MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Senin, 30 Juli 2018

Janji

Tulisan ini kutujukan buat orang yang selalu melepaskan kata-kata janji walaupun tidak dia sadari bahwa apa yang dikatakannya tersebut adalah suatu yang mengandung janji sehingga membuat resah, penasaran, tanda tanya didalam hati orang yang menerimanya, apakah dia itu seorang yang jujur atau main-main saja ---untuk menguji ketulusan seseorang--- sekedarnya. Dan juga, tulisan ini untuk orang yang sengaja mengumbar janji untuk kepentingan pribadinya supaya orang simpati, hormat, cinta, kagum dan memujanya seperti orang yang baik ---semoga aku bukan termasuk orang seperti itu (kalau orang biarlah karena itu haknya) ---padahal itu adalah tipuannya saja agar dia dianggap baik oleh orang disekitarnya atau mungkin orang yang dicintainya. Dalam agama mereka itu termasuk orang yang munafik---sekali lagi, semoga aku bukan termasuk seperti itu---tapi mereka tidak menyadarinya.
Dalam pergaulanku sekarang ini banyak orang akrab dan kukenal dengan haik. Mereka itu berbeda-beda dalam pergaulan, watak, sikap ilmu, keyakinan dan lain-lain. Di dalam bergaul aku tidak pernah membedakan mereka apakah mereka baik atau buruk, kaya atau miskin, bungas atau kada, pintar atau tidak, yang penting mereka baik dan tidak mengganggu diriku.
Sekarang ini aku mempunyai seorang teman yang (akatakanlah “cukup” akrab) dalam pergaulan. Aku rasa segala kelebihan dan kekurangan yang kami miliki telah kami ketahui masing-masing---seharusnya sih! Begitu?---tetapi dalam kenyataannya hal tersebut tidak terbukti (mungkin ada yang tidak bisa terbuka, terlebih terhadap kekurangan-kekurangan yang ada pada diri kami)----padahal itu adalah pangkal untuk menuju masa depan yang baik dan yang dicita-citakan orang selama di dunia ini---. Aku berpikir bukannya tidak ada keterbukaan diantara kami cuman aku rasa ada ketidak jujuran saja diantara kami (ini hanyalah suatu prediksi saya saja).
Sementara ini kami telah mengikat janji untuk saling menjaga hubungan kami dari pihak ketiga atau pengganggu-pengganggu liar yang mungkin bisa merusak perjanjian tersebut, aku mengungkapkannya sebagai bukti bahwa hubungan yang kami jalin adalah suatu keseriusan bukannya sebuah permainan atau balas dendam akibat sakit hati terhadap masa lalu (karena mungkin dulu pernah dibuat kecewa sama orang atau orang tua, lalu mencari sasaran atau mangsa untuk dapat membalasnya supaya hatinya menjadi puas dan merasa menang, sebagai bukti terhadap orang yang membuat sakit hatinya pada orang-orang yang telah menyakitinya dulu). Terus terang saja kalau aku mendapatkan orang seperti itu yang mau menjadikan diriku sebagai mangsa adalah suatu kesalahan yang besar bahkan sangat besar sekali, karena dia itu salah orangnya. Aku memang merasa bahwa aku kurang dari segi material----khusus dibanjar saja----sehingga orang mungkin mudah mempermainkannya, sebenarnya orang tersebut tidak berpikir dan memperhitungkan bahwa aku adalah orang yang suka berpikir tentang diriku dan juga aku masih punya perasaan dan harga diri yang semuanya itu harus kupertahankan dan aku juga cuek-cuek aja dengan mater-materi yang dipunyai orang---bagiku kalau ada ya syukur kalau tidak ada ya ora opo-opolah---. Maaf! Terlalu jauh ngelanturnya yaa! Tapi ini adalah sebuah ilustrasi bagi aku dan temanku tersebut yang perlu diingat dan disadari. Sebab kalau itu terjadi, bukannya aku yang rugi tapi orang tersebutlah yang akan mendapat rugi karena salah mencari mangsanya.
Sebenarnya tulisan ini untuk mengungkapkan betapa pentingnya sebuah janji yang telah terucap. Janji itu hanyalah sebuah kata yang tidak berharga seperti kata-kata lainnya, kata janji tersebut akan berharga dan menjadi sangat signifikan, bahkan akan berdampak buruk dan baik bagi orangnya kalau kata janji tersebut bukan berbentuk kata lagi akan tetapi berupa ucapan atau ikrar yang sudah dikeluarkan seseorang pada orang lain atau dirinya sendiri. Janji itu akan menjadi sakral bila diucapkan dengan ketulusan dan kesungguh-sungguhan pada orang lain. Berpijak dari sinilah aku berpikir bahwa sebuah janji itu harus benar-benar dipegang ---kalau perlu diikat dengan rantai yang kuat---agar tidak lepas dan lari dari orangnya. Aku berpikir sebuah janji itu sebenarnya tidak bisa dibeli dengan materi ---walaupun materi itu banyak--- karena hal itu menyangkut perasaan seseorang dan kredibilitasnya pada orang yang telah diberinya janji tersebut, terlebih akuntabilitasnya nanti dihadapan Allah Swt.
Dalam pergaulanku selama ini aku merasa sudah banyak yang sengaja atau tidak sengaja mengingkari janji yang telah dibuatnya padaku (mungkin aku juga termasuk orang yang telah melalaikan janji pada orang lain). Kalau orang yang jauh atau bukan teman akrab yang mengingkarinya sih tidak apa-apa---paling aku tidak percaya lagi padanya ---- akan tetapi kalau yang mengingkari itu teman dekatku atau orang-orang-orang yang dekat denganku, maka itu adalah hal yang sangat menyakitkan bagiku. Selama ini aku selalu berusaha untuk selalu menepati janji yang telah kuucapkan (makanya aku tidak berani sembarangan mengucapkan janji kalau aku akan mengingkarinya). Aku akan berusaha mengingatnya, karena itu kalau aku lupa dengan janjiku maka aku akan meminta maaf pada orangnya. Akan tetapi, dalam pergaulanku aku merasa diantarateman-temanku ada yang suka ngomong bahwa insya Allah katanya aku akan bertemu engkau besoak diperpustakaan atau dirumahmu (salah satu contoh saja), sehingga aku datang keperpustakaan untuk bertemu tapi kenyataannya Dia tidak datang, lalu kutunggu dirumah, Dia juga tidak ada walaupun hatiku kesal, tapi aku mencoba untuk selalu bersabar dan menerima kenyataannya---Aku berpikir mungkin itun sudah kebiasaannya atau dia lupa, karena aku juga harus selalu maklum bahkan mungkin semaklum-maklumnya karena temanku itu sibuk dengan urusan dan kegiatanya sehari-hari, sehingga kata-kata seperti diatas hanyalah merupakan senda gurau sekedar untuk hiburan dan tidak mengandung implikasi apa-apa buat orang.
Tapi aku harus bersikap bijaksana dalam hal itu dan sangka baik saja bahwa dia itu sibuk dan juga mungkin lupa. Selain itu ada juga orang yang selalu mengucapkan kata-kata, bahwa dia akan selalu setia, kemudian juga orang tersebut mengatakan akan bertemu hari ini atau besok pada jam sekian misalnya, tapi orang tersebut datangnyajauh dengan apa yang diucapkannya. Kalau Cuma 10 menit sampai setengah jam mungkin masih bisa ditolerer, akan tetapi kalau terlambatnya 1 jam atau lebih pasti akan membuat orang lain menjadi kecewa--- ya! Syukur-syukur Dia yang diberi janji orang yang sabar dan tidak mencap sikap orang tersebut dengan macam-macam kalau Di tidak sabar pikir sendirilah akibatnya.
Disini saya bukannya menuduh orang itu ingkar janji, tapi karena situasi dan kondisi seseoranglah yang menyebabkan seseorang itu lalai bahkan lupa akan janjinya tersebut (terus terang aku juga termasuk dalam hal itu). Tapi disini saya hanya ingin menunjukkan pada diriku pribadi dan orang-orang yag suka lalai dan lupa akan janjinya, jangan sembarangan mengeluarkan kata-kata yang mempunyai makna janji bagi orang yang menerimanya. Sebab sekali lagi saya katakan bahwa janji merupakan sesuatu yang sakral bagi orang yang mengucapkannya dan mempunyai implikasi yang kuat baginya dihadapan Allah Swt dan bagi orang lain (coba kita pikir kalau orang tidak rela dan memaafkan gimana dong!).
Saya mengutip beberapa ayat al-qur`an dan memberi sedikit penjelasan sebagai pelajaran bagiku dan orang-orang yang saya sebutkan di atas tadi tentang pentingnya sebuah perjanjian didalam hidup ini, sebagai berikut :
Allah Swt memperingatkan bahwa orang yang melanggar sebuah perjanjian sesudah perjanjian itu teguh  .... maka orang tersebut termasuk orang yang rugi (Lihat 2;27), Orang yang mengingkari janjinya akan disiksa dengan siksaan yang sangat berat diakhirat kelak (2;85), bahkan Allah mengatakan bahwa orang yang mengingkari janjinya termasuk golongan yang tidak beriman (2;100), Allah juga mengatakan bahwa orang yang suka menepati janji adalah salah satu ciri orang yang bertakwa kepada Allah Swt (2;177), Orang-orang yang menepati janji dan bertakwa adalah orang-orang yang disukai Allah Swt (3;76), karena sesungguhnya Allah mengetahui isi hati (setiap manusia, pen) (Lihat 5;7), Allah Swt mengancam bahwa orang-orang yang menukar janji dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit tidak akan mendapat bahagian (pahala) diakhirat, Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak melihat mereka pada hari kiamat dan tidak pula mensucikan. Bagi mereka azab yang pedih (3;77), orang yang tetap dengan perjanjiannya termasuk salah satu yang diampuni dosanya dan nantinya akan masuk ke sorga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir sesudah itu, sesungguhya ia telah tersesat di jalan yang lurus (5;12), menapati janji adalah perintah kepad manusia agar selalu ingat (6;152), orang-orang yang memenuhi janji dan tidak merusaknya termasuk orang-orang yang berakal dan dapat mengambil pelajaran (13;20), orang-orang yang merusak janji yang telah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan hubungan yang telah terjalin .... mereka akan mendapat kutukan dan tempat yang buruk, yaitu neraka jahanam (13;25), Allah memerintahkan untuk menepati janji ...... karena Dia mengetahui apa yang diperbuat oleh orang-orang yang berjanji tersebut (16;91), Allah memberikan perumpamaan terhadap orang yang menjadikan perjanjian (sumpah) sebagai alat untuk menipu seperti seorang perempuan yang menguraikan benang yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain (16;92), orang yang menjadikan janji (sumpah) sebagai alat untuk menipu, mereka akan merasakan kemelaratan di dunia dan baginya azab yang besar (16;94) dan yang perlu kita ingat bersama bahwa setiap janji itu paasti akan diminta pertanggungan jawabnya (lihat 17;34) dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan lagi disini.
Nah! Sekali lagi saya katakan bahwa janji adalah sebuah kata yang sakral sesuai dengan ayat-ayat yang telah saya sebutkan di atas tadi. Karena begitu sakralnya orang yang telah mengucapkan janji dituntut untuk dapat selalu menepatinya. Dan orang yang selalu menepati janji tersebut dikatakan sebagai salah satu ciri orang yang beriman (23;8), orang tersebut termasuk salah satu yang diampuni dosanya dan nanti Dia akan masuk sorga (5;12), dan juga mereka termasuk golongan orang yang bertakwa dan orang yang disukai Allah Swt (2;177 dan 3;76). Kalau kita lihat dari ayat-ayat tersebut jelas tergambar bahwa orang yang selalu memenuhi setiap janjinya akan diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah Swt, maka sungguh indah sekali kalau orang yang berjanji selalu bisa untuk menepatinya (semoga aku termasuk ke dalam golongan yang selalu menepati janji tersebut).
Walaupun perjanjian tersebut adalah sesuatu yang sakral tetap saja ada yang mencoba untuk mengkontaminasikannya dengan berbagai alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Orang tersebut mudah sekali mengucapkan sesuatu yang mengandung janji misalnya kita akan bertemu besok atau tungguaku besok, nanti akan aku kerjakan ambil nanti jam sekian tugas tersebut akan selesai dan lain-lain. Tapi setelah harinya atau jam yang sudah ditentukan tiba, Dia tidak datang dengan alasan lupa dan sibuk ---- kalau lupa sih wajar saja tapi kalau sibuk itu luar biasa --- sebab orang yang tahu bahwa dirinya itu sibuk atau sering lupa janganlah terlalu mudah untuk mengucapkan janji atau ucapan yang mengandung janji. Sebab bisa berimplikasi fatal bagi pelakunya. Kalau sekali sih! Mungkin masih bisa dimaafkan. Dua, tiga kali masih bisa, tapi kalau lebih dari hal tersebut bahkan sudah menjadi kebiasaan, maka orang tidak akan percaya lagi (Aku takut hal ini akan berdampak kepada keturunannya nanti). Sebab orang pasti melihat orang tuanya dengan mengatakan : “Orang tuanya kan seorang pembohong, suka ingkar janji wajar saja anaknya seperti itu”
Nah itu adalah sedikit ilustrasi dari akibat ingkar janji, selain itu Allah swt dengan jelas sekali mengecam perbuatan tersebut, seperti : “Allah mengatakan orang yang mengingkari janji itu termasuk orang yang rugi nantinya” (2;27), bahkan dikatakan sebagai golongan yang tidak beriman (2;100) dan diakhirat kelak Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak melihat mereka dan tidak pula mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih (3;77) Allah juga akan mengutuk dan memberikan tempat yang buruk, yaitu neraka jahanam bagi mereka yang merusak perjanjian yang telah diikrarkan dengan teguh (13;25) dan juga orang yang telah menjadikan janji (sumpah) sebagai alat untuk menipu orang lain, maka mereka akan merasakan kemudharatan di dunia dan baginya nanti azab yang besar dari Allah Swt (16;94). (Aku selalu berdoa semoga aku dan keturunanku tidak termasuk dalam golongan orang-orang tersebut, na’udzubillahi min dzalik untuk selama-lamanya).
Demikianlah, betapa pentingnya signifikasni dari sebuah janji yang sudah terucapkan. Indah memang kalau janji tersebut dapat selalu ditepati dan sangat buruk sekali bagi orang yang suka mengingkarinya. Aku berharap dari hubunganku selama ini dengan temanku (seperti di awal) dapat berjalan dengan lancar tanpa ada niat untuk selalu mengingkari janji yang sudah disepakati apalagi niat untuk berbohong atau balas dendam terhadap masa lalu (baca kembali di awal). Aku harus bekerja keras agar apa yang aku tuangkan dalam tulisan ini bukanlah hanya sebuah tulisan belaka akan tetapi menjadi pegangan hidupku ke arah masa depan yang belum aku ketahui. Aku berharap semoga orang-orang yang berada di dekatku bukanlah orang yang munafik. Ketika bersamaku mereka baik dan memuji kelebihanku, akan tetapi ketika berada dibelakangku mereka memperolok dan menghinaku (bagiku itu tidak apa-apa) cuman yang meneyakitkan diriku adalah apabila ada orang yang pura-pura baik denganku, hanya ingin mengambil kelebihan pada diriku sehingga ketika dia dekat denganku mau saja mengucapkan janji-janji untuk memikatku. (Aku lebih baik orang menghina diriku secara terus terang (blak-blakan) dari pada dibelakang macam-macam) artinya aku lebih suka orang jujur walaupun tindakan salah di mata orang banyak daripada orang munafik (lihat hadits Nabi tentang ciri munafik) walaupun di mata orang banyak dia itu benar, shaleh dan alim.
Sekian dulu tulisan dari Aku, semoga ini menjadi pelajaran berharga bagiku dan orang yang membacanya. Mohon maa kalau dalam tulisan ini ada yang tidak sesuai.
#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 30 Juli 2018

Bersimpuh Meminta Maaf Dari Kesalahan

Ada sebuah lagu yang sangat menyentuh dan syahdu yang dinyanyikan oleh Haddad Alwi feat  Farhan yang berjudul “Ibu”. Syairnya seperti ini : “Bersinar bagaikan cahaya yang selalu beriku penerangan. Selembut sutra kasihmu kan selalu kurasa dalam suka dan duka. Kaulah ibuku cinta kasihku terima kasihku takkan pernah terhenti kau bagai matahari yang selalu bersinar, sinari hidupku dengan kehangatanmu. Bagaikan embun kau sejukku, hatiku ini dengan kasih sayangmu, betapa kau sangat berarti dan bagiku kau takkan pernah terganti, kaulah ibuku, cinta kasihku, terima kasihku takkan pernah terhenti, kau bagai matahari, yang selalu bersinar, sinari hidupku dengan kehangatanmu”

Sewaktu kecil, penghayatan kita akan lagu tersebut pastinya akan sangat jauh berbeda dengan saat-saat kita menjadi dewasa. Seorang Ibu sedemikian tingginya dipuji dan dipuja di dalam banyak syair-syair dan lagu, bahkan di dalam kitab sucipun diwajibkan untuk mencintai Ibu setulus-tulusnya dan setinggi-tingginya. Namun di dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari sudahkah kita menempatkan Ibunda kita pada posisi yang seharusnya?.

Banyak dari para Ibu dengan anak-anak yang sudah dewasa berpendapat bahwa dirinya bahagia selama anak-anaknya bahagia. Tak jarang sering kita melihat sendiri betapa kerasnya perjuangan orang tua kita, dan terutama Ibu-Ibu yang berjuang dalam menghidupi, mengasuh dan membesarkan anak-anak. Sehingga tidak jarang mereka bahkan tidak pernah mengenal kata “istirahat” atau bahkan mengenyam kenikmatan hidup karena waktu mereka hanya diisi dengan bekerja dan bekerja.

Walaupun Ibu tidak pernah meminta untuk dihormati dan dicintai, tidak pernah meminta balas jasa, tidak pernah meminta untuk dipuja dan puji, sudah membudayakah cinta anak kepada orang  tua dan Ibu? Sepertinya, pada kebanyakan keluarga di Indonesia, apresiasi kecintaan anak kepada orang tua dan Ibu masih sebatas pada sikap menurut kepada kemauan orang tua. Pengungkapan cinta kasih kepada Ibu masih menjadi satu set dan tidak bisa terlepas dari orang tua yaitu Ayah dan Ibu. Taat, patuh dan berbakti kepada orang tua adalah tiga kata kunci yang masih dipegang oleh banyak keluarga sebagai syarat apresiasi kecintaan dan penghormatan kepada orang tua, terutama kepada Ibu.
Kadang ada yang menuangkan rasa kecintaan dalam bentuk puisi, syair atau surat. Ada pula yang menuliskannya di dalam diary atau buku harian. Kadang ada yang memberikan kartu atau hadiah saat ulang tahun atau ulang tahun perkawinan orang tua. Namun cara penuangan rasa cinta dan hormat ini bisa dikatakan hanya dilakukan oleh segelintir golongan di dalam masyarakat.

Salah satu hal yang paling sering dilakukan sebagai bukti kecintaan kepada orang tua adalah pulang kampung untuk berlebaran atau bersilaturrahmi ke rumah orang tua. Sungkeman atau bersimpuh/berlutut meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan sekaligus memohon doa dan restu dari orang tua adalah satu hal yang paling lazim dijumpai di dalam masyarakat kita. Banyak pula di dalam masyarakat yang mengatakan bahwa bentuk lain dari ungkapan kecintaan dan penghormatan kita kepada orang tua, adalah dengan merawat dan menjaga orang tua di hari tuanya. Sudahkah kita melakukannya?

Semoga kita semua bisa melakukannya! Amin.

#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 30 Juli 2018

Sabtu, 28 Juli 2018

Menghasilkan Generasi Yang Berkualitas

Rubrik Opini Radar Bajnarmasin pada hari Sabtu, 28 Juli 2018 memuat tulisan dengan judul “Kecil-kecil Jadi Pengantin”. Dalam tulisan itu menyoroti kasus penikahan dini yang lagi viral di media sosial, bahkan sudah menjadi konsumsi Nasional karena kedua mempelai beserta orang tua dan wali yang mengasuh mereka di undang wawancara oleh sebuah TV Swasta Nasional. Kejadian menghebohkan itu terjadi di Desa Tungkap Kecamatan Binuang Kabupaten Balangan. Ketika video pernikahan mereka viral di medsos, maka banyak pihak yang mengecam serta memberikan tanggapan negatif. Karena mereka tergolong masih anak-anak yang seharusnya masih berada di bangku sekolah. Laki-lakinya ZA berumur 14 tahun, dan perempuannya IB berusia 15 tahun. Yang kalau dirujuk kepada Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa ‘Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.

Akibat dari perkawinan muda yang tidak sesuai dengan undang-undang tersebut, maka banyak pihak yang manyarankan agar pernikahan itu dibatalkan. Bahkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohanna Yembise ikut turun tangan dan mengatakan bahwa pernikahan tersebut harus dibatalkan. Dan menurut informasi yang beredar bahwa penikahan ZA dan IB sudah dibatalkan, walaupun masih menjadi tanda tanya, siapa yang berhak membatalkan pernikahan keduanya. Sebab pernikahan keduanya tidak tercatat di Kantor Urusan Agama setempat.  

Dalam agama Islam, penikahan itu sah kalau memenuhi rukun dan syarat nikah. Rukun nikah itu meliputi mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali nikah, saksi (minimal 2 orang) dan Ijab Qabul (Akad). Sedangkan syarat bagi kedua mempelai tidak ada menyatakan Batasan umur. Yang ada hanya menyatakan bahwa kedua calon mempelai baik laki-laki maupun wanita telah baligh. Baligh dalam pandangan agama Islam tidak terikat umur. Kalau wanita ciri balighnya jelas, yakni sudah pernah haid. Sedangkan bagi laki-laki bisa saja masih samar-samar. Akan tetapi ciri fisik laki-laki yang baligh bisa diketahui, diantaranya adalah munculnya jakun dilehernya, suara membesar, tumbuh bulu-bulu kecil di area sensitif, dan pernah bermimpi basah. Kalau ciri-ciri itu terpenuhi, maka laki-laki dan wanita dikategorikan sudah baligh. Artinya, kalau mereka melakukan pernikahan maka nikahnya sah sesuai agama Islam.

Indonesia adalah negara besar. Berbagai suku, ras dan agama terdapat di dalamnya. Karena itu, Indonesia bukan negara yang berlandaskan agama. Walaupun agama terbesar di Negeri adalah Islam. Tidak serta mata hukum yang berlaku harus sesuai dengan agama Islam. Dalam perkawinan sudah jelas bahwa hukum yang dipakai saat ini adalah UU Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975. Dalam Undang-undang itu pada Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian pada ayat 2 disebutkan Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya perkawinan akan sah kalau dinikahkan sesuai dengan agamanya dan tercatat di KUA ataupun di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat.

Selama ini, sebagian masyarakat ada yang berpikir bahwa pernikahan itu cukup diucapkan maupun dilangsungkan dihadapan ‘Penghulu’ saja, tidak perlu dicatatkan di instansi terkait. Biasanya, mereka malas mengurusnya karena mau cepat. Ada juga karena tidak memenuhi persyaratan seperti kasus ZA dan IB atau mau menambah isteri lebih dari satu (tanpa izin isteri pertama), dan sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan pernikahan yang tidak tercatat sesuai Undang-undang tersebut menjadi tumbuh subur di daerah kita. Dengan berlandaskan ajaran agama, pernikahan tersebut menjadi hal yang lumrah. Terkadang para ulama ikut memberikan pencerahan kepada jamaahnya tentang kebolehan melakukan pernikahan seperti itu. Mereka hanya berpatokan kepada fikih yang notabene nya membolehkan nikah selama syarat dan rukunnya terpenuhi.

Generasi Berkualitas
Allah mengajarkan kepada umatnya untuk mencari kebahagiaan akhirat dan jangan melupakan kebahagiaan dunia (Qs.28:77). Manusia dalam hidupnya adalah mencari kebahagiaan itu. Dengan menjalankan ajaran agama yang diajarkan Rasulullah Saw maka kehidupan di dunia ini akan memperoleh kebahagiaan. Pernikahan merupakan sunnah Rasul. Artinya, mereka yang melangsungkan pernikahan telah menjalankan perintah Rasulnya. Salah satu tujuan dari pernikahan adalah mendapatkan keturunan yang baik dan berkualitas. Anak-anak itulah yang bakal meneruskan kehidupan orang tuanya. Karena itu Allah memerintahkan kepada setiap orang tua agar menjaga, merawat dan mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baiknya, supaya menjadi generasi yang salih dan salihah. Anak-anak yang pandai, berakhlak mulia, sejahtera dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi orang tua, masyarakat, bangsa dan negara. Allah Swt melarang manusia meninggalkan keturunan yang lemah (Qs.4:9). Lemah disini dalam segala hal, baik fisik, ekonomi, kecerdasan, maupun agamanya.

Nah, untuk menghasilkan generasi yang kuat semacam itu kuncinya ada pada kualitas Lembaga rumah tangga yang dibangun oleh orang tuanya. Jika rumah tangga itu Islami, tentram, bahagia, dan tertata dengan baik, Insya Allah akan menghasilkan anak-anak yang baik di masa depan. Sebaliknya, jika rumah tangga tersebut amburadul, maka ia pun akan menghasilkan anak-anak yang ‘amburadul’ juga. Rasulullah Saw pernah mengatakan, bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih. Orang tuanyalah yang menjadikannya seorang muslim, Nasrani, yahudi maupun majusi. Hal ini menunjukkan betapa sentralnya peranan orang tua bagi kualitas anak-anaknya di masa depan. Jika orang tuanya suka bertengkar, maka anak-anaknya pun akan memiliki sifat-sifat suka bertengkar. Jika orang tuanya suka berlaku kasar, maka anak-anaknya pun bakal senang berlaku kasar. Namun, jika orang tuanya memberikan contoh kasih sayang dan kelembutan dalam keluarga, maka anak-anak mereka pun bakal menyukai budaya kasih sayang dan kelembutan dalam hidupnya. Karena itu, sering kita dengar pepatah yang mengatakan bahwa ‘buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’. Artinya, seorang anak tidak akan jauh dari akhlak dan didikan orang tuanya. Selain karena faktor genetik yang diturunkan, hal itu juga bersumber dari kebiasaan yang ditanamkan orang tuanya selama bertahun-tahun.

Nah, untuk itu sangat wajar kalau dalam undang-undang perkawinan melarang pernikahan muda. Sebab, tingkat kedewasaan kedua pasangan untuk membina rumah tangga belum cukup. Pernikahan bukan saja masalah seksual. Ketika seseorang sudah memasuki usia baligh lantas boleh menikah. Ada faktor psikologis dan emosional serta cara berpikir dewasa yang harus di miliki oleh masing-masing pasangan. Dengan begitu, rumah tangga akan berlangsung dengan baik. Kedewasaan psikologi dan emosi sangat penting untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis. Selain itu, cara berpikir juga mempengaruhi kedewasaan seseorang. Oleh sebab itu, faktor umur menjadi sebuah pertimbangan dalam memasuki pernikahan. Tidak jarang pasangan muda yang sudah menikah tidak bisa mengontrol emosinya, sehingga banyak terjadi kasus perceraian. Data di pengadilan agama menyatakan bahwa sebagian besar perceraian yang terjadi adalah pasangan muda. Itu yang tercatat, masih banyak lagi kasus perceraian yang tidak tercatat dan terpantau oleh pihak pemerintah.

Kasus AZ dan IB sudah terjadi. Kita berharap, kasus serupa tidak lagi terulang kepada siapapun. Diperlukan pembelajaran melalui sosialisasi yang intens oleh pihak terkait. Selain itu, peranan ulama, ustaz, guru, tokoh masyarakat maupun lembaga pendidikan di semua jenjangnya. Peranannya sungguh  sangat diharapkan. Mereka berperan sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk bisa menjelaskan dan meyakinkan masyarakat tentang bahaya penikahan di usia dini. Sehingga ke depan tidak terjadi lagi pernikahan muda. Semoga!

Paringin, 28 Juli 2018

Kamis, 26 Juli 2018

Gepeng Jangan Diberi

Beberapa hari yang lalu, video seorang wanita yang diduga pengemis sedang mengambil uang ratusan juta beredar di media sosial. Dalam video itu tampak seorang wanita berpakaian lusuh sedang menghitung uang di sebuah bank. Menurut penelusuran, wanita itu berprofesi sebagai peminta-minta di sekitar Pasar Lama Banjarmasin. Dengan beredarnya video itu, berbagai macam tanggapan bermunculan di media sosial. Banyak yang menyayangkan bahwa seorang wanita yang berprofesi sebagai ‘peminta-minta’ ternyata mempunyai banyak sekali uang. Walau pun pihak keluarga sudah mengklarifikasi bahwa uang ratusan juta yang di ambil wanita itu bukan dari hasil meminta-minta. Akan tetapi, karena video itu sudah terlanjur tersebar, maka masyarakat menjadi berpandangan negatif terhadap para pengemis. 

Kasus seperti itu banyak di temui di daerah perkotaan. Tidak hanya di Banjarmasin, kejadian seperti itu merupakan persoalan yang sama terjadi di setiap kota-kota besar di Indonesia. Sebelumnya juga sempat viral di medsos, yaitu sekitar bulan Februari yang lalu juga heboh di daerah Tasikmalaya. Pada saat menggelar operasi gabungan penertiban tuna wisma, penyandang gangguan jiwa, dan pengemis oleh Satpol PP Kota Tasikmalaya telah mengamankan seorang pengemis yang bernama Epon (50 Tahun). Sepintas ini merupakan peristiwa biasa, namun saat di data dan di periksa dari tangan Epon petugas menemukan uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu yang ketika dihitung berjumlah Rp 34 juta. Kemudian, ada juga Siswari Sri Wahyuningsih (51 Tahun) di Semarang. Apa yang dibawa pengemis dan pengamen yang terjaring di Kota Semarang ini jauh lebih mencengangkan lagi. Dia kedapatan memiliki uang deposito sebesar Rp 140 juta dan uang tabungan di bank senilai Rp 16 juta. Saat dijaring, ia pun membawa uang tunai mencapai Rp 400.000, serta tiga surat BPKB kendaraan roda dua. Bahkan, sertifikat tanah seluas 105 meter persegi pun turut dibawa. Ia memiliki tiga anak dan kesemuanya dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Kejadian yang viral di medsos itu hanya sebagian kecil saja. Dan hanya kebetulan saja terciduk atau tertangkap saat ada rajia penertiban oleh Satpol PP daerah masing-masing. Masih banyak lagi para gepeng yang memiliki uang atau pun aset kekayaan yang tidak diketahu oleh orang banyak. Hal ini terbukti dengan menjamurnya gepeng itu di perkotaan. Ketika ditangkap petugas, kemudian di data dan di beri arahan setelah itu dilepaskan bukannya berhenti. Justru mereka akan kembali lagi beroperasi dan meminta-minta di tempat lain. Sehingga tidak jarang terjadi kucing-kucingan antara anggota Satpol PP dan para gepeng tersebut. Belum lagi, ada agen yang memasuk para gepeng itu untuk mencari keuntungan pribadi dan sebagainya.

Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) adalah sebuah fenomena kehidupan disebuah kota besar. Semakin besar dan maju kota itu, maka semakin banyak juga gepeng yang muncul. Hal ini merupakan suatu persoalan yang sangat pelik dihadapi pemerintah daerah. Satu sisi ingin menata kota agar lebih baik dan indah, serta menambah kemakmuran penduduknya ternyata ada para gepeng yang dapat merusak tatanan perkotaan. Hampir setiap kota besar mempunyai masalah dengan gepeng ini. Setiap kali ada penertiban bahkan sampai ditangkap dan dipenjara bukannya membuat mereka jera untuk meminta-minta, akan tetapi setelah dikeluarkan, mereka tetap kembali menjadi gelandangan dan pengemis.

Memang, ini merupakan suatu hal yang dilematis bagi pemerintah daerah setempat, dengan berbagai cara Pemerintah Daerah ingin sekali kota bebas dari gepeng, karena selain mengganggu pengguna jalan, membuat kumuh kota, juga mengurangi keindahan kota. Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan Pemerintah agar para gepeng ini tidak lagi berkeliaran maupun menunggu di persimpangan jalan kota untuk tidak meminta-minta. Diantaranya adalah mensosialiasikan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan gepeng,  pembinaan, pendidikan dan pelatihan, supaya mereka mempunyai keahlian/keterampilan bekerja, sehingga nantinya mereka dapat bekerja mandiri bahkan dapat membuka lapangan pekerjaan sendiri dan dapat hidup tanpa meminta-minta kepada orang lain lagi. Akan tetapi semua upaya dari pemerintah itu sepertinya tidak dihiraukan oleh para gelandangan dan pengemis.

Satu hal yang membuat gepeng ketagihan meminta-minta adalah kita selalu memberi. Memang ini merupakan sebuah budaya agamis. Kita kadang berkata, “apalah artinya memberi uang Rp. 500,- atau Rp. 1.000,-, anggaplah itu sedekah”. Tapi, bagi mereka itu sangat berharga, karena yang memberi tidak hanya seorang saja tapi bisa puluhan, ratusan atau mungkin lebih dalam satu harinya. Misalkan saja, seseorang memberi Rp. 500,- sehari dan yang memberi anggap saja 50 orang sehari, mereka sudah mendapatkan uang Rp. 25.000,- per hari. Apalagi kalua lebih dari itu dalam memberinya. Maka, wajar saja kalua ada gepeng yang memiliki uang dan tabungan di bank dengan jumlah puluhan hingga ratusan juta. Hal ini tidak menutup kemungkinan bisa mereka peroleh dalam sehari, bahkan mungkin saja lebih dari itu. Sebab, orang Banjar biasanya ‘Kada Pamurunan (tidak tega/kasihan)’, sehingga jarang tidak memberi dan ketika memberi pun biasanya agak banyak. Terlebih lagi dengan melihat penampilan para gepeng yang memberi belas kasihan. Hal ini menambah keprihatinan dan kepedulian para dermawan, sehingga tidak sungkan untuk memberikan uang kepada para gepeng itu.

Sebagai sebuah pendidikan bagi gepeng. Tidak ada salahnya kita ‘bapurun (bahasa banjar)’  untuk tidak memberi mereka. Bukannya kita ‘kejam’ atau tidak mau beramal jariyah dengan bersedekah kepada mereka, tetapi hal ini merupakan sebuah pengajaran bagi mereka, bahwa untuk mendapatkan uang itu susah (sulit). Rezeki harus dijemput dengan bekerja keras. Hal ini harus dicoba. Dengan tidak memberi uang kepada gepeng, diharapkan mereka akan berpikir untuk mencari pekerjaan lain. Bahkan mungkin mereka akan bekerja keras memeras keringat untuk mendapatkan rezeki yang halal lagi baik. Karena dalam ajaran agama Islam, kita dilarang meminta-minta, sebaliknya Islam mengajarkan untuk bekerja keras kepada umatnya dengan tidak bermalas-malasan dalam menjemput rezeki yang telah dianugerahkan Allah swt kepada hamba-hamba-Nya. Dengan begitu, kita telah membantu upaya pemerintah daerah dalam ‘memerangi’ para gepeng agar tidak ada lagi dan juga kita berharap mudaha-mudahan mereka sadar untuk tidak meminta-minta lagi kepada orang. Semoga!

Mari Sebarkan Kebaikan
Paringin, 25 Juli 2018

Sabtu, 21 Juli 2018

Pertolongan

Al kisah, ada seorang ulama yang tinggal disebuah kampung yang nyaman, aman dan damai. Di kampung itu ia sangat di hormati, di cintai dan di sayangi. Segala petuah dan nasihat yang disampaikannya selalu dilakukan dan dikerjakan oleh masyarakat di kampung itu. Sehingga, kampung itu menjadi sejuk, aman, tentram dan damai. Singkat cerita, ada pemberitahuan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan bahwa kampung itu akan terkena banjir yang sangat besar. Oleh sebab itu semua warga dikampung itu disuruh untuk mengungsi sementara waktu. Mendengar pemberintahuan itu, maka semua warga segera mengungsi sambil membawa barang seadanya, sebab dengan waktu yang sempit tidak bisa membawa barang-barang rumah tangga mereka.

Sedikit demi sedikit air mulai membanjiri kampung itu. Pengumuman melalui pengeras suara untuk secepatnya mengungsi terdengar bersahutan.Para relawan mulai sibuk mengevakuasi warga. Sedang sang ulama hanya duduk berzikir dan bermunajat kepada Allah Swt. Dan tidak ada tanda-tanda untuk ikut mengungsi.

Para relawan sudah mengingatkan berkali-kali kepada sang ulama untuk segera pergi ke tempat yang aman. Akan tetapi sang ulama selalu berkata bahwa Allah Swt akan menolongnya dari bencana banjir itu. Ia menyatakan telah berdoa dan beribadah secara terus-menerus agar terhindar dari bencana itu. Akhirnya air sudah mulai sampai memasuki rumah warga, dan hampir semua warga sudah mengungsi kecuali sang ulama itu. Kemudian datang perahu karet untuk menjemput sang ulama. Akan tetapi ia tetap bersikeras bahwa pertolongan dari Allah Swt akan datang. Tidak berapa lama, air terus meluap dan sampai ke atap rumah warga. Karena air sudah dalam dan deras maka bantuan kembali datang berupa helikopter untuk mengevakuasi ulama. Dan jawaban ulama itu pun sama dengan yang lalu bahwa dia yakin akan pertolongan dari Allah Swt. Akhirnya, sang ulama meninggal dunia terbawa arus banjir itu.

Ketika dia sampai diakhirat, maka sang ulama protes kepada Tuhan. Kenapa dia yang sudah beribadah kepada Allah siang dan malam, sambil berzikir dan berdoa kepada-Nya akan tetapi justru tidak mendapat pertolongan-Nya. Sang ulama merasa bahwa apa yang dilakukannya selama ini menjadi sia-sia belaka. Buktinya ia meninggal dunia akibat tidak adanya pertolongan dari Allah Swt. Di tengah protes sang ulama, Allah Swt memberikan jawabannya, bahwa Dia sudah mengabulkan doa sang ulama. Allah Swt telah banyak memberikan pertolongan mulai dari adanya pengumuman bahaya banjir, para relawan datang menjemput, setelah air naik datang lagi pertolongan berupa perahu karet, terakhir pertolongan datang berupa helikopter. Akan tetapi sang ulama tidak menyadari bahwa itu merupakan pertolongan dari Allah Swt. Sang ulama tertunduk dan menyadari kesalahannya.

Dari kisah di atas dapat diambil hikmah yang luar biasa. Cerita sang ulama di atas bisa saja terjadi pada semua orang, atau mungkin terjadi pada diri kita sendiri. Musibah yang terjadi tidak melihat status sosial, derajat, bahkan keilmuannya. Manusia kadang lalai memahami makna dan hakekat kejadian di sekitarnya sehingga cenderung lupa bahkan meremehkannya. Kadang sebuah musibah kecil di anggap biasa saja. Padahal bermula sebuah musibah itu dari hal-hal yang kita anggap kecil. Allah Swt tidak akan memberikan sebuah hukuman (musibah) kepada seseorang langsung dengan musibah yang besar. Akan tetapi musibah yang diberikan secara bertahap sesuai dengan kesanggupan manusia. Sebab, Allah Swt ingin memberikan sebuah pelajaran maupun hikmah yang luar biasa kepada manusia di balik musbiah itu. Ketika manusia menyadarinya, maka Allah Swt tidak akan memberikan musibah yang besar kepadanya, kecuali manusia yang ‘dipilih’ oleh Allah Swt.

Allah Swt berfirman ‘Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang. (Dialah Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah (Qs. 64:11-13). Dalam ayat itu, jelas bahwa musibah yang terjadi merupakan kehendak-Nya. Musibah tidak akan terjadi tanpa izin-Nya. Setiap musibah yang terjadi pada manusia merupakan akibat dari perbuatannya sendiri. Manusia cenderung melalaikan kewajiban yang telah dibebankan kepada mereka. Bahkan cenderung berbuat kejahatan dan kerusakan di muka bumi ini. Sehingga sangat wajar Allah Swt memberikan azab berupa musibah kepada mereka. Allah Swt meyatakan bahwa ‘musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari siksaan Allah) di bumi, dan kamu tidak memperoleh pelindung atau penolong selain Allah (Qs.42:30-31). Di ayat lain juga disebutkan bahwa ‘apabila Kami berikan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan (rahmat) itu. Tetapi apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa (Qs.30:36).

Dalam kasus di atas, musibah banjir yang ditimpakan Allah Swt berlaku kepada semua warga di kampung itu. Semua kampung terendam banjir dan tidak ada celah untuk berdiam diri, kecuali mengungsi ke daerah lain untuk bisa selamat dari musibah banjir tersebut. Masyarakat, para relawan dan pemerintah bahu-membahu untuk bisa menyelamatkan diri dari musibah itu. Yang tersisa hanya sang ‘ulama’ yang tidak mau mengikuti himbauan dan ajakan untuk menyelamatkan diri, sehingga dia meninggal tenggelam diterjang banjir. Pertolongan Allah Swt itu sangat jelas. Dia memberikan pertolongan secara bertahap dan berkesinambungan. Semua itu untuk menyelamatkan hamba-Nya yang taat maupun yang tidak taat kepada-Nya. Allah Swt pasti akan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang berbuat taat serta melakukan perbuatan amal shaleh. Akan tetapi pertolongan yang diberikan oleh Allah Swt tidak mesti dengan Sim Salabim seperti didalam pertunjukkan sulap. Apakah Allah Swt tidak sanggup? Kita sebagai orang yang bertauhid pasti tidak mempunyai pikiran seperti itu. Atau, apakah Allah swt tidak mau menolongnya? Mungkin, hal ini bisa terjadi pada semua orang. Akan tetapi, perlu kita pahami bahwa Allah Swt pasti menolong hamba-Nya yang sudah melakukan ketaatan kepada-Nya. Akan tetapi, manusia kebanyakan tidak mengetahuinya. Dan juga, sebagian dari manusia selalu menginginkan pertolongan yang cepat seperti kilat, tanpa mau berusaha. Padahal, setiap peristiwa atau kejadian apa pun di muka bumi ini pasti memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, kadang Allah Swt memberikan cara yang lain dalam memberikan pertolongan kepada hamba-Nya. Baik langsung maupun melalui perantara yang lain. Oleh sebab itu, manusia harus berusaha untuk menggapai pertolongan Allah swt tersebut. Allah berfirman ‘Dan manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna (Qs.53:39-41).

Oleh sebab itu, Allah Swt menyatakan bahwa ketika ditimpa kesengsaraan maka hanya kepada Allah Swt sajalah meminta pertolongan (Qs.16:53). Sebab, ketika memohon pertolongan kepada Tuhan, kemudian diperkenankan-Nya, maka Dia akan mendatangkan bala bantuan dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut (Qs.8:9). Harta benda dan anak-anak tidak berguna sedikit pun untuk menolong dari azab Allah (Qs.58:17). Dengan demikian, maka pertolongan yang diharapkan akan selalu datang ketika di minta. Akan tetapi, kita harus bersabar. Sebab, pertolongan yang diberikan oleh Allah Swt bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan dan juga bisa saja tidak sesuai. Akan tetapi, kita harus yakin bahwa Allah Swt pasti akan memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki setiap manusia. Pertolongan Allah pasti sesuai, tinggal kita saja yang memaknainya. Syaratnya adalah mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat (Qs.2:45). Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar (QS.2:153). Bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada hari yang (ketika itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sungguh, janji Allah pasti benar, maka janganlah sekali-kali kamu teperdaya oleh kehidupan dunia, dan jangan sampai kamu teperdaya oleh penipu dalam (menaati) Allah (QS.31:33). Dan yang terakhir adalah jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (QS.47:7).

Dengan demikian, kita selalu berharap agar mendapatkan pertolongan dari Allah Swt. Setiap saat, musibah selalu datang menimpa kita. Musibah yang diberikan Allah bisa sebagai azab dan juga sebagai ujian bagi manusia. Ketika seseorang banyak melakukan kejahatan dan kerusakan di muka bumi, maka musibah yang menimpanya merupakan sebuah azab. Begitu sebaliknya, ketika seseorang banyak melakukan kebaikan dan kebenaran di muka bumi ini, maka musibah yang menimpanya merupakan sebuah ujian. Dengan begitu, maka apa pun hasil dari pertolongan yang diberikan Allah Swt akan diterima dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Dengan harapan, Allah Swt memberikan kemudahan di dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Semoga…

#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 21 Juli 2018

Popular