MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Kamis, 26 Juli 2018

Gepeng Jangan Diberi

Beberapa hari yang lalu, video seorang wanita yang diduga pengemis sedang mengambil uang ratusan juta beredar di media sosial. Dalam video itu tampak seorang wanita berpakaian lusuh sedang menghitung uang di sebuah bank. Menurut penelusuran, wanita itu berprofesi sebagai peminta-minta di sekitar Pasar Lama Banjarmasin. Dengan beredarnya video itu, berbagai macam tanggapan bermunculan di media sosial. Banyak yang menyayangkan bahwa seorang wanita yang berprofesi sebagai ‘peminta-minta’ ternyata mempunyai banyak sekali uang. Walau pun pihak keluarga sudah mengklarifikasi bahwa uang ratusan juta yang di ambil wanita itu bukan dari hasil meminta-minta. Akan tetapi, karena video itu sudah terlanjur tersebar, maka masyarakat menjadi berpandangan negatif terhadap para pengemis. 

Kasus seperti itu banyak di temui di daerah perkotaan. Tidak hanya di Banjarmasin, kejadian seperti itu merupakan persoalan yang sama terjadi di setiap kota-kota besar di Indonesia. Sebelumnya juga sempat viral di medsos, yaitu sekitar bulan Februari yang lalu juga heboh di daerah Tasikmalaya. Pada saat menggelar operasi gabungan penertiban tuna wisma, penyandang gangguan jiwa, dan pengemis oleh Satpol PP Kota Tasikmalaya telah mengamankan seorang pengemis yang bernama Epon (50 Tahun). Sepintas ini merupakan peristiwa biasa, namun saat di data dan di periksa dari tangan Epon petugas menemukan uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu yang ketika dihitung berjumlah Rp 34 juta. Kemudian, ada juga Siswari Sri Wahyuningsih (51 Tahun) di Semarang. Apa yang dibawa pengemis dan pengamen yang terjaring di Kota Semarang ini jauh lebih mencengangkan lagi. Dia kedapatan memiliki uang deposito sebesar Rp 140 juta dan uang tabungan di bank senilai Rp 16 juta. Saat dijaring, ia pun membawa uang tunai mencapai Rp 400.000, serta tiga surat BPKB kendaraan roda dua. Bahkan, sertifikat tanah seluas 105 meter persegi pun turut dibawa. Ia memiliki tiga anak dan kesemuanya dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Kejadian yang viral di medsos itu hanya sebagian kecil saja. Dan hanya kebetulan saja terciduk atau tertangkap saat ada rajia penertiban oleh Satpol PP daerah masing-masing. Masih banyak lagi para gepeng yang memiliki uang atau pun aset kekayaan yang tidak diketahu oleh orang banyak. Hal ini terbukti dengan menjamurnya gepeng itu di perkotaan. Ketika ditangkap petugas, kemudian di data dan di beri arahan setelah itu dilepaskan bukannya berhenti. Justru mereka akan kembali lagi beroperasi dan meminta-minta di tempat lain. Sehingga tidak jarang terjadi kucing-kucingan antara anggota Satpol PP dan para gepeng tersebut. Belum lagi, ada agen yang memasuk para gepeng itu untuk mencari keuntungan pribadi dan sebagainya.

Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) adalah sebuah fenomena kehidupan disebuah kota besar. Semakin besar dan maju kota itu, maka semakin banyak juga gepeng yang muncul. Hal ini merupakan suatu persoalan yang sangat pelik dihadapi pemerintah daerah. Satu sisi ingin menata kota agar lebih baik dan indah, serta menambah kemakmuran penduduknya ternyata ada para gepeng yang dapat merusak tatanan perkotaan. Hampir setiap kota besar mempunyai masalah dengan gepeng ini. Setiap kali ada penertiban bahkan sampai ditangkap dan dipenjara bukannya membuat mereka jera untuk meminta-minta, akan tetapi setelah dikeluarkan, mereka tetap kembali menjadi gelandangan dan pengemis.

Memang, ini merupakan suatu hal yang dilematis bagi pemerintah daerah setempat, dengan berbagai cara Pemerintah Daerah ingin sekali kota bebas dari gepeng, karena selain mengganggu pengguna jalan, membuat kumuh kota, juga mengurangi keindahan kota. Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan Pemerintah agar para gepeng ini tidak lagi berkeliaran maupun menunggu di persimpangan jalan kota untuk tidak meminta-minta. Diantaranya adalah mensosialiasikan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan gepeng,  pembinaan, pendidikan dan pelatihan, supaya mereka mempunyai keahlian/keterampilan bekerja, sehingga nantinya mereka dapat bekerja mandiri bahkan dapat membuka lapangan pekerjaan sendiri dan dapat hidup tanpa meminta-minta kepada orang lain lagi. Akan tetapi semua upaya dari pemerintah itu sepertinya tidak dihiraukan oleh para gelandangan dan pengemis.

Satu hal yang membuat gepeng ketagihan meminta-minta adalah kita selalu memberi. Memang ini merupakan sebuah budaya agamis. Kita kadang berkata, “apalah artinya memberi uang Rp. 500,- atau Rp. 1.000,-, anggaplah itu sedekah”. Tapi, bagi mereka itu sangat berharga, karena yang memberi tidak hanya seorang saja tapi bisa puluhan, ratusan atau mungkin lebih dalam satu harinya. Misalkan saja, seseorang memberi Rp. 500,- sehari dan yang memberi anggap saja 50 orang sehari, mereka sudah mendapatkan uang Rp. 25.000,- per hari. Apalagi kalua lebih dari itu dalam memberinya. Maka, wajar saja kalua ada gepeng yang memiliki uang dan tabungan di bank dengan jumlah puluhan hingga ratusan juta. Hal ini tidak menutup kemungkinan bisa mereka peroleh dalam sehari, bahkan mungkin saja lebih dari itu. Sebab, orang Banjar biasanya ‘Kada Pamurunan (tidak tega/kasihan)’, sehingga jarang tidak memberi dan ketika memberi pun biasanya agak banyak. Terlebih lagi dengan melihat penampilan para gepeng yang memberi belas kasihan. Hal ini menambah keprihatinan dan kepedulian para dermawan, sehingga tidak sungkan untuk memberikan uang kepada para gepeng itu.

Sebagai sebuah pendidikan bagi gepeng. Tidak ada salahnya kita ‘bapurun (bahasa banjar)’  untuk tidak memberi mereka. Bukannya kita ‘kejam’ atau tidak mau beramal jariyah dengan bersedekah kepada mereka, tetapi hal ini merupakan sebuah pengajaran bagi mereka, bahwa untuk mendapatkan uang itu susah (sulit). Rezeki harus dijemput dengan bekerja keras. Hal ini harus dicoba. Dengan tidak memberi uang kepada gepeng, diharapkan mereka akan berpikir untuk mencari pekerjaan lain. Bahkan mungkin mereka akan bekerja keras memeras keringat untuk mendapatkan rezeki yang halal lagi baik. Karena dalam ajaran agama Islam, kita dilarang meminta-minta, sebaliknya Islam mengajarkan untuk bekerja keras kepada umatnya dengan tidak bermalas-malasan dalam menjemput rezeki yang telah dianugerahkan Allah swt kepada hamba-hamba-Nya. Dengan begitu, kita telah membantu upaya pemerintah daerah dalam ‘memerangi’ para gepeng agar tidak ada lagi dan juga kita berharap mudaha-mudahan mereka sadar untuk tidak meminta-minta lagi kepada orang. Semoga!

Mari Sebarkan Kebaikan
Paringin, 25 Juli 2018

Tidak ada komentar:

Popular