MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Minggu, 17 Maret 2019

Memaksa

Memaksa adalah memperlakukan, menyuruh, meminta dengan paksa, yakni mengerjakan sesuatu yang diharuskan walaupun tidak mau dalam melaksanakannya. Memaksa itu biasanya dilakukan oleh yang lebih tinggi secara derajat, jabatan, umur, pangkat, dan sebagainya kepada yang lebih rendah. Paksaan yang dilakukan bertujuan untuk bisa menyelesaikan suatu pekerjaan atau kegiatan. Bisa juga untuk mempercepat pelaksanaannya agar sesuai dengan target yang telah ditentukan. Paksaan juga dilakukan oleh seorang raja kepada rakyatnya. Bisa juga seorang pemimpin kepada bawahannya. Atau orang tua terhadap anaknya, guru kepada muridnya, suami kepada isteri atau sebaliknya, saudara tua kepada adik-adiknya, dan sebagainya. Bentuk paksaan itu pun bermacam-macam, ada yang berupa ancaman, intimidasi, bahkan bisa berupa kekerasan, baik pemukulan maupun penganiayaan. Yang penting tujuan yang diinginkannya tercapai.

Dalam memaksa seseorang supaya menuruti keinginan dan apa yang diperintahkannya. Maka, dia harus memiliki kekuasaan supaya bisa memaksanya. Paksaan yang dilakukannya itu harus mempunyai dasar yang kuat. Sebab, ketika memaksa seseorang tanpa dasar akan terjadi perlawanan. Minimal terjadi argumentasi atau bantahan diantara kedua belah pihak. Dan, jika tidak ada kejelasannya juga, maka akan berdampak kepada hukum yang berlaku. Untuk itu, dalam memaksakan sesuatu itu harus berdasar dan tidak ada kecenderungan pribadi. Semuanya harus berdasarkan aturan yang berlaku. Selama pemaksaan itu jelas dan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka dibolehkan saja. Sebab, terkadang ada ada orang yang suka melalaikan suatu pekerjaan. Ada juga yang sengaja tidak mau mengerjakannya. Padahal itu merupakan pekerjaan dan tanggungjawab yang harus dikerjakan dan diselesaikannya. Berbagai macam perintah dan suruhan sudah dilakukan. Baik dengan cara langsung maupun dengan perantara. Baik secara lisan maupun tulisan. Maka dari itu, sebagai pimpinan dia berhak untuk memaksa agar bisa bekerja sebaik mungkin. Segera menyelesaikan pekerjaannya dan tidak menunda-nunda setiap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Untuk itu, sangat wajar seorang pemimpin menekan bawahannya serta memaksanya agar pekerjaannya tidak terbengkalai. selain itu, paksaan itu juga sebagai bentuk ketegasan seorang pemimpin kepada bawahannya.

Pemaksaan biasanya dilakukan apabila suruhan secara persuasif dan argumentatif sudah dilaksanakan. Paksaan itu merupakan jalan terakhir yang dilakukan oleh seorang pimpinan dan pemegang suatu kekuasaan untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan. Ketika suruhan atau perintah tidak dilaksanakan dan dikerjakan maka pemimpin bisa memaksanya agar apa yang disuruh itu bisa terlaksana dengan baik. Dalam kondisi seperti itu paksaan merupakan sebuah keniscayaan agar semuanya bisa berjalan sesuai dengan harapan dan program yang telah tersusun bisa tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Sebab, keberhasilan suatu pekerjaan atau kegiatan itu apabila dikerjakan dengan baik, terprogram dan terlaksana sesuai dengan target yang telah ditentukan. Perlu kerjasama dan komitmen untuk bisa menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara pimpinan dan bawahannya. Pimpinan memantau dan mengawasi setiap pekerjaan itu agar berjalan dengan baik. disitulah, peran pimpinan itu, ketika pekerjaannya lambat, atau tidak berjalan sebagaimana mestinya bisa untuk memaksa bawahannya itu agar lebih cepat dan berjalan dengan baik.

Allah Swt menyatakan di dalam Al qur’an, bahwa  paksaan itu diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi makhluknya, baik manusia, langit dan bumi maupun alam semesta ini. Terkadang pula, Allah memberikan gambaran bahwa manusia itu terpaksa di dalam melakukan perbuatan ibadah kepada-Nya. Namun, perbuatan yang terpaksa itu tidak akan diterima-Nya. Sebab, perbuatan yang dilakukan dengan keterpaksaan tidak akan bisa ikhlas (tulus). Berkenaan dengan itu, di antaranya Allah Swt menyatakan bahwa semua benda-benda langit dan bumi patuh dan terpaksa kepada-Nya. Firman-Nya “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa." Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati." (Qs.41:11). Dan semua sujud kepada Allah baik yang dilangit maupun yang dibumi, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa. Firman-Nya “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari. (Qs.13:15).

Berkaitan dengan ibadah, Allah Swt menyatakan bahwa nafkah (infaq) itu harus dilakukan dengan ikhlas tanpa ada paksaan. Sebab, nafkah yang dikeluarkan dengan terpaksa tidak akan diterima-Nya. Firman-Nya “Katakanlah: "Nafkahkanlah hartamu, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik.” (Qs.9:53). Di lain ayat disebutkan bahwa “Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.” (Qs.31:24). Begitulah Allah memberikan pelajaran kepada hamba-Nya. Bahwa didunia ini ada yang melaksanakan segala perintah-Nya dengan kemauan sendiri dan ada yang terpaksa serta ada juga yang dipaksa. Allah Swt memiliki kewenangan mutlak untuk memaksa kepada hamba-hambanya untuk taat kepada perintah-Nya. Siapapun orangnya dan apapun jabatan serta status sosialnya dimasyarakat bisa dipaksa-Nya untuk taat terhadap suruhan dan larangan-Nya. Bagi mereka yang ingkar akan mendapatkan azab yang pedih...nauzdubillah...

Selain itu, bagi seseorang yang terpaksa memperbuat suatu pekerjaan yang sebenarnya ditolak oleh hati nuraninya maka itu merupakan suatu yang dibenarkan. Firman-Nya bahwa “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.16:115). Di ayat lain disebutkan bahwa Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (Qs.6:119). Di ayat lain Allah juga menyatakan bahwa “Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs.6:145). Diayat lain, disebutkan “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  (Qs.5:3).

Bagitulah pelajaran yang diberikan Allah Swt. Selain itu, Dia juga menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam, sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Firman-Nya “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs.2:256). Untuk itu Allah menyatakan barang siapa kafir kepada Allah setelah beriman dia mendapat kemurkaan Allah, kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman maka dia tidak berdosa, tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka murka Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar. Firman-Nya “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (Qs.16:106). Dan kepada orang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa dia kedalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Firman-Nya “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (Qs.2:126).

Dengan demikian, memaksa itu merupakan sesuatu yang wajar dilakukan oleh yang lebih tinggi. Akan tetapi dalam memaksa itu jangan sampai orang lain secara terpaksa dalam mengerjakannya. Keterpaksaan dalam mengerjakan sesuatu tidak akan menghasilkan yang baik, justru hasil buruk yang akan didapatkannya. Dalam agama, Allah Swt mengampuni orang yang berbuat secara terpaksa walaupun itu asalnya diharamkan. Apalagi kita sesama manusia, hendaklah ketika memaksa seseorang janganlah keterlaluan dan juga berlebih-lebihan. Sebab, sesuatu yang dilakukan secara berlebih-lebihan akan menimbulkan efek yang negatif. Mungkin, diam au berbuat secara terpaksa akan tetapi hasil yang didapatkan bisa tidak maksimal. Selain itu, janganlah menggunakan kekuasaan dengan sewenag-wenang, sehingga bisa berbuat apa saja sesuai dengan keinginannya. Apalagi dengan paksaan yang berupa kekerasan. Sebab, hal itu akan menimbulkan kezhaliman bagi orang lain. untuk itu, berbuatlah dengan sebaik mungkin. Kalau terpaksa juga melakukan pemaksaan terhadap orang lain, hendaklah dilakukan dengan sebaik mungkin sesuai dengan aturan yang berlaku dan sesuai dengan ajaran agama yang baik. Dengan demikian, maka hubungan sesama manusia dalam berbagai statusnya dimasyarakat bisa berjalan dengan baik dan nyaman. Semoga!!!


 #Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 19 Maret 2019

Tidak ada komentar:

Popular