
nantinya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Untuk itu, pilihlah dengan
hati nurani dan sesuai dengan rekam jejaknya. Baik dan buruknya pilihan itu,
akan menentukan maju mundur bangsa ini selama lima tahun kedepan. Untuk itu
gunakan hak pilih kita sebaik mungkin. Jangan golput. Pilihan yang baik akan
melahirkan pemimpin yang baik, jujur dan bertanggungjawab. Sehingga bisa
menjadikan bangsa ini menjadi lebih baik, lebih maju, dan lebih sejahtera lagi.
Semoga!
#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 6 April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar