Ada sebuah lagu yang sangat menyentuh dan syahdu yang
dinyanyikan oleh Haddad Alwi feat Farhan
yang berjudul “Ibu”. Syairnya seperti ini : “Bersinar bagaikan cahaya yang
selalu beriku penerangan. Selembut sutra kasihmu kan selalu kurasa dalam suka
dan duka. Kaulah ibuku cinta kasihku terima kasihku takkan pernah terhenti kau
bagai matahari yang selalu bersinar, sinari hidupku dengan kehangatanmu.
Bagaikan embun kau sejukku, hatiku ini dengan kasih sayangmu, betapa kau sangat
berarti dan bagiku kau takkan pernah terganti, kaulah ibuku, cinta kasihku,
terima kasihku takkan pernah terhenti, kau bagai matahari, yang selalu bersinar,
sinari hidupku dengan kehangatanmu”
Sewaktu kecil, penghayatan kita akan lagu tersebut
pastinya akan sangat jauh berbeda dengan saat-saat kita menjadi dewasa. Seorang
Ibu sedemikian tingginya dipuji dan dipuja di dalam banyak syair-syair dan
lagu, bahkan di dalam kitab sucipun diwajibkan untuk mencintai Ibu
setulus-tulusnya dan setinggi-tingginya. Namun di dalam kenyataan kehidupan
kita sehari-hari sudahkah kita menempatkan Ibunda kita pada posisi yang
seharusnya?.
Banyak dari para Ibu dengan anak-anak yang sudah
dewasa berpendapat bahwa dirinya bahagia selama anak-anaknya bahagia. Tak jarang
sering kita melihat sendiri betapa kerasnya perjuangan orang tua kita, dan
terutama Ibu-Ibu yang berjuang dalam menghidupi, mengasuh dan membesarkan
anak-anak. Sehingga tidak jarang mereka bahkan tidak pernah mengenal kata
“istirahat” atau bahkan mengenyam kenikmatan hidup karena waktu mereka hanya
diisi dengan bekerja dan bekerja.
Walaupun Ibu tidak pernah meminta untuk dihormati dan
dicintai, tidak pernah meminta balas jasa, tidak pernah meminta untuk dipuja
dan puji, sudah membudayakah cinta anak kepada orang tua dan Ibu?
Sepertinya, pada kebanyakan keluarga di Indonesia, apresiasi kecintaan anak
kepada orang tua dan Ibu masih sebatas pada sikap menurut kepada kemauan orang
tua. Pengungkapan cinta kasih kepada Ibu masih menjadi satu set dan tidak bisa
terlepas dari orang tua yaitu Ayah dan Ibu. Taat, patuh dan berbakti kepada
orang tua adalah tiga kata kunci yang masih dipegang oleh banyak keluarga
sebagai syarat apresiasi kecintaan dan penghormatan kepada orang tua, terutama
kepada Ibu.
Kadang ada yang menuangkan rasa kecintaan dalam bentuk
puisi, syair atau surat. Ada pula yang menuliskannya di dalam diary atau buku
harian. Kadang ada yang memberikan kartu atau hadiah saat ulang tahun atau
ulang tahun perkawinan orang tua. Namun cara penuangan rasa cinta dan hormat
ini bisa dikatakan hanya dilakukan oleh segelintir golongan di dalam
masyarakat.
Salah satu hal yang paling sering dilakukan
sebagai bukti kecintaan kepada orang tua adalah pulang kampung untuk
berlebaran atau bersilaturrahmi ke rumah orang tua. Sungkeman atau
bersimpuh/berlutut meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan sekaligus memohon
doa dan restu dari orang tua adalah satu hal yang paling lazim dijumpai di
dalam masyarakat kita. Banyak pula di dalam masyarakat yang mengatakan bahwa bentuk
lain dari ungkapan kecintaan dan penghormatan kita kepada orang tua, adalah
dengan merawat dan menjaga orang tua di hari tuanya. Sudahkah kita
melakukannya?
Semoga kita semua bisa
melakukannya! Amin.
#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 30 Juli 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar