Memaksa adalah
memperlakukan, menyuruh, meminta dengan paksa, yakni mengerjakan sesuatu yang
diharuskan walaupun tidak mau dalam melaksanakannya. Memaksa itu biasanya
dilakukan oleh yang lebih tinggi secara derajat, jabatan, umur, pangkat, dan
sebagainya kepada yang lebih rendah. Paksaan yang dilakukan bertujuan untuk
bisa menyelesaikan suatu pekerjaan atau kegiatan. Bisa juga untuk mempercepat
pelaksanaannya agar sesuai dengan target yang telah ditentukan. Paksaan juga
dilakukan oleh seorang raja kepada rakyatnya. Bisa juga seorang pemimpin kepada
bawahannya. Atau orang tua terhadap anaknya, guru kepada muridnya, suami kepada
isteri atau sebaliknya, saudara tua kepada adik-adiknya, dan sebagainya. Bentuk
paksaan itu pun bermacam-macam, ada yang berupa ancaman, intimidasi, bahkan
bisa berupa kekerasan, baik pemukulan maupun penganiayaan. Yang penting tujuan
yang diinginkannya tercapai.
Dalam
memaksa seseorang supaya menuruti keinginan dan apa yang diperintahkannya.
Maka, dia harus memiliki kekuasaan supaya bisa memaksanya. Paksaan yang
dilakukannya itu harus mempunyai dasar yang kuat. Sebab, ketika memaksa
seseorang tanpa dasar akan terjadi perlawanan. Minimal terjadi argumentasi atau
bantahan diantara kedua belah pihak. Dan, jika tidak ada kejelasannya juga,
maka akan berdampak kepada hukum yang berlaku. Untuk itu, dalam memaksakan
sesuatu itu harus berdasar dan tidak ada kecenderungan pribadi. Semuanya harus
berdasarkan aturan yang berlaku. Selama pemaksaan itu jelas dan sesuai dengan
aturan yang berlaku, maka dibolehkan saja. Sebab, terkadang ada ada orang yang
suka melalaikan suatu pekerjaan. Ada juga yang sengaja tidak mau
mengerjakannya. Padahal itu merupakan pekerjaan dan tanggungjawab yang harus dikerjakan
dan diselesaikannya. Berbagai macam perintah dan suruhan sudah dilakukan. Baik
dengan cara langsung maupun dengan perantara. Baik secara lisan maupun tulisan.
Maka dari itu, sebagai pimpinan dia berhak untuk memaksa agar bisa bekerja
sebaik mungkin. Segera menyelesaikan pekerjaannya dan tidak menunda-nunda
setiap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Untuk itu, sangat wajar seorang
pemimpin menekan bawahannya serta memaksanya agar pekerjaannya tidak
terbengkalai. selain itu, paksaan itu juga sebagai bentuk ketegasan seorang
pemimpin kepada bawahannya.
Pemaksaan
biasanya dilakukan apabila suruhan secara persuasif dan argumentatif sudah
dilaksanakan. Paksaan itu merupakan jalan terakhir yang dilakukan oleh seorang
pimpinan dan pemegang suatu kekuasaan untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan.
Ketika suruhan atau perintah tidak dilaksanakan dan dikerjakan maka pemimpin
bisa memaksanya agar apa yang disuruh itu bisa terlaksana dengan baik. Dalam
kondisi seperti itu paksaan merupakan sebuah keniscayaan agar semuanya bisa berjalan
sesuai dengan harapan dan program yang telah tersusun bisa tercapai sesuai
dengan target yang telah ditetapkan. Sebab, keberhasilan suatu pekerjaan atau
kegiatan itu apabila dikerjakan dengan baik, terprogram dan terlaksana sesuai
dengan target yang telah ditentukan. Perlu kerjasama dan komitmen untuk bisa
menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara
pimpinan dan bawahannya. Pimpinan memantau dan mengawasi setiap pekerjaan itu
agar berjalan dengan baik. disitulah, peran pimpinan itu, ketika pekerjaannya
lambat, atau tidak berjalan sebagaimana mestinya bisa untuk memaksa bawahannya
itu agar lebih cepat dan berjalan dengan baik.
Allah
Swt menyatakan di dalam Al qur’an, bahwa
paksaan itu diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi makhluknya, baik
manusia, langit dan bumi maupun alam semesta ini. Terkadang pula, Allah
memberikan gambaran bahwa manusia itu terpaksa di dalam melakukan perbuatan ibadah
kepada-Nya. Namun, perbuatan yang terpaksa itu tidak akan diterima-Nya. Sebab,
perbuatan yang dilakukan dengan keterpaksaan tidak akan bisa ikhlas (tulus). Berkenaan
dengan itu, di antaranya Allah Swt menyatakan bahwa semua benda-benda langit dan
bumi patuh dan terpaksa kepada-Nya. Firman-Nya “Kemudian Dia menuju kepada
penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa." Keduanya menjawab:
"Kami datang dengan suka hati." (Qs.41:11). Dan semua sujud
kepada Allah baik yang dilangit maupun yang dibumi, baik dengan kemauan sendiri
maupun terpaksa. Firman-Nya “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa
yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan
sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari. (Qs.13:15).
Berkaitan
dengan ibadah, Allah Swt menyatakan bahwa nafkah (infaq) itu harus dilakukan
dengan ikhlas tanpa ada paksaan. Sebab, nafkah yang dikeluarkan dengan terpaksa
tidak akan diterima-Nya. Firman-Nya “Katakanlah: "Nafkahkanlah
hartamu, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, namun nafkah itu
sekali-kali tidak akan diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah
orang-orang yang fasik.” (Qs.9:53). Di lain ayat disebutkan bahwa “Kami biarkan
mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam
siksa yang keras.” (Qs.31:24). Begitulah Allah memberikan pelajaran
kepada hamba-Nya. Bahwa didunia ini ada yang melaksanakan segala perintah-Nya
dengan kemauan sendiri dan ada yang terpaksa serta ada juga yang dipaksa. Allah
Swt memiliki kewenangan mutlak untuk memaksa kepada hamba-hambanya untuk taat
kepada perintah-Nya. Siapapun orangnya dan apapun jabatan serta status
sosialnya dimasyarakat bisa dipaksa-Nya untuk taat terhadap suruhan dan
larangan-Nya. Bagi mereka yang ingkar akan mendapatkan azab yang
pedih...nauzdubillah...
Selain
itu, bagi seseorang yang terpaksa memperbuat suatu pekerjaan yang sebenarnya
ditolak oleh hati nuraninya maka itu merupakan suatu yang dibenarkan. Firman-Nya
bahwa “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai,
darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah;
tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak
pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
(Qs.16:115). Di ayat lain disebutkan bahwa “Mengapa kamu tidak mau
memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu
apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.
Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan
(orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (Qs.6:119). Di ayat
lain Allah juga menyatakan bahwa “Katakanlah: "Tiadalah
aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan
bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor -
atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang
dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (Qs.6:145). Diayat lain, disebutkan “Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus
asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.5:3).
Bagitulah
pelajaran yang diberikan Allah Swt. Selain itu, Dia juga menyatakan bahwa tidak
ada paksaan dalam menganut agama Islam, sesungguhnya telah jelas perbedaan
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Firman-Nya “Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs.2:256). Untuk itu Allah
menyatakan barang siapa kafir kepada Allah setelah beriman dia mendapat
kemurkaan Allah, kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang
dalam beriman maka dia tidak berdosa, tetapi orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, maka murka Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang
besar. Firman-Nya “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia
beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang
dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),
akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (Qs.16:106).
Dan kepada orang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa
dia kedalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Firman-Nya “Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini,
negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada
penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah
berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara,
kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat
kembali". (Qs.2:126).
Dengan
demikian, memaksa itu merupakan sesuatu yang wajar dilakukan oleh yang lebih
tinggi. Akan tetapi dalam memaksa itu jangan sampai orang lain secara terpaksa
dalam mengerjakannya. Keterpaksaan dalam mengerjakan sesuatu tidak akan
menghasilkan yang baik, justru hasil buruk yang akan didapatkannya. Dalam
agama, Allah Swt mengampuni orang yang berbuat secara terpaksa walaupun itu
asalnya diharamkan. Apalagi kita sesama manusia, hendaklah ketika memaksa
seseorang janganlah keterlaluan dan juga berlebih-lebihan. Sebab, sesuatu yang
dilakukan secara berlebih-lebihan akan menimbulkan efek yang negatif. Mungkin, diam
au berbuat secara terpaksa akan tetapi hasil yang didapatkan bisa tidak maksimal.
Selain itu, janganlah menggunakan kekuasaan dengan sewenag-wenang, sehingga bisa
berbuat apa saja sesuai dengan keinginannya. Apalagi dengan paksaan yang berupa
kekerasan. Sebab, hal itu akan menimbulkan kezhaliman bagi orang lain. untuk
itu, berbuatlah dengan sebaik mungkin. Kalau terpaksa juga melakukan pemaksaan
terhadap orang lain, hendaklah dilakukan dengan sebaik mungkin sesuai dengan
aturan yang berlaku dan sesuai dengan ajaran agama yang baik. Dengan demikian,
maka hubungan sesama manusia dalam berbagai statusnya dimasyarakat bisa
berjalan dengan baik dan nyaman. Semoga!!!
#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 19 Maret 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar