Lihatlah bagaimana beliau begitu tawadhu. Para sahabat bercerita bahwa
Rasul saw kala bersalaman tidak melepakan tangannya hingga orang yang disalami
itu yang melepasnya. Beliau selalu menghadap dengan seluruh tubuhnya. Beliau
tidak memalingkan wajah dari orang lain, sampai orang itu sendiri yang
memalingkan wajah. Beliau selalu duduk di tempat duduk terakhir yang tersisa.
Beliau juga senantiasa riang ceria. Engkau tidak akan menemuinya kecuali dalam
keadaan tersenyum.
Ketika seorang mendatangi Nabi dengan tubuh gemetar (ia mengira sedang
bertemu dengan seorang raja). Melihat hal itu Nabi saw berkata, “Biasa-biasa
saja. Aku bukan raja. Aku hanyalah anak dari seorang wanita yang makan daging
kering di kota Makkah.” (HR. Ibn Majah no 3312)
Nabi lebih dari sekedar pekerja keras, lihatlah ini. Saat perang
Khandak, di antara sahabat Nabi ada yang menggali lubang dan ada yang
memecahkan batu. Menggali lubang dan memecahkan batu adalah pekerjaan yang
relatif lebih bersih. Lalu apa yang dilakukan olehmu wahai Rasulullah? Apakah
beliau hanya mengawasi? Apakah ikut menggali lubang? Ataukah ikut memecahkan
batu?. Ternyata beliau membawa galian yang dalamnya tiga meter di atas
pundaknya. Kata para sahabat, :Demi Allah kami melihat tubuh Rasul saw tertutupi
tanah”
Salah satu pribadinya yang menonjol adalah, Rasulullah tidak rela
dirinya diperlakukan istimewa. Saat dalam perjalanan, Nabi Muhammad saw
menyuruh memasak kambing. Salah seorang berkata, “Aku yang mengulitinya, Yang
lainnya berkata, “Aku yang memasaknya, Nabi pun berkata, “Aku yang mengumpukan
kayu bakar”. Mereka menjawab, “Biar kami saja yang bekerja. Mendengar hal itu,
beliau berkta, “Aku tahu kalian akan melarangku. Tetapi aku tidak suka
diperlakukan istimewa, sebab Allah membenci seorang hamba yang ingin tampak
istimewa di antara sahabatnya.” Nabi pun bangkit dan mengumpulkan kayu bakar.
Tugasnya sebagai pemimpin umat tidak membuatnya kehilangan kepekaannya
terhadap anak-anak. Beliau memang sosok paling penyayang di antara semua
manusia. Ada sebuah cerita. Seorang anak kecil di kota Madinah yang bernama
Umair, ia selalu bermain dengan burung pipit. Nabi saw menamai burung itu
dengan al-nughair (anak burung pipit). Setiap kali melihat Umair, Nabi berkata,
“Wahai Umair, apa yang dilakukan oleh al-nughair?” suatu hari, Nabi melihat
Umair sedang menangis. Beliau pun bertanya, “mengapa engkau menangis wahai
Umair?” “Ya Rasulullah, al-nughair telah mati,” jawab Umair,.
Maka Nabi saw duduk sejenak mengajaknya bermain. Para sahabat yang lewat
melihat Rasulullah saw bermain dengan Umair. Beliau berkata pada mereka,
“al-nughair telah mati, karenanya aku ingin menghibur Umair.” (HR Bukhari 6203)
Simaklah betapa indahnyanya kisah ini. Ketika perang Khaibar telah
berakhir, aku melihat Rasulullah sedang membagikan harta rampasan perang.
Beliau melihat kepada orang-orang dan melihatku. Maka beliau memanggilku,
“Kemari!” aku segera mendatanginya, lalu beliau mengeluarkan sebuah kalung dan
berkata, “Pakailah!” sebetulnya aku hendak mengambilnya dan memakainya sendiri.
Namun beliau menolak, “Tidak biar aku yang memakaikan.’” (HR Imam Ahmad 6/242).
Gadis itu melanjutkan, “beliau mengalungkan sendiri di leherku. Dan
sejak saat itu demi Allah, kalung tersebut tdak pernah berpisah dari leherku.
Bahkan aku telah berpesan agar ia ikut dikubur bersamaku sehingga pada hati
kiamat nanti aku bisa menemui beliau dan berkata, “Kalung itu yang Rasulullah.”
Jika hati kita jernih, pasti kita tersentuh dengan kisah ini.
Yaa Allah, shalawat serta salam kepada beliau sebanyak hembusan nafas
para pengikutnya.
Sampaikan doa dan sapa kami kepada beliau, terangi kami dengan sunnah
beliau, lindungi kami dengan naungan syafa’at beliau, dan pertemukan kami di
surga-Mu dengan beliau. Amiinn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar