Pada bulan Rajab tahun ini, terjadi sebuah peristiwa
besar yang selalu diperingat dan dikenang oleh umat Islam di seluruh dunia. Peristiwa
itu adalah isra mikraj yang dilakukan Rasulullah Saw ketika Beliau berada di
Mekkah. Isra Mikraj terjadi pada periode akhir kenabian
di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah.
Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi'raj terjadi pada
tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah
al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian,
dan inilah yang popular dirayakan dan diperingati setiap tahunnya oleh umat
Islam, khususnya di Indonesia.
Peristiwa Isra
Mikraj itu dimulai ketika Rasulullah Saw mengalami suatu gangguan yang luar
biasa dari kafir Quraisy pada waktu. Kemudian, ditambah lagi dengan
meninggalnya dua orang yang sangat di cintai beliau. Orang yang menjaga dan
mendukung dakwahnya. Dua orang itu adalah paman beliau, Abu Thalib, dan
isterinya, yakni Siti Khadijah. Dengan meninggalnya dua orang yang sangat di
cintainya itu, maka Rasulullah Saw mengalami kesedihan yang luar biasa.
Sehingga peristiwa itu dinamakan sebagai ‘amul hazn (Tahun duka cita).
Untuk ‘menghibur’ Rasulullah Saw, maka Allah Swt mengisra mikrajkannya mulai
Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha yang berada di Palestina. Kemudian
dilanjutkan naik ke atas langit pertama sampai ke tujuh. Bahkan lebih tinggi
lagi, yakni menembus Sidratul Muntaha, ‘bertemu’ dengan Allah Swt dan menerima
perintah shalat lima waktu. Selain itu, perjalanan Rasulullah Saw dalam isra
mikraj itu juga ingin menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt kepada
hambanya (Lihat Qs.17:1). Allah Swt ingin menunjukkan “kehebatan-Nya” yang
telah menjalankan manusia paling mulia di muka bumi ini melintasi alam semesta
yang sangat luas dan tak bertepi ini hanya dengan waktu kurang dari semalam.
Dalam peristiwa isra mikraj itu, awalnya Allah
Swt menjalankan Nabi-Nya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Dan ketika mikraj,
saat Rasulullah Saw berada di Sidratul Muntaha, Beliau mendapatkan perintah
shalat lima waktu yang wajib dilaksanakan oleh seluruh umat Islam, baik
laki-laki maupun perempuan yang sudah memenuhi syarat. Kalau kita cermati dari
peristiwa isra itu, Rasulullah Saw memulai perjalanannya dari masjid dan
berakhir di masjid juga. Dan peristiwa mikraj, ketika Beliau langsung ‘bertemu’
dengan Allah Swt untuk mendapatkan perintah shalat. Dua hal Ini merupakan suatu
pelajaran yang sangat berharga bagi umat Islam. Sebab, masjid merupakan tempat
ibadah bagi umat Islam. Di masjid itu juga dikerjakan shalat lima waktu secara
berjamaah. Masjid merupakan simbol persatuan dan kesatuan bagi seluruh umat
Islam dimanapun mereka berada. Ketika seseorang memasuki masjid untuk
melaksanakan shalat berjamaah, maka dia harus melepaskan segala atribut
keduniawiannya. Saat beribadah di masjid tidak ada kelas dan jabatan. Di sana
tidak ada yang istemewa. Semuanya sama, tidak ada perbedaan. Semuanya memiliki
niat ingin melaksanakan ibadah menghadap Sang Khalik dengan khusyu.
Ketika melaksanakan shalat berjamaah (baik
Shubuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya), semuanya berdiri berjajar, rata,
rapat dan lurus. Semuanya mengikuti komando dari imam shalat. Tidak ada yang
boleh mendahului atau memperlambat gerakan shalat dari pada imam. Takbir (Allahu
Akbar) merupakan aba-aba dari imam. Ketika takbir sudah terdengar, maka
seluruh jamaah harus mengikutinya. Semuanya harus serasi dan sesuai dengan
aba-aba dari imam itu. Di dalam shalat juga tidak ada tempat khusus bagi seseorang.
Ketika dia terlambat datang ke masjid, maka posisinya bisa saja berada dipaling
belakang barisan (Shaff). Walaupun dia seorang raja atau pejabat tinggi
negara, maupun seorang jenderal atau apapun jabatan duniawinya. Ketika
terlambat, tetap harus berada di belakang barisan. Begitu pula sebaliknya,
ketika dia cepat datang ke masjid, maka dia akan berada di barisan depan,
bahkan bisa berdiri dibelakang imam walaupun dia hanya orang (rakyat) biasa. Begitulah,
pelajaran seseorang ketika berada di masjid ketika shalat berjamaah.
Masjid dan shalat merupakan alat pemersatu umat
Islam. Di masjid tidak ada perbedaan antara pejabat dan bukan pejabat. Tidak
ada yang kaya dan miskin. Tua maupun muda. Laki-laki dan perempuan. Selain itu,
dimasjid juga tidak ada permusuhan, pertikaian, dan pertengkaran. Di masjid
juga tidak boleh membicarakan kejelekan orang lain. Di masjid juga tidak boleh
menyebarkan berita bohong (hoak). Masjid bukan milik perorangan maupun
golongan. Masjid juga bukan tempat untuk berpolitik. Semua umat Islam boleh
menggunakannya. Masjid hanya digunakan untuk menjalankan ibadah, baik wajib
maupun sunnah. Semua kalangan bisa datang ke masjid untuk menunaikan shalat
berjamaah. Segala perbedaan pendapat dan perbedaan pilihan politik tidak akan
menghalangi seseorang menuju masjid. Bahkan, mereka bisa saling bergandengan
dan berjabat tangan ketika bertemu di dalam masjid.
Tahun ini peringatan isra mikraj akan jatuh
pada tanggal 3 April 2019. Hanya hitungan hari saja lagi setelahnya akan
diselenggarakan pesta akbar demokrasi di negeri ini. Pemilihan presiden
(pilpres) dan pemilihan legeslatif akan berlangsung secara bersamaan. Komisi
Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pada hari Rabu, 17 April 2019 sebagai
hari pencoblosan. Pada hari itu, akan ditentukan masa depan kepemimpinan bangsa
Indonesia selama lima tahun ke depan. Saat ini, pemilihan presiden hanya
diikuti oleh dua pasang calon. Dan 16 partai politik peserta pemilihan legislatif.
Kontestasi pemilihan presiden saat ini berlangsung seru. Saling klaim
kemenangan melalui hasil survei terjadi di media elektronik, cetak dan sosial. Saling
menyudutkan, menjatuhkan, fitnah bertebaran di media sosial. Kedua kubu
berlomba-lomba untuk menarik simpati para pemilih. Berbagai macam cara mereka
gunakan untuk meyakinkan mereka. Baik dengan cara yang baik dan juga yang tidak
baik. berita bohong (hoak) hampir saban hari terbaca di media sosial. Oleh
sebab, itu pertentangan, pertikaian dan permusuhan diantara dua kubu ini tidak
terelakkan lagi. Dan hal ini sebagian besar ikut terbawa kedalam kehidupan
sehari-hari. Bisa saja dalam satu rumah tangga memiliki pilihan berbeda,
sehingga tidak menutup kemungkinan hubungan mereka menjadi renggang. Begitu
juga, dalam bertetangga, berteman, bermasyarakat bahkan bernegara bisa menjadi
renggang akibat perbedaan pilihan itu.
Untuk itu, momentum bulan Rajab, dengan
meresapi dan memaknai peristiwa isra mikraj itu. Diharapkan persatuan dan
kesatuan bangsa bisa terwujud. Masjid dan shalat berjamaah merupakan solusi
penyelesaian perbedaan pendapat tersebut. Umat Islam yang sering memakmurkan
masjid dan shalat berjamaah di dalamnya akan terjalin persaudaraan yang erat. Orang
yang suka memakmurkan masjid dengan mengisinya dengan shalat berjamaah,
pengajian, diskusi agama, dan ritual ibadah lainnya akan mendapatkan petunjuk
dari Allah Swt (Qs.9:18). Ukhuwah Islamiyah (Persatuan umat Islam) akan
tercipta dan terwujud dengan sangat baik. Pemimpin yang mau memakmurkan masjid,
maka dia akan mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Kepemimpinannya akan menjadi
baik, berkah dan tentunya mendapat rahmat dari Allah Swt. Karena itu, beda
pilihan merupakan hal yang biasa. Pilihan politik boleh berbeda. Janganlah hal
itu dipertentangkan, apalagi malah menjadi permusuhan. Kita mengharapkan,
pemimpin yang terpilih nantinya bisa ikut memakmurkan masjid. Menjadi pemersatu
bangsa. Bisa membangun bangsa ini lebih baik lagi. Lebih maju disegala aspek
kehidupan. Mampu membawa rakyatnya lebih sejahtera, damai, aman dan Makmur.
Bebas dari permusuhan, korupsi dan tentunya bisa menjadi teladan yang baik bagi
rakyatnya. Semoga!
#Mari Sebarkan
Kebaikan#
Paringin, 27 Maret 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar