Kebebasan berasal dari bebas. Artinya
adalah lepas sama sekali (tidak terhalang,
terganggu, dan sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dan
sebagainya dengan leluasa). Atau lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan
takut, dan sebagainya). Bisa juga berarti tidak dikenakan (pajak, hukuman, dan
sebagainya); tidak terikat atau terbatas oleh aturan dan sebagainya; merdeka
(tidak dijajah, diperintah, atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau
kekuasaan asing). Dari pengertian kata dasar tersebut, maka kebebasan adalah keadaan
bebas; kemerdekaan atau keleluasaan setiap warga negara untuk melibatkan diri
dalam kegiatan politik (tanpa adanya berbagai paksaan dari pihak masyarakat dan
pemerintah); dan kebebasan mengeluarkan pikiran dan pendapat
melalui media massa. Kebebasan merupakan hak setiap orang. Di dalam sebuah
negara, kebebasan itu di atur di dalam Undang-undang. Walaupun kebebasan itu merupakan
hak setiap orang, akan tetapi tidak serta merta kebebasan itu tanpa aturan,
batasan maupun tanggung jawab. Sebab, setiap orang punya kebebasan yang sama
sekaligus berbeda. Ketika semua orang mau menuntut kebebasan yang
diinginkannya, maka satu sisi akan melanggar kebebasan orang lain. Seperti
contoh, kebebasan mengeluarkan pendapat atau mengkritik orang lain. Artinya,
boleh saja setiap orang mengeluarkan pendapatnya serta mengkritik orang lain
atau sebuah Lembaga. Akan tetapi, orang lain maupun Lembaga itu juga mempunyai
hak untuk juga mengeluarkan pendapat dan kritiknya kepada orang lain. maka
ketika tidak ada aturan, batasan dan rasa tanggung jawab, maka perbedaan
pendapat dan saling kritik tidak bisa dihindari. Bisa saja berubah menjadi
saling serang, fitnah, dan bisa berujung kepada pertengkaran, perkelahian dan
permusuhan.
Untuk itu, setiap
kebebasan yang dimiliki seseorang harus benar-benar disalurkan dengan cara yang
baik. setiap orang bebas mengeluarkan pendapat, kritik, bekerja, makan, minum,
berpolitik, berkreasi, bernyanyi, bermain, dan sebagainya. Akan tetapi semua
itu, harus teratur dan bertanggung jawab. Aturan itu bisa saja tertulis maupun
tidak tertulis. Yang tertulis bisa dari Kitab Suci, undang-undang, maupun
peraturan-peraturan yang disepakati oleh pemerintah maupu masyarakat
dibawahnya. Aturan yang tidak tertulis, bisa berupa adat istiadat atau
kebiasaan yang dilakukan disuatu daerah. Yang mana, adat istiadat itu sudah
turun-temurun diberlakukan oleh masyarakat itu. Dan sangat teguh dipegang oleh
mereka. Sehingga menjadi suatu hukum yang sangat sensitif dan baku dipakai di
daerah itu. Dengan begitu, kebebasan itu tidak dilakukan menjadi kebablasan.
Bebas dengan sebebas-bebas, yakni melanggar serta menabrak aturan yang tertulis
dan tidak tertulis itu. Sehingga membuat orang lain tidak senang, terganggu,
dan tersakiti akibat tingkah polahnya.
Selain taat
terhadap aturan yang tertulis dan tidak tertulis itu. Kebebasan yang dilakukan
harus bertanggung jawab. Artinya, segala akibat dari kebebasan yang
dilakukannya harus berani mempertanggungjawabkannya dihadapan manusia maupun di
hadapan Allah Swt. Sebab, tidak ada kebebasan yang tidak dipertanggungjawabkan.
Ketika seseorang memukul, melukai ataupun menyakiti dengan alasan kebebasan
akan dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Dia bisa saja dibalas dengan
pukulan, melukai dan menyakiti yang sama seperti yang dia lakukan. Bisa juga
dipenjara. Dan secara agama, dia berbuat zhalim, dan akan diberikan azab yang
pedih di akhirat kelak, yakni masuk neraka. Begitulah, kebebasan harus
dijalankan dengan sebaik mungkin. Sesuai dengan aturan yang berlaku serta siap
mempertanggungjawabkannya kelak, di hadapan manusia maupun Allah swt. Dengan
begitu, kebebasan yang dijalankan dalam bidang apapun akan terarah dengan baik,
bertanggung jawab, dan tentunya mendapat berkah dan rahmat dari Allah Swt.
Dalam kehidupan di muka bumi ini Allah Swt
memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat sekehendaknya. Sebab, manusia
diberikannya akal dan kemampuan untuk bisa mengelola dirinya, orang maupun
orang lain. Selain itu, manusia juga mampu ‘menundukkan’ alam. Dengan akal dan
kemampuannya pula, darat, air dan udara bisa dimanfaatkan untuk kepentingannya
dan orang lain. Gunung, hutan, laut dan sungai dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk menunjang kehidupannya di muka bumi ini. Untuk itu, Allah Swt menyatakan
bahwa diciptakannya bumi ini memang untuk manusia. Firman-Nya “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur. (Qs. 7:10). Di ayat lain juga disebutkan bahwa “Yang menjadikan bumi
untuk kamu sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi
untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk. (Qs. 43:10). Allah Swt, juga
menyatakan bahwa bumi diciptakan-Nya dan manusialah yang menjadi pemakmurnya.
Artinya manusia dijadikan sebagai penghuni dunia untuk menguasai dan
memakmurkan dunia ini. Firman-Nya “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka
Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak
ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah)
dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian
bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)." (Qs. 11:61).
Begitulah, Allah Swt telah
memberikan kepada manusia kebebasan untuk menjaga dan mengelola alam ini untuk
kepentingannya. Manusia merupakan Khalifah (pemimpin) yang ditunjuk Allah Swt
untuk mengelola alam ini dengan sebaik-baiknya. Firman-Nya “Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Qs. 2:30). Di ayat lain disebutkan ”Dia-lah
yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.
Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak
lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka. (Qs. 35:39). Dari sini, Allah Swt telah memberikan kekuasaan untuk
mengelola alam ini kepada
manusia. Manusia
merupakan makhluk bumi yang Allah ciptakan dari tanah bumi itu sendiri.
Sehingga sangat wajar kalau Allah Swt menunjuk manusia sebagai ‘Wakilnya’ di
muka bumi ini. Dengan begitu, manusia bisa dengan leluasa mengelolanya dengan
sebaik mungkin, agar tercipta kemakmuran, keadilan, kedamaian, dan ketentraman
di muka bumi ini. Bukan sebaliknya, manusialah yang justru merusak dan menghancurkannya.
Sehingga alam yang indah dan sejuk justru dirusak dengan berbagai kegiatan dan
pekerjaan mereka. Gunung-gunung dikeruk, hutan dibabat habis, sungai dicemari
dan ditutup dengan tanah dan batuan sehingga hilang dan kotor. Limbah pabrik, plastik,
asap knalpot mobil dan kendaraan mengotori udara yang sejuk, sehingga terjadi
polusi udara dimana-mana. Laut penuh dengan sampah, sehingga air laut menjadi
tercemar yang menyebabkan biota laut menjadi rusak dan bahkan mati. Tanah juga dijadikan
tumpukan sampah plastik dan timbunan limbah industri, baik rumah tangga maupun industri
berskala besar. Akibatnya tanah menjadi tidak produktif lagi dan bahkan menjadi
gersang dan mati.
Akibat lainnya, yang
ditimbulkan akibat dari polusi udara, tanah dan air itu adalah udara menjadi
panas, sungai dan laut menjadi kotor dan berbau. Sehingga kalau hujan terjadi
banjir di mana-mana. Tanah longsor (erosi) yang menyebabkan bencana muncul di
mana-mana. Selain itu, gempa bumi dan gunung meletus juga akibat dari kerusakan
yang dilakukan manusia. Allah Swt menyatakan bahwa kerusakan di darat dan di
laut akibat olah tangan manusia sendiri. Firman-Nya “Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). (Qs. 30:41). Padahal Allah Swt melarang dan tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi ini. Bahkan Allah Swt akan
memberikan azab (hukuman) yang sangat berat bagi mereka yang merusak bumi ini. Allah
Swt menyatakan “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. (Qs.28:77). Di ayat lain juga disebutkan bahwa “Dan
janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (Qs.26:183). Allah Swt akan memberikan siksaan di atas
siksaan, yakni siksaan yang berlipat ganda kepada mereka yang membuat kerusakan
di muka bumi ini. Firman-Nya “Orang-orang yang kafir dan
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan
di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.” (Qs.16:88). Selain itu, Allah Swt juga melarang mengikuti
ataupun mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yakni mereka yang
membuat kerusakan dan tidak mau memperbaiki kerusakan itu. Firman-Nya “Dan janganlah
kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan
di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan." (Qs.26:151-152).
Manusia
sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi ini hendaklah menjaga dan mengelola alam
ini sebaik mungkin. Jangan sampai kebebasan (kekuasaan) yang diberikan digunakan
untuk membuat kerusakan. Sebab, itu merupakan penyalahgunaan kewenangan yang
diberikan-Nya. Allah Swt memerintahkan kepada manusia untuk bisa menjaga
keseimbangan alam ini. Agar alam menjadi indah, sejuk, asri, dan hijau. Dengan merusaknya,
maka manusia telah menyalahi amanah yang telah dibebankan kepadanya. Bumi dan
langit adalah amanah yang dititipkan kepada manusia untuk dijaga
sebaik-baiknya. Allah Swt menyatakan bahwa Dia telah memberikan amanah kepada
langit, bumi dan guung. Mereka malah menolaknya karena khawatir
mengkhianatinya. Kemudian ditawarkan kepada manusia dan ia mau menerima amanah
itu. Dengan mau menerima amanah itu, maka manusia disebut Allah sebagai yang
amat zalim dan amat bodoh. Sebab, amanah itu merupakan sesuatu yang sangat
berat. Langit dan bumi yang begitu luas dan besar tidak sanggup memikulnya. Begitu
juga gunung-gunung yang kokoh dan kuat juga tidak sanggup. Justru manusia yang
kecil dan lemah merasa sanggup memikulnya. Firman-Nya “Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanah
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya
enggan untuk memikul amanah
itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,
dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
zalim dan amat bodoh.” (Qs.33:72).
Amanah,
merupakan tanggung jawab yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Tanggung jawab
itu harus ditunaikan dengan sebaik mungkin. Walaupun manusia memiliki tubuh yang
kecil dan lemah. Dia diberikan anugerah yang sangat besar, yakni akal. Dengan akalnya,
manusia mampu menaklukkan langit dan bumi. Bisa memanfaatkan segala potensi
yang dimiliki langit dan bumi itu. Karena itu, ketika akal digunakan untuk kemakmuran
bumi, maka kedamaian, kesejehteraan, kesenangan, kedamaian serta kebahagiaan
akan tercipta dengan baik. begitu pula sebaliknya, ketika akal yang dimilikinya
dia gunakan untuk membuat kerusakan. Maka bencana akan terjadi dimana-mana. Kekeringan,
kelaparan, banjir, erosi, gempa bumi, gunung meletus, pemanasan global dan
sebagainya. Semua itu akan dirasakan tidak hanya oleh manusia. Melainkan seluruh
makhluk yang tinggal di bumi akan ikut merasakan dampaknya. Untuk itu,
kebebasan yang diberikan oleh Allah Swt harus digunakan untuk kemaslahatan orang
banyak. Allah Swt yang menciptakan manusia dari bumi (tanah) dan menjadikan
manusia itu sebagai pemakmurnya. Artinya, keberadaan manusia di muka bumi ini
untuk menjaganya, mengelolanya dan melestarikannya. Firman-Nya “Dan
kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya,
karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (Qs.11:61). Dengan begitu, tugas manusia sebagai khalifah
akan benar-benar terwujud. Dan amanah yang telah diberikan kepada manusia akan
terjaga dengan baik. Semoga!!!
#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 25 Maret 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar