Di Indonesia sebutan untuk pengajar atau pendidik di sekolah
secara umumnya ada dua. Guru dan Ustaz. Guru merupakan sebutan yang umum di setiap
sekolah, baik sekolah umum maupun sekolah agama. Sedangkan ustaz merupakan
sebutan disekolah yang berbasis agama, khususnya agama Islam. Lembaga
pendidikan formal pun terbagi dua, yaitu sekolah (TK, SD, SMP dan SMA/SMK) di
bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Madrasah (RA, MI,
MTs dan MA/MAK). Selain itu ada pula Pondok Pesantren yang menyelenggarakan
pendidikan khusus tentang ilmu agama. Di sekolah umum ada yang menambahkan
kurikulum agama (Islam). Sehingga ada tambahan Islam Terpadu di belakang nama
sekolah. Contohnya TKIT (Taman Kanak-kanak Islam Terpadu), SDIT (Sekolah Dasar
Islam Terpadu), SMPIT (Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu) dan SMAIT
(Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu). Semua Lembaga pendidikan itu (kecuali
Pondok Pesantren) menggunakan kurikulum yang sama. Mereka berpegangan kepada
aturan yang diterapkan pemerintah. Jadi, semua Lembaga pendidikan, baik itu
sekolah maupun madrasah memiliki kurikulum yang sama. Yang membedakan karena
adanya kekhususan di masing-masing Lembaga ittu. Misalnya, di Kementerian Agama
ada penambahan kurikulum Pendidikan Agama Islam (Al qur’an Hadits, Aqidah
Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, Fiqih dan Bahasa Arab).
Akibat adanya sekolah yang menerapkan dua kurikulum (terpadu),
kurikulum umum dan agama, maka dalam penyebutan pengajarnya pun ada perbedaan.
Sekolah biasa menyebut pengajar dan pendidik dilembaganya dengan sebutan guru. Sedangkan
sekolah Islam Terpadu menyebut pengajarnya dengan sebutan ustaz. Semua
pengajarnya disebut ustaz. Apapun latar belakang pendidikannya, dan juga mata
pelajaran yang diajarkannya. Semuanya disebut ustaz atau ustazah (perempuan).
Bahkan, satpam, cleaning servis, penjaga malam dan semua karyawannya juga disebut
ustaz atau ustazah. Pengajar atau pendidik di bawah Kementerian Agama (RA, MI,
MTs dan MA/MAK) sebagian besar juga disebut guru. Panggilan ustaz biasanya
diterapkan di Pondok Pesantren baik yang salafi maupun yang modern. Terima
ataupun tidak menerima sebutan itu, panggilan ustaz atau ustazah melekat pada
pengajar dan pendidik setiap hari dalam pembelajaran. Dan juga di luar
pembelajaran pun, sebutan ustaz atau ustazah itu melekat pada diri mereka. Hal
ini juga berlaku bagi pengajar dan pendidik di sekolah umum. Sebutan guru
melekat pada diri mereka ketika di sekolah maupun diluar sekolah (masyarakat).
Selain itu, sebutan ustaz juga diberikan kepada guru mengaji, penceramah, imam
masjid (mushalla) dan sebagainya. Yang memberikan gelar ustaz diluar Lembaga
pendidikan (agama atau umum) adalah masyarakat.
Guru adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam Bahasa Indonesia,
guru umumnya merujuk pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik (Wikipedia.org). Sebutan untuk guru itu banyak, sesuai dengan
bidang apa yang diajarkannya. Ada guru agama dan umum (sesuai mata pelajaran
disekolah), guru bantu, honorer, guru besar (profesor), guru mengaji, guru
silat, guru musik dan sebagainya. Sedangkan, Ustaz atau ustad adalah guru agama
atau guru besar (laki-laki) atau tuan (KBBI online). Sebutan untuk guru
perempuan adalah ustazah. Dalam Bahasa Arab kata ustaz berarti guru atau
pengajar. Ustaz juga merupakan gelar kehormatan untuk pria yang digunakan di
Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara (Wikipedia.org)
Dilihat dari pengertian, antara guru dan ustaz (dalam Lembaga
pendidikan) itu memiliki tugas dan fungsi yang sama. Tugas keduanya adalah memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak didiknya agar menjadi orang yang berilmu dan
mendapatkan kesuksesan di dalam hidupnya kelak. Guru dan ustaz sama-sama
mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada anak
didiknya. Yang menjadi perbedaan adalah tempat mengajar dan mata pelajaran yang
diampunya. Ketika ia mengajar di sekolah berbasis agama, pondok pesantren atau
mengajar mata pelajaran agama (Islam) maka disebut ustaz, sedangkan ketika ia
mengajar di sekolah umum dan mengajar mata pelajaran umum, maka disebut guru.
Selain itu, ada perbedaan yang sangat mencolok antara guru dan
ustaz (ah). Terkait dalam berpakaian dan kebiasaan memakai perhiasan serta
penampilan yang dilakukan guru dan ustaz (ah), baik di lingkungan sekolah saat
mengajar maupun di masyarakat (luar sekolah) setelah pulang ke rumah. Dari segi
pakaian, ustaz (ah) biasanya memakai pakaian muslim, ustaz baju koko dengan
lengan Panjang (sebagaian pakai kopiah) dan celana yang longgar. Sedangkan
ustazhahnya pakai baju kurung (jubah) atau baju lebar dan Panjang menutup
pantat, memakai rok lebar dan kerudung (jilbab) Panjang. Pakaian itu dipakai
diluar pakaian dinas yang ditetapkan pemerintah pusat atau daerah. Gaya
berpakaian seperti itu diterapkan di sekolah setiap harinya, sehingga terbawa
ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ketika di rumah dan bergaul
dimasyarakat pun mereka berpakaian yang menutup aurat seperti itu. Ketika
menghadiri acara resepsi perkawinan, belanja ke pasar, ulang tahun, selamatan,
rekreaksi ke luar daerah dan sebagainya, mereka tetap berpakaian sesuai dengan
syariat agama Islam. Bahkan ada diantara ustazhah itu yang memakai cadar (purdah).
Walaupun ada saja yang tidak berpakaian seperti itu ketika di luar Lembaga
pendidikannya, maka itu merupakan ‘oknum’ saja. selain itu, dengan berpakaian
tertutup, maka perhiasan yang dipakainya tidak tampak (walaupun dipakainya).
Selain itu, penampilan dan dandanan mereka tidak ada yang minor (berlebihan).
Misalnya bibir merah (tebal), bulu mata lentik (bulu mata palsu), pipi merah
merona, alis mata buatan dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan firman Allah,
yaitu “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.
Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian
dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat (Qs.
7:26)”. Di ayat lain juga disebutkan “Katakanlah kepada wanita yang
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (Qs.24:31)”.
Hal ini sangat berbeda dengan guru. Banyak guru ketika
berpakaian dan berpenampilan tidak sesuai dengan syariat Islam. Terlebih khusus
perempuan. Dalam berpakaian ada saja yang tidak memakai jilbab. Berpakaian
dengan ketat, tipis dan transparan, serta memperlihatkan lekuk tubuhnya. Ada
yang pakai baju lengan pendek dan celana. Ada yang juga, pakai baju dan rok
tapi tidak berjilbab. Berjilbab tapi baju pendek serta celana panjang, dan
sebagainya. Hal ini juga terbawa ke luar Lembaga pendidikan. Tidak jarang
seorang guru ketika mengajar disekolah dengan berpakaian muslim lengkap,
artinya berpakaian Panjang, rok Panjang dan jilbab. Intinya, seluruh tubuhnya
(aurat) tertutup dengan baik. Tetapi, ketika sudah dirumah dan bahkan keluar
dari rumah untuk sekedar belanja tidak lagi memakai jilbabnya. Bahkan bisa
lebih parah dari itu, yakni pakai celana pendek, baju pendek dengan rambut
terurai pergi menggunakan sepeda motor untuk jalan-jalan. Ada juga yang berpenampilan
agak minor, bibir merah tebal, alis mata buatan yang tebal, pakai bulu mata
palsu, pipi merah merona, bulu mata lentik dan sebagainya. Juga, memakai perhiasan
yang agak berlebih. Padahal tugas guru itu adalah mengajar dan mendidik. Penampilan
yang terlalu berlebihan akan membuat anak didiknya rishi. Kalau dia mengajar di
sekolah dasar, untuk apa berpenampilan dan berperhiasan yang banyak. Tuh,
mereka tidak mengerti dengan semua itu. Kalau ditingkat lanjutan (pertama dan
atas) masih mendingan. Mereka bisa memahami maksud dengan tujuan gurunya itu. Maka
tidak sedikit dari mereka yang memuji dengan sebutan ibu cantik.
Guru/ustaz merupakan sosok yang di hormati. Dia digugu dan
ditiru oleh anak didik dan juga masyarakat. Apapun yang dilakukan seorang guru
merupakan teladan bagi siswanya. Sikapnya, cara bicara serta bertindak dan
berpakaian (penampilan) selalu dilihat oleh mereka. Hal ini juga berlaku di
luar satuan pendidikannya. Ketika guru bertindak, berbuat dan berpakaian yang
tidak baik atau sopan. Akan menjadi sorotan mereka. Mereka akan beranggapan
bahwa sosok guru seperti itu tidak patut untuk dijadikan teladan. Setiap murid
dimanapun dia bersekolah mengingkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Mereka
akan senang ketika guru itu mengajar dengan baik. Menguasai ilmu yang
diajarkannya. Semakin banyak dan luas ilmu pengetahuan yang diajarkan atau dipaparkan
guru dengan mengajukan fakta-fakta ilmiah, maka murid akan senang dan bangga
dengan gurunya. Apalagi kalau guru itu berperangai dengan baik, bicaranya lemah
lembut, tidak pemarah serta sabar dalam mengajar dan mendidik mereka, maka guru
itu akan menjadi teladan bagi mereka. Mereka tidak memandang pakaian,
penampilan dan perhiasan yang dipakai gurunya tersebut.
Kadang ada yang beranggapan bahwa masalah pakaian merupakan hak
pribadi masing-masing. Apapun yang dipakai, dan dari jenis apapun pakaian itu
merupakan urusan pribadinya. Orang lain tidak perlu mencampuri dan
mempermasalahkannya. Begitu juga dengan penampilan, mereka cenderung cuek. Yang
penting terlihat baik dan cantik, walaupun agak berlebih-lebihan. Seharusnya mereka
sadar bahwa dalam agama disuruh untuk menutup aurat. Kalangan Ulama Fiqih telah
menyepakai bahwa batas aura tantara laki-laki dan perempuan itu berbeda. Laki-laki
dari pertengahan lutut dan mata kaki sampai pusar. Sedangkan wanita semua
anggota tubuhnya kecuali, muka dan telapak tangan. Dengan begitu, siapapun
mereka, selama ia beragama Islam harus mentaati apa yang telah disyariatkan
itu.
Untuk itu, guru hendaklah bisa menjadi ‘ustaz/ah’. Dalam arti bisa
menjaga penampilan dan berpakaian serta menjaga etika dalam berhias, baik ketika mengajar maupun di luar satuan
pendidikannya. Dengan begitu, guru akan menjadi teladan yang terbaik bagi anak
didiknya dimanapun ia berada. Selain ilmu pengetahuan yang didapat, guru juga
memberikan nilai etika yang baik pada muridnya. Murid akan segan dan hormat
kepada guru dimanapun ia ketemu. Dan diharapkan mereka bisa mencontoh dan
meniru setiap kebaikan yang dilakukan oleh gurunya. Semoga…
#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 3 Oktober 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar