MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Rabu, 27 Maret 2019

Isra Mikraj Momentum Persatuan Bangsa

Pada bulan Rajab tahun ini, terjadi sebuah peristiwa besar yang selalu diperingat dan dikenang oleh umat Islam di seluruh dunia. Peristiwa itu adalah isra mikraj yang dilakukan Rasulullah Saw ketika Beliau berada di Mekkah. Isra Mikraj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang popular dirayakan dan diperingati setiap tahunnya oleh umat Islam, khususnya di Indonesia.

Peristiwa Isra Mikraj itu dimulai ketika Rasulullah Saw mengalami suatu gangguan yang luar biasa dari kafir Quraisy pada waktu. Kemudian, ditambah lagi dengan meninggalnya dua orang yang sangat di cintai beliau. Orang yang menjaga dan mendukung dakwahnya. Dua orang itu adalah paman beliau, Abu Thalib, dan isterinya, yakni Siti Khadijah. Dengan meninggalnya dua orang yang sangat di cintainya itu, maka Rasulullah Saw mengalami kesedihan yang luar biasa. Sehingga peristiwa itu dinamakan sebagai ‘amul hazn (Tahun duka cita). Untuk ‘menghibur’ Rasulullah Saw, maka Allah Swt mengisra mikrajkannya mulai Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha yang berada di Palestina. Kemudian dilanjutkan naik ke atas langit pertama sampai ke tujuh. Bahkan lebih tinggi lagi, yakni menembus Sidratul Muntaha, ‘bertemu’ dengan Allah Swt dan menerima perintah shalat lima waktu. Selain itu, perjalanan Rasulullah Saw dalam isra mikraj itu juga ingin menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt kepada hambanya (Lihat Qs.17:1). Allah Swt ingin menunjukkan “kehebatan-Nya” yang telah menjalankan manusia paling mulia di muka bumi ini melintasi alam semesta yang sangat luas dan tak bertepi ini hanya dengan waktu kurang dari semalam.

Dalam peristiwa isra mikraj itu, awalnya Allah Swt menjalankan Nabi-Nya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Dan ketika mikraj, saat Rasulullah Saw berada di Sidratul Muntaha, Beliau mendapatkan perintah shalat lima waktu yang wajib dilaksanakan oleh seluruh umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan yang sudah memenuhi syarat. Kalau kita cermati dari peristiwa isra itu, Rasulullah Saw memulai perjalanannya dari masjid dan berakhir di masjid juga. Dan peristiwa mikraj, ketika Beliau langsung ‘bertemu’ dengan Allah Swt untuk mendapatkan perintah shalat. Dua hal Ini merupakan suatu pelajaran yang sangat berharga bagi umat Islam. Sebab, masjid merupakan tempat ibadah bagi umat Islam. Di masjid itu juga dikerjakan shalat lima waktu secara berjamaah. Masjid merupakan simbol persatuan dan kesatuan bagi seluruh umat Islam dimanapun mereka berada. Ketika seseorang memasuki masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah, maka dia harus melepaskan segala atribut keduniawiannya. Saat beribadah di masjid tidak ada kelas dan jabatan. Di sana tidak ada yang istemewa. Semuanya sama, tidak ada perbedaan. Semuanya memiliki niat ingin melaksanakan ibadah menghadap Sang Khalik dengan khusyu.

Ketika melaksanakan shalat berjamaah (baik Shubuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya), semuanya berdiri berjajar, rata, rapat dan lurus. Semuanya mengikuti komando dari imam shalat. Tidak ada yang boleh mendahului atau memperlambat gerakan shalat dari pada imam. Takbir (Allahu Akbar) merupakan aba-aba dari imam. Ketika takbir sudah terdengar, maka seluruh jamaah harus mengikutinya. Semuanya harus serasi dan sesuai dengan aba-aba dari imam itu. Di dalam shalat juga tidak ada tempat khusus bagi seseorang. Ketika dia terlambat datang ke masjid, maka posisinya bisa saja berada dipaling belakang barisan (Shaff). Walaupun dia seorang raja atau pejabat tinggi negara, maupun seorang jenderal atau apapun jabatan duniawinya. Ketika terlambat, tetap harus berada di belakang barisan. Begitu pula sebaliknya, ketika dia cepat datang ke masjid, maka dia akan berada di barisan depan, bahkan bisa berdiri dibelakang imam walaupun dia hanya orang (rakyat) biasa. Begitulah, pelajaran seseorang ketika berada di masjid ketika shalat berjamaah.

Masjid dan shalat merupakan alat pemersatu umat Islam. Di masjid tidak ada perbedaan antara pejabat dan bukan pejabat. Tidak ada yang kaya dan miskin. Tua maupun muda. Laki-laki dan perempuan. Selain itu, dimasjid juga tidak ada permusuhan, pertikaian, dan pertengkaran. Di masjid juga tidak boleh membicarakan kejelekan orang lain. Di masjid juga tidak boleh menyebarkan berita bohong (hoak). Masjid bukan milik perorangan maupun golongan. Masjid juga bukan tempat untuk berpolitik. Semua umat Islam boleh menggunakannya. Masjid hanya digunakan untuk menjalankan ibadah, baik wajib maupun sunnah. Semua kalangan bisa datang ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah. Segala perbedaan pendapat dan perbedaan pilihan politik tidak akan menghalangi seseorang menuju masjid. Bahkan, mereka bisa saling bergandengan dan berjabat tangan ketika bertemu di dalam masjid.

Tahun ini peringatan isra mikraj akan jatuh pada tanggal 3 April 2019. Hanya hitungan hari saja lagi setelahnya akan diselenggarakan pesta akbar demokrasi di negeri ini. Pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legeslatif akan berlangsung secara bersamaan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pada hari Rabu, 17 April 2019 sebagai hari pencoblosan. Pada hari itu, akan ditentukan masa depan kepemimpinan bangsa Indonesia selama lima tahun ke depan. Saat ini, pemilihan presiden hanya diikuti oleh dua pasang calon. Dan 16 partai politik peserta pemilihan legislatif. Kontestasi pemilihan presiden saat ini berlangsung seru. Saling klaim kemenangan melalui hasil survei terjadi di media elektronik, cetak dan sosial. Saling menyudutkan, menjatuhkan, fitnah bertebaran di media sosial. Kedua kubu berlomba-lomba untuk menarik simpati para pemilih. Berbagai macam cara mereka gunakan untuk meyakinkan mereka. Baik dengan cara yang baik dan juga yang tidak baik. berita bohong (hoak) hampir saban hari terbaca di media sosial. Oleh sebab, itu pertentangan, pertikaian dan permusuhan diantara dua kubu ini tidak terelakkan lagi. Dan hal ini sebagian besar ikut terbawa kedalam kehidupan sehari-hari. Bisa saja dalam satu rumah tangga memiliki pilihan berbeda, sehingga tidak menutup kemungkinan hubungan mereka menjadi renggang. Begitu juga, dalam bertetangga, berteman, bermasyarakat bahkan bernegara bisa menjadi renggang akibat perbedaan pilihan itu.

Untuk itu, momentum bulan Rajab, dengan meresapi dan memaknai peristiwa isra mikraj itu. Diharapkan persatuan dan kesatuan bangsa bisa terwujud. Masjid dan shalat berjamaah merupakan solusi penyelesaian perbedaan pendapat tersebut. Umat Islam yang sering memakmurkan masjid dan shalat berjamaah di dalamnya akan terjalin persaudaraan yang erat. Orang yang suka memakmurkan masjid dengan mengisinya dengan shalat berjamaah, pengajian, diskusi agama, dan ritual ibadah lainnya akan mendapatkan petunjuk dari Allah Swt (Qs.9:18). Ukhuwah Islamiyah (Persatuan umat Islam) akan tercipta dan terwujud dengan sangat baik. Pemimpin yang mau memakmurkan masjid, maka dia akan mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Kepemimpinannya akan menjadi baik, berkah dan tentunya mendapat rahmat dari Allah Swt. Karena itu, beda pilihan merupakan hal yang biasa. Pilihan politik boleh berbeda. Janganlah hal itu dipertentangkan, apalagi malah menjadi permusuhan. Kita mengharapkan, pemimpin yang terpilih nantinya bisa ikut memakmurkan masjid. Menjadi pemersatu bangsa. Bisa membangun bangsa ini lebih baik lagi. Lebih maju disegala aspek kehidupan. Mampu membawa rakyatnya lebih sejahtera, damai, aman dan Makmur. Bebas dari permusuhan, korupsi dan tentunya bisa menjadi teladan yang baik bagi rakyatnya. Semoga!   

#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 27 Maret 2019

Senin, 25 Maret 2019

Kebebasan

Kebebasan berasal dari bebas. Artinya adalah lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa). Atau lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dan sebagainya). Bisa juga berarti tidak dikenakan (pajak, hukuman, dan sebagainya); tidak terikat atau terbatas oleh aturan dan sebagainya; merdeka (tidak dijajah, diperintah, atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing). Dari pengertian kata dasar tersebut, maka kebebasan adalah keadaan bebas; kemerdekaan atau keleluasaan setiap warga negara untuk melibatkan diri dalam kegiatan politik (tanpa adanya berbagai paksaan dari pihak masyarakat dan pemerintah); dan kebebasan mengeluarkan pikiran dan pendapat melalui media massa. Kebebasan merupakan hak setiap orang. Di dalam sebuah negara, kebebasan itu di atur di dalam Undang-undang. Walaupun kebebasan itu merupakan hak setiap orang, akan tetapi tidak serta merta kebebasan itu tanpa aturan, batasan maupun tanggung jawab. Sebab, setiap orang punya kebebasan yang sama sekaligus berbeda. Ketika semua orang mau menuntut kebebasan yang diinginkannya, maka satu sisi akan melanggar kebebasan orang lain. Seperti contoh, kebebasan mengeluarkan pendapat atau mengkritik orang lain. Artinya, boleh saja setiap orang mengeluarkan pendapatnya serta mengkritik orang lain atau sebuah Lembaga. Akan tetapi, orang lain maupun Lembaga itu juga mempunyai hak untuk juga mengeluarkan pendapat dan kritiknya kepada orang lain. maka ketika tidak ada aturan, batasan dan rasa tanggung jawab, maka perbedaan pendapat dan saling kritik tidak bisa dihindari. Bisa saja berubah menjadi saling serang, fitnah, dan bisa berujung kepada pertengkaran, perkelahian dan permusuhan.

Untuk itu, setiap kebebasan yang dimiliki seseorang harus benar-benar disalurkan dengan cara yang baik. setiap orang bebas mengeluarkan pendapat, kritik, bekerja, makan, minum, berpolitik, berkreasi, bernyanyi, bermain, dan sebagainya. Akan tetapi semua itu, harus teratur dan bertanggung jawab. Aturan itu bisa saja tertulis maupun tidak tertulis. Yang tertulis bisa dari Kitab Suci, undang-undang, maupun peraturan-peraturan yang disepakati oleh pemerintah maupu masyarakat dibawahnya. Aturan yang tidak tertulis, bisa berupa adat istiadat atau kebiasaan yang dilakukan disuatu daerah. Yang mana, adat istiadat itu sudah turun-temurun diberlakukan oleh masyarakat itu. Dan sangat teguh dipegang oleh mereka. Sehingga menjadi suatu hukum yang sangat sensitif dan baku dipakai di daerah itu. Dengan begitu, kebebasan itu tidak dilakukan menjadi kebablasan. Bebas dengan sebebas-bebas, yakni melanggar serta menabrak aturan yang tertulis dan tidak tertulis itu. Sehingga membuat orang lain tidak senang, terganggu, dan tersakiti akibat tingkah polahnya.

Selain taat terhadap aturan yang tertulis dan tidak tertulis itu. Kebebasan yang dilakukan harus bertanggung jawab. Artinya, segala akibat dari kebebasan yang dilakukannya harus berani mempertanggungjawabkannya dihadapan manusia maupun di hadapan Allah Swt. Sebab, tidak ada kebebasan yang tidak dipertanggungjawabkan. Ketika seseorang memukul, melukai ataupun menyakiti dengan alasan kebebasan akan dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Dia bisa saja dibalas dengan pukulan, melukai dan menyakiti yang sama seperti yang dia lakukan. Bisa juga dipenjara. Dan secara agama, dia berbuat zhalim, dan akan diberikan azab yang pedih di akhirat kelak, yakni masuk neraka. Begitulah, kebebasan harus dijalankan dengan sebaik mungkin. Sesuai dengan aturan yang berlaku serta siap mempertanggungjawabkannya kelak, di hadapan manusia maupun Allah swt. Dengan begitu, kebebasan yang dijalankan dalam bidang apapun akan terarah dengan baik, bertanggung jawab, dan tentunya mendapat berkah dan rahmat dari Allah Swt.

Dalam kehidupan di muka bumi ini Allah Swt memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat sekehendaknya. Sebab, manusia diberikannya akal dan kemampuan untuk bisa mengelola dirinya, orang maupun orang lain. Selain itu, manusia juga mampu ‘menundukkan’ alam. Dengan akal dan kemampuannya pula, darat, air dan udara bisa dimanfaatkan untuk kepentingannya dan orang lain. Gunung, hutan, laut dan sungai dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menunjang kehidupannya di muka bumi ini. Untuk itu, Allah Swt menyatakan bahwa diciptakannya bumi ini memang untuk manusia. Firman-Nya “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur. (Qs. 7:10). Di ayat lain juga disebutkan bahwa “Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk. (Qs. 43:10). Allah Swt, juga menyatakan bahwa bumi diciptakan-Nya dan manusialah yang menjadi pemakmurnya. Artinya manusia dijadikan sebagai penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia ini. Firman-Nya “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (Qs. 11:61).

Begitulah, Allah Swt telah memberikan kepada manusia kebebasan untuk menjaga dan mengelola alam ini untuk kepentingannya. Manusia merupakan Khalifah (pemimpin) yang ditunjuk Allah Swt untuk mengelola alam ini dengan sebaik-baiknya. Firman-Nya Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Qs. 2:30). Di ayat lain disebutkan Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka. (Qs. 35:39). Dari sini, Allah Swt telah memberikan kekuasaan untuk mengelola alam ini kepada manusia. Manusia merupakan makhluk bumi yang Allah ciptakan dari tanah bumi itu sendiri. Sehingga sangat wajar kalau Allah Swt menunjuk manusia sebagai ‘Wakilnya’ di muka bumi ini. Dengan begitu, manusia bisa dengan leluasa mengelolanya dengan sebaik mungkin, agar tercipta kemakmuran, keadilan, kedamaian, dan ketentraman di muka bumi ini. Bukan sebaliknya, manusialah yang justru merusak dan menghancurkannya. Sehingga alam yang indah dan sejuk justru dirusak dengan berbagai kegiatan dan pekerjaan mereka. Gunung-gunung dikeruk, hutan dibabat habis, sungai dicemari dan ditutup dengan tanah dan batuan sehingga hilang dan kotor. Limbah pabrik, plastik, asap knalpot mobil dan kendaraan mengotori udara yang sejuk, sehingga terjadi polusi udara dimana-mana. Laut penuh dengan sampah, sehingga air laut menjadi tercemar yang menyebabkan biota laut menjadi rusak dan bahkan mati. Tanah juga dijadikan tumpukan sampah plastik dan timbunan limbah industri, baik rumah tangga maupun industri berskala besar. Akibatnya tanah menjadi tidak produktif lagi dan bahkan menjadi gersang dan mati.

Akibat lainnya, yang ditimbulkan akibat dari polusi udara, tanah dan air itu adalah udara menjadi panas, sungai dan laut menjadi kotor dan berbau. Sehingga kalau hujan terjadi banjir di mana-mana. Tanah longsor (erosi) yang menyebabkan bencana muncul di mana-mana. Selain itu, gempa bumi dan gunung meletus juga akibat dari kerusakan yang dilakukan manusia. Allah Swt menyatakan bahwa kerusakan di darat dan di laut akibat olah tangan manusia sendiri. Firman-Nya “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Qs. 30:41). Padahal Allah Swt melarang dan tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi ini. Bahkan Allah Swt akan memberikan azab (hukuman) yang sangat berat bagi mereka yang merusak bumi ini. Allah Swt menyatakan “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Qs.28:77). Di ayat lain juga disebutkan bahwa “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan (Qs.26:183). Allah Swt akan memberikan siksaan di atas siksaan, yakni siksaan yang berlipat ganda kepada mereka yang membuat kerusakan di muka bumi ini. Firman-Nya “Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.” (Qs.16:88). Selain itu, Allah Swt juga melarang mengikuti ataupun mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yakni mereka yang membuat kerusakan dan tidak mau memperbaiki kerusakan itu. Firman-Nya “Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan." (Qs.26:151-152).

Manusia sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi ini hendaklah menjaga dan mengelola alam ini sebaik mungkin. Jangan sampai kebebasan (kekuasaan) yang diberikan digunakan untuk membuat kerusakan. Sebab, itu merupakan penyalahgunaan kewenangan yang diberikan-Nya. Allah Swt memerintahkan kepada manusia untuk bisa menjaga keseimbangan alam ini. Agar alam menjadi indah, sejuk, asri, dan hijau. Dengan merusaknya, maka manusia telah menyalahi amanah yang telah dibebankan kepadanya. Bumi dan langit adalah amanah yang dititipkan kepada manusia untuk dijaga sebaik-baiknya. Allah Swt menyatakan bahwa Dia telah memberikan amanah kepada langit, bumi dan guung. Mereka malah menolaknya karena khawatir mengkhianatinya. Kemudian ditawarkan kepada manusia dan ia mau menerima amanah itu. Dengan mau menerima amanah itu, maka manusia disebut Allah sebagai yang amat zalim dan amat bodoh. Sebab, amanah itu merupakan sesuatu yang sangat berat. Langit dan bumi yang begitu luas dan besar tidak sanggup memikulnya. Begitu juga gunung-gunung yang kokoh dan kuat juga tidak sanggup. Justru manusia yang kecil dan lemah merasa sanggup memikulnya. Firman-Nya “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (Qs.33:72).

Amanah, merupakan tanggung jawab yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Tanggung jawab itu harus ditunaikan dengan sebaik mungkin. Walaupun manusia memiliki tubuh yang kecil dan lemah. Dia diberikan anugerah yang sangat besar, yakni akal. Dengan akalnya, manusia mampu menaklukkan langit dan bumi. Bisa memanfaatkan segala potensi yang dimiliki langit dan bumi itu. Karena itu, ketika akal digunakan untuk kemakmuran bumi, maka kedamaian, kesejehteraan, kesenangan, kedamaian serta kebahagiaan akan tercipta dengan baik. begitu pula sebaliknya, ketika akal yang dimilikinya dia gunakan untuk membuat kerusakan. Maka bencana akan terjadi dimana-mana. Kekeringan, kelaparan, banjir, erosi, gempa bumi, gunung meletus, pemanasan global dan sebagainya. Semua itu akan dirasakan tidak hanya oleh manusia. Melainkan seluruh makhluk yang tinggal di bumi akan ikut merasakan dampaknya. Untuk itu, kebebasan yang diberikan oleh Allah Swt harus digunakan untuk kemaslahatan orang banyak. Allah Swt yang menciptakan manusia dari bumi (tanah) dan menjadikan manusia itu sebagai pemakmurnya. Artinya, keberadaan manusia di muka bumi ini untuk menjaganya, mengelolanya dan melestarikannya. Firman-Nya “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (Qs.11:61). Dengan begitu, tugas manusia sebagai khalifah akan benar-benar terwujud. Dan amanah yang telah diberikan kepada manusia akan terjaga dengan baik. Semoga!!!

#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 25 Maret 2019

Minggu, 17 Maret 2019

Memaksa

Memaksa adalah memperlakukan, menyuruh, meminta dengan paksa, yakni mengerjakan sesuatu yang diharuskan walaupun tidak mau dalam melaksanakannya. Memaksa itu biasanya dilakukan oleh yang lebih tinggi secara derajat, jabatan, umur, pangkat, dan sebagainya kepada yang lebih rendah. Paksaan yang dilakukan bertujuan untuk bisa menyelesaikan suatu pekerjaan atau kegiatan. Bisa juga untuk mempercepat pelaksanaannya agar sesuai dengan target yang telah ditentukan. Paksaan juga dilakukan oleh seorang raja kepada rakyatnya. Bisa juga seorang pemimpin kepada bawahannya. Atau orang tua terhadap anaknya, guru kepada muridnya, suami kepada isteri atau sebaliknya, saudara tua kepada adik-adiknya, dan sebagainya. Bentuk paksaan itu pun bermacam-macam, ada yang berupa ancaman, intimidasi, bahkan bisa berupa kekerasan, baik pemukulan maupun penganiayaan. Yang penting tujuan yang diinginkannya tercapai.

Dalam memaksa seseorang supaya menuruti keinginan dan apa yang diperintahkannya. Maka, dia harus memiliki kekuasaan supaya bisa memaksanya. Paksaan yang dilakukannya itu harus mempunyai dasar yang kuat. Sebab, ketika memaksa seseorang tanpa dasar akan terjadi perlawanan. Minimal terjadi argumentasi atau bantahan diantara kedua belah pihak. Dan, jika tidak ada kejelasannya juga, maka akan berdampak kepada hukum yang berlaku. Untuk itu, dalam memaksakan sesuatu itu harus berdasar dan tidak ada kecenderungan pribadi. Semuanya harus berdasarkan aturan yang berlaku. Selama pemaksaan itu jelas dan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka dibolehkan saja. Sebab, terkadang ada ada orang yang suka melalaikan suatu pekerjaan. Ada juga yang sengaja tidak mau mengerjakannya. Padahal itu merupakan pekerjaan dan tanggungjawab yang harus dikerjakan dan diselesaikannya. Berbagai macam perintah dan suruhan sudah dilakukan. Baik dengan cara langsung maupun dengan perantara. Baik secara lisan maupun tulisan. Maka dari itu, sebagai pimpinan dia berhak untuk memaksa agar bisa bekerja sebaik mungkin. Segera menyelesaikan pekerjaannya dan tidak menunda-nunda setiap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Untuk itu, sangat wajar seorang pemimpin menekan bawahannya serta memaksanya agar pekerjaannya tidak terbengkalai. selain itu, paksaan itu juga sebagai bentuk ketegasan seorang pemimpin kepada bawahannya.

Pemaksaan biasanya dilakukan apabila suruhan secara persuasif dan argumentatif sudah dilaksanakan. Paksaan itu merupakan jalan terakhir yang dilakukan oleh seorang pimpinan dan pemegang suatu kekuasaan untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan. Ketika suruhan atau perintah tidak dilaksanakan dan dikerjakan maka pemimpin bisa memaksanya agar apa yang disuruh itu bisa terlaksana dengan baik. Dalam kondisi seperti itu paksaan merupakan sebuah keniscayaan agar semuanya bisa berjalan sesuai dengan harapan dan program yang telah tersusun bisa tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Sebab, keberhasilan suatu pekerjaan atau kegiatan itu apabila dikerjakan dengan baik, terprogram dan terlaksana sesuai dengan target yang telah ditentukan. Perlu kerjasama dan komitmen untuk bisa menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara pimpinan dan bawahannya. Pimpinan memantau dan mengawasi setiap pekerjaan itu agar berjalan dengan baik. disitulah, peran pimpinan itu, ketika pekerjaannya lambat, atau tidak berjalan sebagaimana mestinya bisa untuk memaksa bawahannya itu agar lebih cepat dan berjalan dengan baik.

Allah Swt menyatakan di dalam Al qur’an, bahwa  paksaan itu diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi makhluknya, baik manusia, langit dan bumi maupun alam semesta ini. Terkadang pula, Allah memberikan gambaran bahwa manusia itu terpaksa di dalam melakukan perbuatan ibadah kepada-Nya. Namun, perbuatan yang terpaksa itu tidak akan diterima-Nya. Sebab, perbuatan yang dilakukan dengan keterpaksaan tidak akan bisa ikhlas (tulus). Berkenaan dengan itu, di antaranya Allah Swt menyatakan bahwa semua benda-benda langit dan bumi patuh dan terpaksa kepada-Nya. Firman-Nya “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa." Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati." (Qs.41:11). Dan semua sujud kepada Allah baik yang dilangit maupun yang dibumi, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa. Firman-Nya “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari. (Qs.13:15).

Berkaitan dengan ibadah, Allah Swt menyatakan bahwa nafkah (infaq) itu harus dilakukan dengan ikhlas tanpa ada paksaan. Sebab, nafkah yang dikeluarkan dengan terpaksa tidak akan diterima-Nya. Firman-Nya “Katakanlah: "Nafkahkanlah hartamu, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik.” (Qs.9:53). Di lain ayat disebutkan bahwa “Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.” (Qs.31:24). Begitulah Allah memberikan pelajaran kepada hamba-Nya. Bahwa didunia ini ada yang melaksanakan segala perintah-Nya dengan kemauan sendiri dan ada yang terpaksa serta ada juga yang dipaksa. Allah Swt memiliki kewenangan mutlak untuk memaksa kepada hamba-hambanya untuk taat kepada perintah-Nya. Siapapun orangnya dan apapun jabatan serta status sosialnya dimasyarakat bisa dipaksa-Nya untuk taat terhadap suruhan dan larangan-Nya. Bagi mereka yang ingkar akan mendapatkan azab yang pedih...nauzdubillah...

Selain itu, bagi seseorang yang terpaksa memperbuat suatu pekerjaan yang sebenarnya ditolak oleh hati nuraninya maka itu merupakan suatu yang dibenarkan. Firman-Nya bahwa “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.16:115). Di ayat lain disebutkan bahwa Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (Qs.6:119). Di ayat lain Allah juga menyatakan bahwa “Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs.6:145). Diayat lain, disebutkan “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  (Qs.5:3).

Bagitulah pelajaran yang diberikan Allah Swt. Selain itu, Dia juga menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam, sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Firman-Nya “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs.2:256). Untuk itu Allah menyatakan barang siapa kafir kepada Allah setelah beriman dia mendapat kemurkaan Allah, kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman maka dia tidak berdosa, tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka murka Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar. Firman-Nya “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (Qs.16:106). Dan kepada orang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa dia kedalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Firman-Nya “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (Qs.2:126).

Dengan demikian, memaksa itu merupakan sesuatu yang wajar dilakukan oleh yang lebih tinggi. Akan tetapi dalam memaksa itu jangan sampai orang lain secara terpaksa dalam mengerjakannya. Keterpaksaan dalam mengerjakan sesuatu tidak akan menghasilkan yang baik, justru hasil buruk yang akan didapatkannya. Dalam agama, Allah Swt mengampuni orang yang berbuat secara terpaksa walaupun itu asalnya diharamkan. Apalagi kita sesama manusia, hendaklah ketika memaksa seseorang janganlah keterlaluan dan juga berlebih-lebihan. Sebab, sesuatu yang dilakukan secara berlebih-lebihan akan menimbulkan efek yang negatif. Mungkin, diam au berbuat secara terpaksa akan tetapi hasil yang didapatkan bisa tidak maksimal. Selain itu, janganlah menggunakan kekuasaan dengan sewenag-wenang, sehingga bisa berbuat apa saja sesuai dengan keinginannya. Apalagi dengan paksaan yang berupa kekerasan. Sebab, hal itu akan menimbulkan kezhaliman bagi orang lain. untuk itu, berbuatlah dengan sebaik mungkin. Kalau terpaksa juga melakukan pemaksaan terhadap orang lain, hendaklah dilakukan dengan sebaik mungkin sesuai dengan aturan yang berlaku dan sesuai dengan ajaran agama yang baik. Dengan demikian, maka hubungan sesama manusia dalam berbagai statusnya dimasyarakat bisa berjalan dengan baik dan nyaman. Semoga!!!


 #Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 19 Maret 2019

Sabtu, 16 Maret 2019

Pengalaman

Pengalaman adalah mengalami, merasai (menjalani, menanggung) suatu peristiwa dan sebagainya. Bisa juga berarti yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dan sebagainya). Peristiwa atau kejadian yang telah dialami, dijalani atau dilalui merupakan pengalaman. Artinya, setiap peristiwa atau kejadian yang telah terjadi atau dilalui oleh setiap orang merupakan pengalaman. Setiap hari, berbagai macam peristiwa yang terjadi. Bisa kita sendiri yang merasakannya maupun orang lain. Peristiwa itu bisa terjadi disekitar kita maupun diluar kita. Bahkan bisa lebih jauh dari jangkauan panca indera seseorang. Sebab, kejadian itu terjadi diluar negeri yang hanya bisa dibaca ataupun dilihat melalui media massa dan elektronik, maupun melalui media sosial dengan mengaksesnya melaui internet. Semua itu, merupakan pengalaman yang dirasakan dan bisa dilihat oleh setiap orang. Akan tetapi, Namanya pengalaman itu, selain dijalani, dialami dan dilalui. Bisa juga sesuatu yang diketahui merupakan sebuah pengalaman juga. Artinya, ilmu pengetahuan yang dimilikinya dari berbagai sumber, baik tertulis maupun yang tidak tertulis merupakan pengalaman yang dirasakan dan dimilikinya.

Pengalaman yang dialami atau dijalani setiap orang itu berbeda-beda. Ada yang baik, ada juga yang buruk. Ada yang manis, ada juga yang pahit. Ada yang berharga, ada juga yang tidak berharga bahkan menjadi sampah, dan sebagainya. Semua itu merupakan jalan hidup yang dirasakan setiap orang. Pengalaman yang baik, bisa berdampak baik kedepannya. Bisa juga sebaliknya. Justru pengalaman baik berbuah keburukan kedepannya. Begitu juga, dengan pahit getirnya kehidupan yang dirasakan dan dijalaninya. Hal itu, bisa saja berubah setiap saatnya menjadi manis, dan penuh dengan kesenangan dan kebahagiaan nantinya. Semua itu, merupakan pengalaman hidup yang menjadi pelajaran berharga untuk bisa membangun kehidupan kedepannya yang lebih baik lagi kelak. Setiap pengalaman yang dirasakan, baik dan buruk, manis dan pahit, merupakan sesuatu yang biasa dirasakan oleh setiap orang. Selain para Nabi dan Rasul. Di dunia ini tidak ada manusia yang dalam hidupnya itu baik terus. Senang terus. Bahagia terus dan sebagainya. Setiap saat, pasti ada saja yang tidak baik, tidak senang, sedih, dan mungkin pernah bernasib tragis atau menderita. Bagi mereka yang bisa mengambil hikmah atau pelajaran dari semua peristiwa itu, maka itu merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga bagi dirinya. Dengan mengambil pelajaran dari pengalaman itu, maka dia bisa berbuat atau merencanakan kehidupan yang lebih baik lagi kedepannya. Sebab, semua manusia pada dasarnya menginginkan kesenangan, kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan. Tidak ada satupun dari manusia itu yang mau hidupnya susah, melarat, menderita, dan sengsara. Oleh sebab itu, setiap pengalaman yang dimiliki dan dirasakannya sejak dulu maupun yang sekarang merupakan sebuah pondasi untuk berbuat yang terbaik kedepannya.

Dalam kehidupan di dunia ini, manusia akan merasakan tiga masa yang dijalani. Yaitu,  masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Masa lalu adalah sejarah atau pengalaman. Masa sekarang adalah kenyataan. Dan masa yang akan datang adalah harapan, cita-cita maupun angan-angan yang akan dicapai. Masa lalu merupakan sejarah atau pengalaman yang dijadikan sebuah pelajaran yang sangat berharga untuk bisa berbuat yang terbaik dimasa depan. Masa sekarang ini merupakan kenyataan yang kita hadapi sebagai langkah untuk membuat program perbaikan yang lebih baik. Masa depan akan kita rasakan kebaikannya dengan perencanaan yang baik di masa sekarang ini. Untuk itu, tidak ada manusia yang lari maupun menghapus tiga tahapan masa ini. Setiap orang akan menjalaninya. Kebaikan dan keburukan di masa depan sangat bergantung kepada masa lalu dan masa sekarang. Bagi mereka yang tidak bisa mengambil pelajaran dari masa lalu dan tidak bisa memprogram kebaikan ke masa depan. Maka hidupnya akan gagal. Hidupnya akan sengsara. Dan bahkan bisa menderita. Tidak hanya di dunia, bahkan bisa berlanjut di akhirat.

Di dalam Al qur’an, Allah Swt menyatakan bahwa mereka yang mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa atau kejadian akan mendapatkan petunjuk-Nya. Firman-Nya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Qs. 16:125). Di ayat lain disebutkan bahwa mereka yang diberikan hikmah oleh Allah Swt akan dianugerahi karunia yang banyak. Sebab hanya orang yang bisa menggunakan akalnya-lah yang dapat mengambil pelajaran dari setiap pengalaman yang dilaluinya. Firman-Nya “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (Qs. 2:269).

Di dalam Al qur’an, Allah Swt telah menceritakan tentang kisah-kisah masa lalu. Kisah-kisah itu ada yang berupa kebaikan dan ada juga berupa keburukan. Bahkan ada yang berupa azab yang diberikan Allah Swt kepada suatu bangsa yang telah menentang perintah-Nya dengan menolak, menghina bahkan mau membunuh utusan-Nya, yakni Nabi dan Rasul. Semua itu dikisahkan di dalam Al qur’an sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi umat setelahnya. Diantara yang dikisahkan itu adalah tentang kekejaman dan kesombongan Fir’aun, Kaum Nabi Nuh yang telah mendustakan Rasul-Nya. Allah Swt berfirman “Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian” (Qs. 43:54-56). Di ayat lain disebutkan bahwa “Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran” (Qs. 7:130).

Kisah Nabi Nuh dengan kaumnya juga diceritakan di dalam Al qur’an, yaitu “Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih; (Qs. 25:37). Diayat lain juga disebutkan bahwa “Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia (Qs. 29:15). Dan masih banyak lagi cerita atau kisah di dalam Al qur’an tentang suatu kaum atau bangsa yang dibinasakan oleh Allah Swt. Hal ini telah dinyatakan Allah Swt bahwa “Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? (Qs. 54:51). Di ayat lain juga disebutkan bahwa “Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” (Qs. 2:66).

Al-qur’an sudah sangat jelas memberikan pelajaran dengan membeberkan kisah-kisah masa lalu. Tujuannya tidak lain adalah memberikan pengajaran bagi mereka yang menggunakan akalnya. Dengan begitu, maka dia akan diberikan petunjuk dan rahmat untuk bisa berbuat yang lebih baik lagi sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah Swt kepada manusia sesuai dengan keimanannya. Firman-Nya “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Di ayat lain juga disebutkan bahwa semua kisah para Rasul yang diceritakan di dalam Al qur’an kepada manusia bertujuan untuk meneguhkan hati orang yang beriman. Selain itu, juga sebagai bukti kebenaran ajaran yang disampaikanya dan sebagai pengajaran serta peringatan bagi orang-orang yang beriman. Firman-Nya “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (Qs. 11:120). Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Qs. 12:111). Dengan begitu, maka kisa-kisah itu merupakan pengajaran bagi mereka yang menggunakan akalnya. Sebab, dengan akalnya itu dia bisa menemukan kebenaran dari setiap peristiwa atau pengalaman yang sedang atau sudah dialaminya. Dengan akalnya, dia bisa menemukan solusi yang tepat agar pengalamannya itu bisa menjadi pijakan untuk memprogram langkahnya kedepan agar menjadi lebih baik lagi. Oleh sebab itu, masa lalu dan masa sekarang tidak akan bisa dipisahkan untuk mencapai sukses yang akan datang.

Untuk mendapatkan semua itu, Allah Swt telah mengajarkan kepada kita agar menyuruh berlaku adil dan berbuat kebaikan. Kemudian suka memberi kepada kaum kerabat atau keluarga dekat kita. Allah Swt juga melarang umat manusia untuk melakukan perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan kepada sesamanya. Dari situlah, kalau kita mampu melakukan semuanya maka Allah Swt akan memberi pengajaran kepada siapapun agar dapat mengambil pelajaran dari setiap perbuatan yang dia lakukan. Firman-Nya “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (Qs. 16:90). Dengan begitu, maka setiap pengalaman yang telah dilalui dan dijalani akan terarah dengan baik untuk menuju kepada kebaikan dan kesuksesan yang akan datang. Allah Swt telah memberikan pengajaran kepada manusia, agar selalu berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun dia berada. Sebab, dengan perbuatan baik itu akan memberikan sebuah kesan yang baik. pengalaman yang munculpun akan baik. Sehingga balasan yang didapatkan dari kebaikan itu adalah kebaikan pula. Untuk itu, setiap kehidupan ini harus senantiasa kita isi dengan kebaikan. Dengan begitu, pengalaman yang muncul dibenaknya dan dibenak orang lain adalah kebaikan. Setelah itu, dia programkan lagi untuk kebaikan di masa yang akan datang. Maka hal itu akan menciptakan kebaikan dimana-mana dan Allah Swt akan selalu Bersama dengan orang yang senantiasa berniat baik, apalagi mampu melaksanakan kebaikan itu setiap saat. Hal ini telah dinyatakan Allah Swt di dalam Al qur’an. Firman-Nya “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” (Qs. 55:60). Di ayat lain disebutkan bahwa “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (Qs. 16:128). Untuk memperoleh kebaikan itu, hendaklah dengan bersabar. Sebab Allah Swt tidak akan pernah menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan dengan sabar. Firman-Nya “Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan” (Qs. 11:115). Dengan demikian, pengalaman yang baik maupun buruk, harus dijadikan pelajaran sebagai pijakan untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Tentunya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula disertai dengan kesabaran dalam menjalaninya. Semoga!!!.


#Mari Sebarkan Kebaikan#
Banjarbaru Q-Mall (Hotel Dafam), 16 Maret 2019

Rabu, 13 Maret 2019

Kenyataan

Kenyataan berasal dari kata nyata. Artinya adalah terang (kelihatan, kedengaran, dan sebagainya), jelas sekali, kentara, benar-benar ada, berwujud dan terbukti. Kenyataan merupakan sesuat yang sudah terang benderang, benar, jelas dan terbukti. Artinya setiap peristiwa atau kejadian yang benar, jelas, dan terbukti merupakan kenyataan. Setiap peristiwa yang sudah jelas dan terbukti merupakan sebuah kenyataan yang harus diterima. Artinya, kenyataan yang diterima itu harus benar-benar dari lubuk hati yang paling dalam. Sebab, kenyataan itu tidak bisa di tolak dan di bantah-bantah lagi. Semuanya jelas, terang benderang dan terbukti. Tinggal, bagaimana seseorang menghadapi setiap kenyataan yang diterimanya. Dan juga, bagaimana menyikapinya, agar setiap kenyataan hidup yang didapat dan diterimanya bisa mendatangkan keberuntungan, kesuksesan, kedamaian, ketentraman dan ketenangan. serta membawa keberkahan bagi kehidupannya saat dia menerima kenyataan itu, maupun untuk kehidupan yang akan datang setelah dia menerima kenyataan itu.

Kenyataan hidup yang diterima setiap orang itu berbagai macam. Ada yang sama dan ada juga yang beda. Kadang kenyataan yang diterimanya itu baik, kadangkala buruk. Kadang berupa keberuntungan, dan kadangkala berupa kerugian. Bisa kesenangan, dan bisa juga kesedihan. Bisa berupa kemewahan, tapi bisa juga kemiskinan. Bisa kebahagiaan, bisa juga penderitaan. Bisa kecerdasan, bisa juga kebodohan. Bisa ketampanan, kecantikan, dan bentuk fisik yang ideal lainnya, tetapi kadang juga bisa kejelekan, buruk rupa, gendut, kurus keremping, dan sebagainya. Setiap sesuatu yang diterima oleh seseorang ketika itu jelas dan terbukti, maka itulah kenyataan yang diterimanya. Dia harus bisa menerima kenyataan itu apa adanya. Kalau kenyataan itu berupa sesuatu yang baik, baik berupa keberuntungan, kemewahan, kebahagiaan, kecerdasan, fisik yang bagus dan sebagainya, maka itu harus disyukuri. Begitu pula, apabila dia menerima kenyataan hidupnya yang buruk, baik berupa kerugian, kemiskinan, penderitaan, kebodohan, kejelekan dan sebagainya, maka dia pun juga harus bisa mensyukurinya. Firman Allah Swt, “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (Qs.76:3). “Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia."(Qs. 27:40). “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Qs. 31:12).

Dalam ayat di atas, Allah Swt menyatakan bahwa Dia-lah yang menunjukkan jalan yang lurus. Akan tetapi ada yang mau bersyukur dan ada pula yang mengingkarinya. Allah menyatakan bahwa barangsiapa yang bersyukur, maka dia telah bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan jika mereka mengingkarinya, maka Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Artinya, Allah tidak membutuhkan rasa simpati dan empati manusia. Justru manusia itulah yang harus bersimpati dan berempati kepada-Nya. Yang perlu itu siapa? Allah tidak memerlukan manusia. Manusia lah yang sangat memerlukan Allah Swt. Dia-lah yang memberikan apapun kepada manusia. Bahkan, tidak dimintapun Allah sudah memberikannya. Makanya, sangatlah wajar kalau kita selalu bersyukur dengan segala pemberian yang diberikan Allah Swt. Dia Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta ini. Manusia tinggal di salah satu planetnya, yaitu bumi. Padahal planet bumi merupakan salah satu dari miliaran benda angkasa yang berseleweran di alam semesta ini. Untuk itu, tidak ada alasan untuk manusia tidak bersyukur dengan pemberian Allah Swt. Justru dengan bersyukur itu, maka Allah Swt akan menambah nikmatnya.  Begitu juga sebaliknya, apabila manusia mengingkarinya, maka azab yang pedihlah yang akan Allah swt berikan kepadanya. Firman-Nya “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Qs.14:7).

Banyak orang yang bisa menerima kenyataan hidup yang diterimanya. Akan tetapi, lebih banyak lagi yang tidak sanggup menerimanya. Kenyataan hidup yang diterima dan dijalaninya saat ini begitu berat. Dia merasa hidup yang dijalaninya penuh dengan penderitaan, kesedihan dan keburukan. Hidup melarat, miskin, bodoh, serta serba kekurangan menyebabkan mereka berputus asa. Dengan begitu, sangat sedikit dari manusia yang mau bersyukur terhadap pemberian Allah Swt. Firman-Nya,  “Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur. (Qs. 23:78). Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati."(Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (Qs. 67:23). Segala kenikmatan dan penderitaan hidup yang diterima setiap manusia merupakan pemberian Allah Swt. Semua itu merupakan ujian dan cobaan yang diberikan-Nya kepada manusia. Jika manusia bisa menerima pembelajaran dari setiap kenikmatan dan penderitaan itu, maka dia merupakan manusia yang bisa bersyukur kepada Sang Penciptannya. Orang yang seperti itu akan mendapatkan petunjuk dari Allah kepada jalan yang lurus. Hidupnya akan mudah menerima kebaikan dan kebenaran dari siapa dan apapun. Karena kebaikan dan kebenaran itu merupakan petunjuk yang diberikan-Nya kepada manusia dengan berbagai macam jalan, agar bisa ditangkap dan diambil oleh manusia yang bersyukur itu. Selain itu, Allah Swt juga menyatakan bahwa orang yang suka bersyukur termasuk golongan orang-orang yang saleh di akhirat kelak. Allah Swt berfirman “(lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh (Qs. 16:12-122).

Untuk itu, berusahalah menerima setiap kenyataan hidup yang kita terima. Senang dan bahagia merupakan sebuah anugerah dari-Nya. Akan tetapi bisa juga sebagai ujian dan cobaan dari-Nya. Firman-Nya “Dan aku tiada mengetahui, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai kepada suatu waktu” (Qs.21:111). Ketika seseorang merasakan hidup dengan penuh kesenangan dan kebahagiaan. Bisa menjadi lupa diri dan cenderung mengingkari semua pemberian itu. Hidupnya hanya untuk bersenang-senang saja, sambil menikmati keindahan dan kesenangan dunia ini. Dia lupa akan ‘keberadaan’ Allah Swt di sekitar dan di dalam hidupnya. Padahal kesenangan dan kebahagian itu hanya sementara. Firman Allah Swt “Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal (Qs.40:39). Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja." (Qs.33:16). (Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka (Qs.10:70). Kesenangan yang dirasakan seseorang pada saat ini bisa saja suatu saat dicabut dan diambil oleh Allah Swt. Hal itu mudah dan gampang saja bagi-Nya. Dia yang memberi dan Dia juga yang akan mengambilnya. Untuk itu, kenyataan hidup berupa kesenangan dan kebahagiaan itu harus digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Kekayaan, kehormatan dan jabatan tinggi, kekuasaan, dan kemewahan yang dimiliki serta dinikmati saat ini merupakan sebuah kenyataan yang seharusnya digunakan untuk kebaikan orang banyak. Janganlah hal itu digunakan untuk kejahatan dan kesenangan hawa nafsu semata. Sebab, kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban semua itu. Ketika kesenangan, kemewahan, dan kebahagiaan dunia itu dipergunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan orang, maka dia akan mendapatkan ganjaran pahala yang baik. Dan kelak akan mendapatkan surga-Nya. Firman-Nya “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (Qs.3:14).

Selain kesenangan, sepahit atau segetir apapun kehidupan yang dijalaninya. Tetaplah tegar dan kuat dalam menghadapinya. Semua itu merupakan kenyataan hidup yang sedang dijalaninya saat ini. Yakin, bahwa Allah Swt akan memberikan kemudahan dan kelancaran dalam menjalaninya. Allah Swt memerintah kepada hamba-Nya yang beriman, apabila mengalami kesempitan dan penderitaan hidup untuk bisa bersabar. Firman-Nya “(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.  (Qs. 22:35). Di ayat lain Allah menyatakan bahwa “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa (Qs.2:177). Allah Swt juga menyatakan bahwa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan merupakan suatu cobaan yang diberikan-Nya kepada manusia. Untuk itu bersabarlah terhadap semua pemberian Allah tersebut. Sebab, semua itu merupakan kenyataan hidup yang diberikannya kepada seseorang. Dengan bersabar maka Allah akan memberikan kabar berita gembira kepadanya balasan surga diakhirat kelak. Firman-Nya “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Qs.2:155). Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Qs.16:96).

Sabar dan shalat merupakan penolong bagi hamba-Nya yang beriman. Sebab, Allah Swt akan selalu Bersama dengan yang selalu sabar di dalam hidupnya. Firman-Nya “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu' (Qs.2:45). Di ayat lain juga disebutkan “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (Qs.2:153). Sabar dalam menjalani hidup ini merupakan kunci untuk meraih kebahagiaan. Dengan memiliki kesabaran yang tinggi, maka kesempitan dan kesusahan hidup yang dijalaninya saat ini akan terasa nyaman, nikmat dan menyenangkan. Sehingga dia bisa menerima dan menjalani setiap kenyataan hidupnya dengan penuh damai dan bahagia. Semoga!!!

#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 13 Maret 2019

Sabtu, 09 Maret 2019

Haul Abah Guru Sekumpul Ke-14

Hari ini, Sabtu 9 Maret 2019, saya berangkat ke sekumpul Martapura. Tujuannya adalah untuk menghadiri haul ke-14 Abah Guru Sekumpul. Saya berangkat sekitar jam 09.00 Wita dari rumah, tepatnya di Paringin Kab. Balangan. Alhamdulillah sampai di Sekumpul sekitar jam 17.00 Wita.

Kalau dilihat dari jam keberangkatan sampai tiba di Sekumpul, jam 17.00 Wita itu merupakan waktu yang cukup lama dihitung dari Paringin. Kira-kira sekitar 8 jam perjalanan. Padahal saya naik sepeda motor dari rumah menuju Sekumpul. Dan, saya tidak bisa membayangkan jam berapa atau berapa jam kawan-kawan dari daerah sekitar Paringin yang berangkat pakai mobil dengan jam yang sama atau pun lebih dulu atau lebih lambat lagi dari jam 09.00 wita itu. Saya sengaja tidak memakai mobil sendiri dengan alasan bahwa naik sepeda motor lebih cepat, bisa menerobos kemacetan dan bisa singgah serta istirahat dimana saja saya mau. Ternyata pikiran itu melesit.

Sepanjang jalan yang saya lalui, dari Paringin sampai Sekumpul ternyata sangat ramai dan padat sekali. Macet dimana-mana tidak bisa dihindari. Inilah yang menyebabkan perjalanan naik sepeda motor sekitar 8 jam. Padahal, kalau dalam waktu normal paling lama 5 jam sudah bisa tembus jalur Paringin-Sekumpul Martapura. Sebenarnya saya tidak terlalu mempermasalahkan berapa jam tiba di Sekumpul. Yang penting bisa sampai di Sekumpul sebelum maghrib agar bisa ikut melaksanakan peribadatan dan bertahlil untuk Abah Guru Sekumpul bersama dengan jamaah haul yang lainnya.

Dalam perjalan itu, ada sesuatu yang membuat hati dan pikiran ini menjadi bersemangat untuk sampai di Sekumpul. Selain itu, juga muncul perasaan haru, bangga serta haru dan bangga iu jadi satu yang campur aduk. Hal itu saya alami sepanjang jalan dari Paringin-Sekumpul. Diperjalanan, banyak sekali ditemukan Rest Area. Itu merupakan tempat untuk beristirahan bagi jamaah haul yang merasa letih, lesu, mengantuk serta melepaskan rasa penat dan keram ditubuh selama dalam perjalanan. Di rest area itu juga disuguhkan makanan dan minuman gratis. Sekali lagi GRATIS. Berbagai macam menu makanan serta jenis minuman disuguhkan. Selain itu, mereka yang mengajak untuk singgah dipinggir jalan dan mereka yang melayani jamaah haul dengan sangat baik, lembut dan ramah.

Tidak hanya makanan dan minuman gratis yang diberikan masyarakat. Ada juga tambal ban gratis, servis mobil dan sepeda motor gratis. Ada juga toilet (WC) dan kamar mandi gratis. Dan banyak lagi yang diberikan masyarakat disepanjang jalan menuju sekumpul. Mereka memberikan itu dengan suka rela, ikhlas dan tulus semata-mata melayani jamaah haul. Tidak pernah, ada momen seperti itu sepanjang tahun. Ini hanya terjadi setahun sekali, yakni pada acara haulan Abah Guru Sekumpul. Orang yang berhadir pun jumlahnya ratusan ribu, bahkan ada yang mengatakan jutaan. Wallahu a'lam...

Subhanallah, ini merupakan sesuatu yang luar biasa. Manusia sebanyak itu hanya mau menghadiri haulan. Padahal banyak haulan-haulan yang diperingati di daerah kita. Baik itu para ulama, habaib, orang tua, dan sebagainya. Tapi tidak ada yang sampai ratusan ribu atau jutaan yang menghadirinya. Paling banyak puluhan ribu, seperti haulan Datu Kalampayan (Syech Muhammad Arsyad Al Banjari) di bulan Syawal. Tentu ada yang menggerakkan hati, pikiran dan langkah para jamaah untuk datang ke acara haulan itu.

Ada beberapa sebab, diantaranya adalah Rasa Cinta kepada Abah Guru Bagi mereka yang pernah berguru, menghadiri dan mendengarkan pengajian Beliau yang rutin dilaksanakan setiap minggu sore, tentunya menjadi sebuah kerinduan kepada Beliau. Saya sewaktu masih Mahasiswa antara tahun 1998-2003, juga sering menghadiri pengajian itu. Apalagi, kaset dan video pengajian itu masih ada dan tersimpan. Sehingga setiap saat bisa melihat dan mendengar ceramah Beliau. Rasa cinta dengan nasihat, petuah dan suara Beliau itulah yang membuat rindu untuk bisa 'bertemu' dengan Beliau. Ketika sudah wafat pun maka setiap peringatan hari wafatnya (haulan) tetap didatangi jamaah untuk bisa 'bertemu' dengan Beliau, walaupun hanya melalui doa, dzikir dan tahlil.

Selain itu, Karamah. Orang yang diberikan karamah (kemuliaan) oleh Allah Swt tentunya orang yang sangat dekat dengan Allah Swt. Orang tersebut pasti di kasihi oleh Allah. Mereka itu adalah para Waliyullah. Saya meyakini bahwa Abah Guru Sekumpul termasuk para kekasih Allah (Wali) itu. Sebagai buktinya adalah Beliau selalu dirindukan dan dicintai umat Islam. Baik sewaktu Beliau hidup maupun ketika sudah wafatnya. Kubur Beliau setiap saat tidak pernah terhenti diziarahi orang. Tidak hanya warga di Kalimantan Selatan, akan tetapi mereka yang datang dari berbagai propinsi di Indonesia, bahkan ada yang datang dari luar negeri. Banyak karamah yang dimiliki oleh Beliau (bisa dibaca dalam manaqibnya). Banyaknya jamaah haul yang datang setiap tahunnya, bahkan selalu bertambah tiap tahun, menandakan karamah yang diberikan Allah Swt kepada Abah Guru Sekumpul.

Dan juga, Berkah. Orang yang cinta kepada kekasih Allah akan mendapat berkah (Keberuntungan). Banyak orang yang bernadzar, apabila usahanya sukses, ujiannya berhasil, naik kelas, naik jabatan, punya anak, dapat isteri, usaha lancar, lulus skripsi, tesis atau desertasi. Lulus CPNS, jadi polisi atau tentara dan sebagainya dengan berziarah kekubur Abah Guru. Sebelum melakukan usaha, mengikuti berbagai macam tes (ujian), diniatkan akan berziarah ke makam Beliau. Dan kebanyakan dari hajat (keinginan) mereka itu terkabul. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau banyak orang Islam di Kalimantan Selatan ini banyak yang Tabarruk atau mengambil berkah dengan kewalian Beliau.

Dengan tiga dasar tersebut, maka sangat wajar kalau banyak warga yang berbondong-bondong datang ke acara haulan. Walaupun berangkat dari kejauhan dan menggunakan banyak biaya agar bisa hadir pada acara tersebut. Selain itu, banyaknya warga yang menjadi relawan dan mendirikan rest area dengan menyediakan tempat iatirahat yang bagus, serta memberikan makanan dan minuman gratis merupakan bukti nyata bahwa masyarakat benar-benar cinta kepada Abah Guru, mendapatkan Karamah dan Berkah dari Beliau.

Walaupun tidak semua orang bisa berhadir pada acara haulan itu. Dengan membantu lancarnya lalu lintas masyarakat, kemudian membantu memberi makan dan minum, serta bantuan lainnya, maka mereka itupun bisa dikategorikan sebagai orang yang cinta, mendapat karamah serta berkah dari Beliau. Untuk itu, jangan ragu dan pelit untuk berangkat ke acara ataupun ikut membantu orang yang berangkat haulan semampunya. Mudah-mudahan, mereka yang berangkat, dan membantu segala kegiatan yang berkaitan dengan haulan itu mendapatkan karamah dan berkah dari Allah Swt berkat cinta kepada Abah Guru. Wallahu a'lam bish shawab

#Menyebarluaskan Kebaikan#
Sekumpul, 9 Maret 2019

Popular