MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Sabtu, 01 September 2018

Iri Dengki

Diriwayatkan dari Anas bin Malik dia berkata, “Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah Saw, tiba-tiba beliau bersabda, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga’. Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.

Esok harinya Nabi Saw bersabda lagi, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya.

Besok harinya lagi Rasulullah Saw bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga!’ Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.

Setelah itu Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut, ‘Aku sedang punya masalah dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau mengijinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu.’
Dia menjawab, ‘Silahkan!’.

Anas berkata bahwa Amr bin Ash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut tidak pernah mendapatinya sedang qiyamul lail, hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu.

Abdullah juga mengatakan, ‘Saya tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik’. Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja Abdullah menganggap remeh amalnya, ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku, hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga’. Selesai beliau bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau.

Terang saja saya ingin menginap di rumahmu ini, untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah berkata demikian?’

Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, ‘Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya’. Abdullah bin Amr berkata, ‘Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya’.

Kalau dilihat dari cerita di atas, mungkin ada yang menganggap bahwa persoalan itu hal biasa. Sebab, orang yang diceritakan Rasulullah Saw merupakan orang biasa. Artinya, sahabat yang disebutkan Rasul Saw bukanlah orang yang terkenal seperti kebanyakan sahabat yang lain. Apa yang dilakukan orang itu pun bukanlah sesuatu yang besar, seperti jihad, berbakti kepada orang tua seperti Uwais Alkarni, sedekah dengan sebagian hartanya, banyak melakukan puasa sunnah, atau pun melakukan shalat sepanjang malam dan sebagainya. Hal ini sudah dibuktikan sendiri oleh Abdullah bin Amr. Dan telah diakui sendiri oleh yang bersangkutan. Ibadah yang dilakukannya merupakan hal yang biasa dilakukan oleh sebagian besar orang islam. Setiap kewajiban yang dijalankannya, juga dijalankan oleh orang islam lainnya. Tidak ada yang istemewa dari aktifitas kesehariannya. Akan tetapi, Rasul Saw justru mengatakan bahwa dia adalah seorang calon penghuni surga. Subhanallah…

Tidak semua sahabat yang mendapat jaminan surga dari Rasulullah Saw. Hanya segelintir orang saja yang mendapatkannya. Mereka merupakan orang-orang yang mengerahkan seluruh jiwa raga, harta dan bahkan keluarganya untuk membela agama Allah (Islam). Ketika sahabat itu berkata bahwa dia tidak memiliki iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang lain. Ini merupakan suatu hal yang luar biasa. Abdullah bin Amr sampai berkata bahwa itu merupakan sebuah amalan yang kami tidak mampu melaksanakannya. Secara teori mungkin mudah dilaksanakan, akan tetapi sangat sulit untuk mempraktekkannya.

Sikap iri ini merupakan perbuatan yang ada di dalam hati seseorang. Sehingga sulit untuk mengetahuinya. Bisa saja teman atau sahabat iri sama kita, tetangga yang satu dengan yang lainnya saling berlomba-lomba untuk memperindah rumah, beli mobil, motor dan sebagainya. Teman seprofesi, baik guru, dokter, kantor, perusahaan, bahkan dikalangan para ustadz dan ulama pun rasa iri itu ada. Ada yang secara jelas menampakkannya. Dan ada juga yang samar-samar. Kebanyakannya adalah tidak terlihat sama sekali. Kalau sikap iri itu nampak, maka kita akan mudah untuk mengetahuinya. Atau pun samar-samar sekalipun masih bisa dilihat atau dirasakan oleh yang bersangkutan. Artiya, ketika mengetahui atau menyadari bahwa orang lain memiliki sikap iri dengan keberadaan kita, maka bisa bersikap hati-hati dan mawas diri agar jangan sampai berubah menjadi dengki (hasad). Allah Swt menyatakan bahwa kita harus berlindung kepada-Nya dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki (Qs.113:5).

Melihat cerita di atas, muncul pertanyaan dibenak kita. Mengapa sebagian besar orang Islam (mungkin termasuk kita, pembaca dan penulis artikel ini) sangat sulit untuk tidak iri dengan orang lain. Sebuah pertanyaan yang gampang-gampang sulit untuk diberi jawaban. Hal itu, bisa ditanyakan kepada diri masing-masing. Rasakan dari lubuk hati yang paling dalam. Apakah selama kita hidup di dunia ini sering iri dengan orang lain. Ketika melihat orang lain berhasil (sukses) di dalam karir, pendidikan, usaha/bisnis, mendidik anak, rumah tangga, cinta-kasih, harta, jabatan, dan sebagainya. Kalau jawabannya ‘Ya’, maka kita termasuk orang yang tidak mampu melaksanakan amalan ‘surga’ itu. Tapi kalau jawabannya ‘Tidak’ berarti anda adalah seorang calon penghuni surga.

Iri yang yang berlebihan akan menimbulkan sikap dengki (hasad) di dalam dirinya. Hasad merupakan sikap membenci nikmat Allah yang dianugerahkan kepada orang lain, dengan harapan agar nikmat orang itu musnah. Hasad ini merupakan salah satu dari penyakit jiwa yang keji. Nabi Saw bersabda bahwa “Hasad itu memakan segala kebajikan sebagaimana api memakan segala kayu bakar”. Allah Swt berfirman “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Qs.4:32).
 
Untuk itu, kita harus bisa menghindari dan menghilangkan sikap iri apalagi dengki (Hasad) di dalam diri kita. Sikap iri itu salah satunya timbul akibat suka melihat kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. kelebihan yang dimiliki seseorang merupakan anugerah (rezeki) yang didapatnya. Bisa melalui usaha maupun pemberian dari orang tua (warisan) maupun orang lain. Ketika melihat kelebihan atau rezaki yang dimiliki seseorang maka dia merasa memiliki kekurangan. Akibat merasa kekurangan itulah timbul rasa iri didalam dirinya. Dalam pikirannya, orang yang mempunyai kelebihan akan merasa senang dan bahagia. Akibatnya, sikap iri itu tumbuh dalam jiwanya. Kalau rasa iri itu terus dibiarkan, maka akan berubah menjadi dengki. Sehingga sikap buruk untuk menghancurkan kebahagian orang akan muncul. Bisa saja dengan berbagai macam cara untuk mewujudkan sikap dengki itu agar tercapai.

Menghadapi sikap hasad ini, kita tidak perlu meladeninya karena sifat hasad bukan untuk di lawan. Kita hanya bisa menghadapinya dengan nasihat, kesabaran, dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Sebab, hanya Allah sajalah sebaik-baik pembalas keburukan hamba. Jika nasihat yang santun dan kesabaran tidak juga mengubah sikapnya, maka biarkanlah hasad itu menggerogoti kebaikan seseorang sebagaimana kobaran api yang saling melahap, satu sama lainnya.

Selain itu, bersyukur dengan apa yang dimiliki dan yang didapatkannya merupakan sebuah cara untuk menangkal bahkan bisa menghilangkan sikap iri dengki itu di dalam dirinya. Syukur disini bukan hanya mengucapkan kata Alhamdulillah (bukan hanya di mulut) akan tetapi merupakan sebuah perbuatan total menyadari setiap kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya dan juga kepemilikan dari orang lain. orang yang syukur, hatinya selalu senang dan bahagia ketika melihat keberhasilan dan kesuksesan yang didapatnya dan didapatkan orang lain. dia beranggapan bahwa keberhasilan dan kesusksesan itu merupakan anugerah dari Allah. Anugerah itu harus dijaga dan dipelihara agar terus berada (didapat)nya sampai akhir hayatnya. Orang yang bersukur, meyakini bahwa rezeki yang diberikan Allah kepada siapapun merupakan kewenangan-Nya. Allah Swt tidak pernah salah dalam memberikan rezeki kepada makhluk-Nya. Tinggal, bagaimana setiap orang mau bersyukur atau tidak terhadap rezeki yang didapatnya maupun didapat orang lain. ketika kita sadar bahwa setiap kenikmatan (rezeki) itu datang dari Allah Swt, maka hati kita akan terus terpaut kepada-Nya. Merasa senang dan bahagia terhadap karunia rezeki dirinya maupun orang lain. Sehingga tidak ada celah di hatinya perasaan iri apalagi sampai dengki terhadap nikmat yang di dapat orang lain. semoga….

#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 1 September 2018

Tidak ada komentar:

Popular