MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Rabu, 03 Oktober 2018

Guru Menjadi 'Ustaz/ah'

Di Indonesia sebutan untuk pengajar atau pendidik di sekolah secara umumnya ada dua. Guru dan Ustaz. Guru merupakan sebutan yang umum di setiap sekolah, baik sekolah umum maupun sekolah agama. Sedangkan ustaz merupakan sebutan disekolah yang berbasis agama, khususnya agama Islam. Lembaga pendidikan formal pun terbagi dua, yaitu sekolah (TK, SD, SMP dan SMA/SMK) di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Madrasah (RA, MI, MTs dan MA/MAK). Selain itu ada pula Pondok Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan khusus tentang ilmu agama. Di sekolah umum ada yang menambahkan kurikulum agama (Islam). Sehingga ada tambahan Islam Terpadu di belakang nama sekolah. Contohnya TKIT (Taman Kanak-kanak Islam Terpadu), SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu), SMPIT (Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu) dan SMAIT (Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu). Semua Lembaga pendidikan itu (kecuali Pondok Pesantren) menggunakan kurikulum yang sama. Mereka berpegangan kepada aturan yang diterapkan pemerintah. Jadi, semua Lembaga pendidikan, baik itu sekolah maupun madrasah memiliki kurikulum yang sama. Yang membedakan karena adanya kekhususan di masing-masing Lembaga ittu. Misalnya, di Kementerian Agama ada penambahan kurikulum Pendidikan Agama Islam (Al qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, Fiqih dan Bahasa Arab).

Akibat adanya sekolah yang menerapkan dua kurikulum (terpadu), kurikulum umum dan agama, maka dalam penyebutan pengajarnya pun ada perbedaan. Sekolah biasa menyebut pengajar dan pendidik dilembaganya dengan sebutan guru. Sedangkan sekolah Islam Terpadu menyebut pengajarnya dengan sebutan ustaz. Semua pengajarnya disebut ustaz. Apapun latar belakang pendidikannya, dan juga mata pelajaran yang diajarkannya. Semuanya disebut ustaz atau ustazah (perempuan). Bahkan, satpam, cleaning servis, penjaga malam dan semua karyawannya juga disebut ustaz atau ustazah. Pengajar atau pendidik di bawah Kementerian Agama (RA, MI, MTs dan MA/MAK) sebagian besar juga disebut guru. Panggilan ustaz biasanya diterapkan di Pondok Pesantren baik yang salafi maupun yang modern. Terima ataupun tidak menerima sebutan itu, panggilan ustaz atau ustazah melekat pada pengajar dan pendidik setiap hari dalam pembelajaran. Dan juga di luar pembelajaran pun, sebutan ustaz atau ustazah itu melekat pada diri mereka. Hal ini juga berlaku bagi pengajar dan pendidik di sekolah umum. Sebutan guru melekat pada diri mereka ketika di sekolah maupun diluar sekolah (masyarakat). Selain itu, sebutan ustaz juga diberikan kepada guru mengaji, penceramah, imam masjid (mushalla) dan sebagainya. Yang memberikan gelar ustaz diluar Lembaga pendidikan (agama atau umum) adalah masyarakat.

Guru adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam Bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik (Wikipedia.org). Sebutan untuk guru itu banyak, sesuai dengan bidang apa yang diajarkannya. Ada guru agama dan umum (sesuai mata pelajaran disekolah), guru bantu, honorer, guru besar (profesor), guru mengaji, guru silat, guru musik dan sebagainya. Sedangkan, Ustaz atau ustad adalah guru agama atau guru besar (laki-laki) atau tuan (KBBI online). Sebutan untuk guru perempuan adalah ustazah. Dalam Bahasa Arab kata ustaz berarti guru atau pengajar. Ustaz juga merupakan gelar kehormatan untuk pria yang digunakan di Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara (Wikipedia.org)

Dilihat dari pengertian, antara guru dan ustaz (dalam Lembaga pendidikan) itu memiliki tugas dan fungsi yang sama. Tugas keduanya adalah memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya agar menjadi orang yang berilmu dan mendapatkan kesuksesan di dalam hidupnya kelak. Guru dan ustaz sama-sama mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada anak didiknya. Yang menjadi perbedaan adalah tempat mengajar dan mata pelajaran yang diampunya. Ketika ia mengajar di sekolah berbasis agama, pondok pesantren atau mengajar mata pelajaran agama (Islam) maka disebut ustaz, sedangkan ketika ia mengajar di sekolah umum dan mengajar mata pelajaran umum, maka disebut guru.

Selain itu, ada perbedaan yang sangat mencolok antara guru dan ustaz (ah). Terkait dalam berpakaian dan kebiasaan memakai perhiasan serta penampilan yang dilakukan guru dan ustaz (ah), baik di lingkungan sekolah saat mengajar maupun di masyarakat (luar sekolah) setelah pulang ke rumah. Dari segi pakaian, ustaz (ah) biasanya memakai pakaian muslim, ustaz baju koko dengan lengan Panjang (sebagaian pakai kopiah) dan celana yang longgar. Sedangkan ustazhahnya pakai baju kurung (jubah) atau baju lebar dan Panjang menutup pantat, memakai rok lebar dan kerudung (jilbab) Panjang. Pakaian itu dipakai diluar pakaian dinas yang ditetapkan pemerintah pusat atau daerah. Gaya berpakaian seperti itu diterapkan di sekolah setiap harinya, sehingga terbawa ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ketika di rumah dan bergaul dimasyarakat pun mereka berpakaian yang menutup aurat seperti itu. Ketika menghadiri acara resepsi perkawinan, belanja ke pasar, ulang tahun, selamatan, rekreaksi ke luar daerah dan sebagainya, mereka tetap berpakaian sesuai dengan syariat agama Islam. Bahkan ada diantara ustazhah itu yang memakai cadar (purdah). Walaupun ada saja yang tidak berpakaian seperti itu ketika di luar Lembaga pendidikannya, maka itu merupakan ‘oknum’ saja. selain itu, dengan berpakaian tertutup, maka perhiasan yang dipakainya tidak tampak (walaupun dipakainya). Selain itu, penampilan dan dandanan mereka tidak ada yang minor (berlebihan). Misalnya bibir merah (tebal), bulu mata lentik (bulu mata palsu), pipi merah merona, alis mata buatan dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan firman Allah, yaitu “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat (Qs. 7:26)”. Di ayat lain juga disebutkan “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (Qs.24:31)”.

Hal ini sangat berbeda dengan guru. Banyak guru ketika berpakaian dan berpenampilan tidak sesuai dengan syariat Islam. Terlebih khusus perempuan. Dalam berpakaian ada saja yang tidak memakai jilbab. Berpakaian dengan ketat, tipis dan transparan, serta memperlihatkan lekuk tubuhnya. Ada yang pakai baju lengan pendek dan celana. Ada yang juga, pakai baju dan rok tapi tidak berjilbab. Berjilbab tapi baju pendek serta celana panjang, dan sebagainya. Hal ini juga terbawa ke luar Lembaga pendidikan. Tidak jarang seorang guru ketika mengajar disekolah dengan berpakaian muslim lengkap, artinya berpakaian Panjang, rok Panjang dan jilbab. Intinya, seluruh tubuhnya (aurat) tertutup dengan baik. Tetapi, ketika sudah dirumah dan bahkan keluar dari rumah untuk sekedar belanja tidak lagi memakai jilbabnya. Bahkan bisa lebih parah dari itu, yakni pakai celana pendek, baju pendek dengan rambut terurai pergi menggunakan sepeda motor untuk jalan-jalan. Ada juga yang berpenampilan agak minor, bibir merah tebal, alis mata buatan yang tebal, pakai bulu mata palsu, pipi merah merona, bulu mata lentik dan sebagainya. Juga, memakai perhiasan yang agak berlebih. Padahal tugas guru itu adalah mengajar dan mendidik. Penampilan yang terlalu berlebihan akan membuat anak didiknya rishi. Kalau dia mengajar di sekolah dasar, untuk apa berpenampilan dan berperhiasan yang banyak. Tuh, mereka tidak mengerti dengan semua itu. Kalau ditingkat lanjutan (pertama dan atas) masih mendingan. Mereka bisa memahami maksud dengan tujuan gurunya itu. Maka tidak sedikit dari mereka yang memuji dengan sebutan ibu cantik.

Guru/ustaz merupakan sosok yang di hormati. Dia digugu dan ditiru oleh anak didik dan juga masyarakat. Apapun yang dilakukan seorang guru merupakan teladan bagi siswanya. Sikapnya, cara bicara serta bertindak dan berpakaian (penampilan) selalu dilihat oleh mereka. Hal ini juga berlaku di luar satuan pendidikannya. Ketika guru bertindak, berbuat dan berpakaian yang tidak baik atau sopan. Akan menjadi sorotan mereka. Mereka akan beranggapan bahwa sosok guru seperti itu tidak patut untuk dijadikan teladan. Setiap murid dimanapun dia bersekolah mengingkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Mereka akan senang ketika guru itu mengajar dengan baik. Menguasai ilmu yang diajarkannya. Semakin banyak dan luas ilmu pengetahuan yang diajarkan atau dipaparkan guru dengan mengajukan fakta-fakta ilmiah, maka murid akan senang dan bangga dengan gurunya. Apalagi kalau guru itu berperangai dengan baik, bicaranya lemah lembut, tidak pemarah serta sabar dalam mengajar dan mendidik mereka, maka guru itu akan menjadi teladan bagi mereka. Mereka tidak memandang pakaian, penampilan dan perhiasan yang dipakai gurunya tersebut.

Kadang ada yang beranggapan bahwa masalah pakaian merupakan hak pribadi masing-masing. Apapun yang dipakai, dan dari jenis apapun pakaian itu merupakan urusan pribadinya. Orang lain tidak perlu mencampuri dan mempermasalahkannya. Begitu juga dengan penampilan, mereka cenderung cuek. Yang penting terlihat baik dan cantik, walaupun agak berlebih-lebihan. Seharusnya mereka sadar bahwa dalam agama disuruh untuk menutup aurat. Kalangan Ulama Fiqih telah menyepakai bahwa batas aura tantara laki-laki dan perempuan itu berbeda. Laki-laki dari pertengahan lutut dan mata kaki sampai pusar. Sedangkan wanita semua anggota tubuhnya kecuali, muka dan telapak tangan. Dengan begitu, siapapun mereka, selama ia beragama Islam harus mentaati apa yang telah disyariatkan itu.

Untuk itu, guru hendaklah bisa menjadi ‘ustaz/ah’. Dalam arti bisa menjaga penampilan dan berpakaian serta menjaga etika dalam berhias, baik ketika mengajar maupun di luar satuan pendidikannya. Dengan begitu, guru akan menjadi teladan yang terbaik bagi anak didiknya dimanapun ia berada. Selain ilmu pengetahuan yang didapat, guru juga memberikan nilai etika yang baik pada muridnya. Murid akan segan dan hormat kepada guru dimanapun ia ketemu. Dan diharapkan mereka bisa mencontoh dan meniru setiap kebaikan yang dilakukan oleh gurunya. Semoga…


#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 3 Oktober 2018

Tidak ada komentar:

Popular