MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Rabu, 28 Juli 2021

Patuhi Aturan

Saat ini Pandemi Covid-19 sudah memasuki tahun kedua. Bukannya melandai, pandemi covid justru mengalami kenaikan yang signifikan. Berbagai macam usaha untuk mengatasinya telah dilakukan pemerintah. Saat ini, ada beberapa daerah diberlakukan PPKM darurat (Level 4). Terutama daerah yang tingkat paparan covid yang banyak. Seperti daerah Jawa dan Bali. Di Kalimantan Selatan ada dua kota, yaitu Banjarmasin dan Banjarbaru, sedangkan daerah lainnya sudah dalam level 3. Artinya tinggal satu tingkat lagi mencapai level 4. Akibat adanya kenaikan level itu, maka pemerintah memberlakukan pengetatan terhadap aktivitas masyarakat. Sekolah dan kampus dilarang melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Kantor-kantor pemerintah, swasta dan BUMN memberlakukan Work From Home (WFH). Masyarakat dihimbau untuk memakai masker Ketika keluar rumah. Menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mencuci tangan dengan air yang mengalir, dan mengurangi mobilitas atau interaksi. 

Himbauan itu harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat. Bahkan ketika, ada larangan sementara untuk tidak shalat jum’at dan shalat lima waktu berjamaah di masjid atau mushalla, juga harus ditaati. Apalagi sudah ada fatwa ulama yang membolehkan untuk tidak melaksanakan shalat jumat dan shalat berjamaah di masjid dan mushalla. Kalau tidak taat terhadap pemerintah dan ulama yang memiliki otoritas dalam menetapkan hukum, lantas siapa lagi yang harus ditaati. Masalah khilafiyah kalau perlu kita kesampingkan dulu untuk kemaslahatan bersama. Kalau khilafiyah diperdebatkan, maka perlu penjelasan yang panjang lebar dan waktu yang lama untuk meyakinkan masyarakat awam. Itu pun kalau perdebatan itu berujung ada kesimpulan yang bisa disepakati. Andaikan, antar kelompok masing-masing punya pendapat yang berbeda, maka masalah hukum itu tidak akan selesai. Justru akan berbuntut panjang dan saling menyalahkan bahkan bisa saling kafir-mengkafirkan. Akibatnya, tujuan utama untuk menanggulangi penyebaran virus corona ini tidak akan selesai. Bisa terus berlanjut tidak berujung. Korban akan terus bertambah banyak. Dan virus akan terus menyebar tidak bisa dihentikan lagi. Nauzdubillah… 

Virus corona yang sekarang lagi mewabah di seluruh dunia merupakan makhluk Allah Swt. Setiap virus yang ada memiliki mekanisme atau cara kerjanya masing-masing. Virus yang masuk ke dalam tubuh atau yang menempel di anggota tubuh seseorang belum tentu menjadi penyakit. Bisa saja virus yang masuk ke dalam tubuh itu sebagai antibodi atau untuk kekebalan tubuh. Seperti imunisasi terhadap bayi. Itu ‘virus’ yang dimasukkan kedalam tubuh dengan suntikan agar kelak bayi itu kebal terhadap serangan virus, seperti campak. Tapi sebagian besar, virus itu bisa mendatangkan bibit penyakit kepada manusia yang menerimanya. Virus ini sudah ada dari dulu. Ia tidak bisa dimusnahkan sampai akhir zaman. Ia akan selalu ada disetiap zamannya. Dengan bentuk dan fungsi yang lain. Virus diciptakan salah satunya untuk memberikan ‘penyakit’ kepada manusia. Untuk itu, ketika virus itu datang menyerang manusia, maka taatlah terhadap aturan untuk bisa melawannya agar ia tetap tahan terhadap virus itu. Dengan cara apa? 

Ketika dia memiliki ilmu dan kemampuan, maka dia bisa berusaha sendiri untuk melawannya. Bisa dengan meracik obat sendiri. Bisa dengan meminum tumbuhan antibodi. Bisa dengan olah raga. Bisa juga dengan menjaga kebersihan dirinya seperti mencuci tangan, mandi, menyemprot dengan cairan disinfiktan dan sebagainya. Jika ia tidak memiliki kemampuan itu, maka bisa melalui perantara orang lain, seperti bantuan dokter, perawat dan sebagainya. Ketika virus itu mulai mewabah, maka peran pemerintah untuk menanggulanginya. Bisa dengan Social Distancing, Psychal Distancing ataupun lockdown. Masyarakat disuruh beraktivitas di rumah masing-masing. Tidak boleh keluar rumah dan melakukan kontak fisik dengan orang lain. Setiap kerumunan massa ditiadakan. Termasuk ibadah ditempat suci masing-masing agama yang mendatangkan orang banyak dalam satu tempat juga ditiadakan. Ini berlaku bagi semua agama, bukan hanya Islam. Karena itu, larangan ini jangan dijadikan dasar mengecam pemerintah telah membatasi hak beribadah bagi pemeluknya. Semua lapisan masyarakat harus bisa mematuhinya. Sebab dengan cara itu, maka virus akan terputus penyebarannya. Semoga!


#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 27 Juli 2021

Masa Lalu, Depan dan Sekarang

Setiap orang pasti akan menghadapi tiga zaman atau masa di dalam hidupnya. yaitu, Masa Lalu, Masa Depan dan Masa Sekarang. Ketiga masa itu akan dilaluinya sepanjang hidupnya. Ketiga masa itu tidak akan pernah terpisahkan dari diri seseorang. Ketiganya berjalan beriringan sesuai dengan urutan waktu yang berjalan. Waktu tidak bisa dimundurkan. Ia berjalan terus tanpa henti. Usia manusia bisa panjang atau pendek karena adanya waktu itu. Waktu berjalan terus sampai kelak akan berhenti seiring musnahnya alam semesta ini. Waktu yang dimiliki manusia di muka bumi ini sama, yakni 24 jam per hari. Dimanapun ia berada. Dibelahan  bumi manapun ia tinggal. Waktunya tetap sama 24 jam. Mereka yang bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Akan menjadi manusia yang sukses. Begitu sebaliknya, manusia yang tidak bisa memanfaatkan waktunya, akan menjadi manusia yang rugi bahkan celaka. Hal ini berdampak kepada pandangan hidup terhadap Masa Lalu, Depan dan Sekarang. Sebab, adanya masa lalu, depan dan sekarang itu karena adanya waktu itu. Waktu lah yang memunculkan masa lalu, depan dan sekarang. Untuk itu, adanya perasaan bahagia, senang, damai, tenang, tentram, gembira, sedih, cemas, takut, khawatir, gelisah merupakan dampak dari sudut pandang terhadap ketiga masa itu. 

Masa Lalu adalah sejarah. Masa Depan adalah harapan atau cita-cita. Sedangkan Masa Kini adalah kenyataan yang sedang dihadapi. Masa Lalu adalah masa yang dilalui sebelum Masa kini. Artinya, ketika kita berada pada waktu atau ditempat tertentu, maka waktu sebelum kita berada ditempat sesuatu itu disebut sebagai masa lalu. Tahun yang sudah berlalu merupakan sejarah. Begitu juga bulan, minggu dan hari yang sudah berlalu merupakan masa lalu. Bahkan jam, menit maupun detik sebelumnya juga merupakan masa lalu. Intinya, masa lalu itu dihitung mundur sebelum datangnya masa kini. Sedangkan masa kini merupakan masa yang sedang dihadapi. Ketika kita berada pada jam, menit ataupun detik tertentu dan pada tempat tertentu disebut sebagai masa kini. Intinya, masa kini merupakan masa yang sedang dihadapi secara langsung pada waktu itu. Sedangkan, masa depan merupakan masa yang terjadi setelah masa kini. Artinya, jam, menit, maupun detik sebelum terjadinya masa kini merupakan masa depan. 

Masa lalu, kini dan depan berjalan beriringan. Pada waktu yang sama, seseorang telah mengalami masa lalu, kini dan depan. Ketiganya terjadi secara bersamaan seiring dengan perubahan waktu. Ketika kita berada pada waktu tertentu, maka waktu sebelumnya disebut masa lalu. Waktu yang dihadapinya merupakan masa kini. Dan, sebelum masa kini tiba disebut masa depan. Ukurannya adalah masa kini. Peristiwa atau waktu yang terjadi sebelum masa kini disebut masa lalu. Sedangkan peristiwa atau waktu yang terjadi setelah masa kini disebut sebagai masa depan. Terkadang masa lalu, kini dan depan dijalani seseorang begitu panjang. Ketika ia memiliki umur yang panjang, misalnya 60 tahun. Maka masa lalu, kini dan depannya juga 60 tahun. Begitu juga ada yang memiliki umur pendek, seperti 30 tahun, 20 tahun, 10 tahun, 5 tahun, 1 tahun, bulan, jam, menit maupun detik. Semua itu dilalui secara simultan (serentak). Untuk itu, ketika seseorang mengalami sebuah peristiwa, apakah itu baik ataupun buruk. Maka ia sedang menghadapi masa lalu, kini dan akan datang. Yang membedakannya hanya urutan waktunya saja. Sebelum disebut masa lalu. Sekarang disebut masa kini. Sesudahnya disebut masa depan. Peristiwa atau kejadiannya adalah sama. Contoh sederhana, ketika seseorang duduk santai sambil minum kopi. Maka sebelum minum kopi, adalah masa lalu. Ketika meminum kopi merupakan masa kini. Setalah minum kopi adalah masa depan. Peristiwanya sama, yakni minum kopi. Urutannya saja yang berbeda. Hal ini juga menyangkut seluruh kehidupan manusia di muka bumi ini. Setiap orang memiliki masa lalu, kini dan depan yang berbeda dengan yang lainnya. Sesuai dengan urutan waktunya masing-masing. Akan tetapi, setiap orang bisa saja memiliki masa lalu, kini dan depan yang sama dengan peristiwa yang dialaminya.       

Dihadapan manusia, masa lalu, kini dan depan merupakan sesuatu yang berbeda. Sebab, manusia terikat dengan waktu dan ruang. Bukan hanya manusia saja. Seluruh makhluk di muka bumi ini terikat dengan waktu dan ruang. Alam semesta pun terikat oleh waktu dan ruang itu. Sehingga ada istilah dulu, kini dan yang akan datang. Sebelum alam semesta diciptakan berarti masa lalu. Alam semesta yang dilihat dan dirasakan merupakan masa kini. Sedangkan sebelum alam semesta dilihat dan dan dirasakan merupakan masa depan. Selama alam semesta dan segala isinya ini masih ada, maka masa lalu, kini dan depan juga akan tetap terus berlangsung. Hal ini berbeda dengan Allah Swt. Allah yang menciptakan waktu dan ruang itu. Allah yang menciptakan alam semesta dan segala isinya. Oleh sebab itu, Allah tidak terikat dengan waktu dan ruang. Tidak ada istilah dulu, kini dan yang akan datang dihadapan Allah Swt. Semua waktu dan ruang berada dalam ‘genggaman-Nya’. Allah Swt meliputi semua waktu dan ruang itu. Waktu dan ruang berada ‘didalam diri-Nya’. Di dalam Al qur’an disebutkan bahwa kepunyaan Allah tujuh lapis langit dan bumi, serta apa yang ada didalamnya. Allah Swt meliputi segala sesuatu yang ada dialam semesta ini, termasuk ruang dan waktu. 

Qs. Ath Thalaq (65): 12

اَللَّهُ الَّذِى خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوآ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا (١٢)

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”

Qs. An Nisa (4) : 126

وَلِلَّهِ مَافىِ السَّمَوَاتِ وَمَا فىِ الْأَرْضِج وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُّحِيْطًا (١٢٦)

“Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha meliputi segala sesuatu. 

Untuk itu, masa lalu, depan dan kini hanya dimiliki dan dihadapi oleh seluruh makhluk di dunia ini, termasuk manusia. Allah swt tidak terikat oleh masa lalu, depan dan kini itu. Semua masa sama dihadapan-Nya. Sebab yang berjalan di atas masa (waktu) itu adalah manusia. Setiap jalan yang dilalui itu, rangkaian peristiwa telah terjadi. Peristiwa itulah yang memunculkan drama kehidupan dimuka bumi. Cerita yang terjadi menggambarkan kehidupan masa lalu, depan dan kini. Semuanya berlangsung secara dramatis. Setiap orang memiliki ceritanya masing-masing. Terkadang kita hanya mengikuti alur cerita yang sudah dibuat ‘Sang Sutradara’. Kita tidak bisa membuat cerita sendiri. Sebab ceritanya sudah ada. Akan tetapi cerita yang dibuat itu tidak hanya satu, ternyata banyak. Walaupun kita tidak bisa membuat ceritanya, akan tetapi kita bisa memilih cerita yang pas (sesuai) dengan keinginan kita. Baik buruknya jalan cerita kehidupan itu tergantung dari pilihan alur cerita yang dipilihnya. Semakin baik alur cerita yang dipilih, maka baik pula alur kehidupan yang dijalaninya. Begitu sebaliknya, jika alur cerita yang dipilih buruk, maka buruk pula alur cerita kehidupannya. Allah tidak membebani hambanya kecuali sesuai dengan kesanggupannya dalam memperbuatnya. Apabila ia melakukan kebaikan maka Allah akan memberikan pahala sesuai dengan usaha yang telah dilakukannya. Dan juga, akan mendapatkan siksa dari kejahatan yang diperbuatnya. Semua perbuatan baik dan jahat itu akan dicatat dalam suatu kitab yang membicarakan kebenaran. Artinya, kitab yang berisi catatan kebaikan dan kejahatan selama kehidupannya didunia akan dibacakan atau diperlihatkan di akhirat kelak. 

Qs. Al Baqarah (2): 286

لاَيُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَاج لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْقلى...(٢٨٦)

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...” 

Qs. Al Mu’minun (23): 62

وَلاَ نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَاصلى وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ ج وَهُمْ لاَ يُظْلِمُوْنَ (٦٢)

“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” 

Semua cerita kehidupan manusia sudah tertulis dalam Kitab Induk kehidupan, yakni Lauh Mahfuzd. Semuanya tertulis disana. Tidak ada satupun kehidupan yang luput dari catatan. Sekecil apapun peristiwa yang terjadi, pasti ada catatannya yang tertuang didalamnya. Apa yang dikerjakan oleh semua makhluk di muka bumi ini ada tulisannya. Bahkan bekas-bekas yang tertinggal dari perbuatan itu pun juga tak luput dari catatan Allah swt. 

Qs. Yasin (36): 12

إِنَّا نَحۡنُ نُحۡيِ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَنَكۡتُبُ مَا قَدَّمُواْ وَءَاثَٰرَهُمۡۚ وَكُلَّ شَيۡءٍ أَحۡصَيۡنَٰهُ فِيٓ إِمَامٖ مُّبِينٖ  ١

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). 

Allah Swt menyatakan bahwa kunci-kunci yang gaib. Baik yang lalu, sekarang dan yang akan datang sudah diketahui oleh Allah. Begitu juga segala yang didaratan dan lautan juga tak luput dari pengetahuan-Nya. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur serta jatuhnya sebutir biji pun yang jatuh dikegelapan malam yang pekat. Sesuatu yang basah dan kering dan semua yang terjadi di alam semesta ini sekecil apapun. Walaupun benda itu ada, akan tetapi tidak bisa terlacak oleh alat apapun karena sangat kecil bentuknya, tetap diketahui oleh Allah Swt dan semuanya telah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). 

Qs. Al An’am (6) : 59

۞وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٖ فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٖ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ  ٥٩   

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)". 

Qs. Yunus (10): 61

وَمَا تَكُونُ فِي شَأۡنٖ وَمَا تَتۡلُواْ مِنۡهُ مِن قُرۡءَانٖ وَلَا تَعۡمَلُونَ مِنۡ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيۡكُمۡ شُهُودًا إِذۡ تُفِيضُونَ فِيهِۚ وَمَا يَعۡزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثۡقَالِ ذَرَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِي ٱلسَّمَآءِ وَلَآ أَصۡغَرَ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡبَرَ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٍ  ٦١   

“Kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” 

Oleh sebab itu, setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi maupun sesuatu yang belum terjadi sudah diketahui oleh Allah. Semuanya telah tertulis nyata dalam kitab induk di alam semesta ini, yaitu Lauh Mahfuzh. Dalam Kitab Induk itu, tidak ada istilah masa lalu, kini dan akan datang. Semuanya sama dalam pandangan Allah Swt. Catatan yang ada merupakan kumpulan peristiwa yang berlangsung selama dunia ini ada. Ibarat sebuah drama. Skenarionya sudah ada. Pemain drama hanya melakukan adegan atau peran yang telah tertulis diskenario itu. Yang membedakannya hanya pada ceritanya saja. Sebab, cerita yang terdapat dalam Lauh Mahfuzh itu banyak. Pemerannya bisa memilih cerita yang pas atau sesuai dengan kehendaknya. Sang pembuat ‘skenario’ tidak serta merta memaksakan sebuah ‘peran’ kepada pemain. Walaupun itu bisa. Akan tetapi sebagai sebuah pembelajaran, maka diberikan ‘kebebasan’ untuk memilih yang terbaik sesuai dengan karakter masing-masing. 

Dampak Masa Lalu, Depan dan Kini 

Hidup yang dilalui manusia di dunia ini ada tiga masa, yaitu masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Masa lalu adalah kenangan, masa sekarang adalah kenyataan, dan masa depan adalah harapan. Keberhasilan masa yang akan datang tidak akan terpisah dari masa lalu dan masa sekarang. Ketiganya saling terkait satu dengan yang lainnya. Walaupun ada yang beranggapan bahwa keberhasilan yang telah dicapainya karena telah melupakan masa lalu. Hal itu, tidak akan bisa dilupakan. Akibat dari masa lalu itulah yang memunculkan harapan dan kecemasan dalam hidup. Sehingga memunculkan motivasi untuk bisa berubah agar lebih baik lagi. Trauma masa lalu yang buruk menjadi daya dorong untuk berbuat yang terbaik. Sehingga, salah kaprah kalau ada orang yang melupakan masa lalunya. Dan mengatakan bahwa keberhasilannya saat ini merupakan buah jerih payahnya dimasa kini. Kalau ada orang yang seperti itu, maka keberhasilan yang didapatnya itu tidak akan berdampak indah dan bahagia. Sebab, rasa Bahagia itu akan didapat Ketika seseorang pernah mengalami derita. Begitu juga, rasa manis tidak akan didapat apabila belum pernah merasakan rasanya pahit. 

Masa lalu tidak bisa dihilangkan begitu saja. Seberapa pahit dan menderitanya pada waktu itu tidak bisa dilupakan karena dia masih terekam dibawah alam sadar kita. Justru berawal dari keterpurukan masa lalu lah maka semangat kita untuk berubah lebih baik menjadi berkobar-kobar sehingga kita berusaha semaksimal mungkin untuk meraih keberhasilan dikemudian hari. 

Masa lalu yang telah dijalani memiliki dampak kepada masa depan dan kini. Ada yang mengalami masa lalu dengan penuh kebahagiaan. Ada juga yang mengalami penderitaan. Bisa juga antara kebahagiaan dan penderitaan datang silih berganti mengisi kehidupanya. Secara psikologis, masa lalu merupakan romantika atau trauma. Sedangkan Masa Depan merupakan harapan atau kecemasan. Kedua aspek psikologis itu akan mempengaruhi masa sekarang atau kini. Ketika masa lalu dijalaninya dengan romantika yang baik dan indah, maka bisa menimbulkan harapan yang baik di masa depan. Harapan yang baik akan menimbulkan sikap optimis yang bisa mendatangkan kebahagiaan di masa kini. Begitu pula sebaliknya. Masa lalu yang dijalani dengan penuh trauma (Kesedihan dan ketakutan), maka akan menimbulkan kecemasan di masa depannya. Masa kini dihadapinya dengan penuh kecemasan dan ketakutan. Sikap pesimis menjalani hidup akan muncul dalam dirinya. Khawatir setiap kejadian atau peristiwa masa lalu akan terulang lagi. Hal inilah yang membuatnya menjadi tidak bahagia atau menderita. 

Harapan yang tertanam dalam diri seseorang akan menimbulkan suatu sikap baik. Setiap orang pasti mempunyai harapan dalam hidupnya. Harapan itu bisa sama bisa juga berbeda. Harapan itu bisa tercapai bisa juga gagal. Dalam mencapainya pun ada yang mudah dan ada yang sulit. Ada yang berujung kepada kebahagiaan dan ada pula yang berujung kepada penderitaan. Allah mengajarkan bahwa hanya Dia-lah yang berhak disembah, dan hanya Dia-lah tempat untuk meminta pertolongan. Ketidakmampuan manusia dalam menggapai harapan itu merupakan kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya. Untuk itu, dalam menggapai harapan hendaklah senantiasa meminta pertolongan hanya kepada Allah Swt. Sebab, hanya Allah sajalah yang dapat memberikan semua harapan yang terbaik yang diinginkan manusia.

Qs. Al Fatihah (1): 5

إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ  ٥

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” 

Dalam Ayat di atas, kata Na'budu diambil dari kata 'ibaadat yang berarti kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya. Sedangkan kata Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah yang berarti mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri. 

Berharap untuk lebih baik kedepannya adalah harapan semua orang. Walaupun besok 'kiamat' jangan berhenti untuk berharap. Karena dengan adanya harapan itu maka kita akan terus dan terus berusaha untuk mencapainya. Akan tetapi ketika kita berusaha mencapai harapan itu niatkanlah di dalam hatinya lillahi ta'ala (hanya karena Allah) agar harapan kita bisa bermakna. Walaupun hasilnya tidak sesuai harapan kita tapi paling tidak bisa bernilai ibadah disisi-Nya. Allah Swt menyatakan bahwa orang-orang yang beriman, orang yang berhijrah dan berjihad di jalan-Nya senantiasa mengharapkan rahmat-Nya. Mereka selalu berusaha untuk mendapatkan kasih sayang dari Allahh. Sebab, kasih sayang yang diberikan Allah akan membuat mereka menjadi manusia yang Bahagia di dunia dan di akhirat kelak. 

Qs. Al Baqarah (2): 218

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أُوْلَٰٓئِكَ يَرۡجُونَ رَحۡمَتَ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ  ٢١٨

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." 

Harapan yang terbaik adalah mendapatkan pahala yang banyak akibat perbuatan baik yang dilakukannya selama di dunia. Bukannya harta dan anak-anak yang menjadi harapannya. Harta dan anak-anak yang dimilikinya bisa melalaikannya untuk senantiasa ingat dengan Allah. Oleh sebab itu, amalan yang baik akan diterima oleh Allah Swt dan akan menghantarkannya masuk ke dalam surga-Nya. 

Qs. Al Kahfi (18): 46

ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱلۡبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيۡرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابٗا وَخَيۡرٌ أَمَلٗا  ٤٦

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” 

عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعُونَ خَصْلَةً أَعْلَاهُنَّ مَنِيحَةُ الْعَنْزِ مَا مِنْ عَامِلٍ يَعْمَلُ بِخَصْلَةٍ مِنْهَا رَجَاءَ ثَوَابِهَا وَتَصْدِيقَ مَوْعُودِهَا إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ بِهَا الْجَنَّة (صحيح البخاري ٢٤٣٨, سنن أبي داوود ١٤٣٣, مسند أحمد ٦٥٣٧)

'Abdullah bin 'Amru ra berkata: Rasulullah Saw bersabda : “Ada empat puluh kebiasaan baik, yang tertingginya adalah memberi seekor kambing. Tidaklah seseorang beramal dari perbuatan-perbuatan kebaikan tersebut dengan harapan dia mengharap pahala darinya dan membenarkan apa yang dijanjikan padanya, melainkan Allah memasukkannya dengan amalnya ke dalam surga.” (Shahih Bukhari No. 2438,  Sunan Abu Daud No. 1433, Musnad Ahmad No. 6537)  

Qs. Yunus (10): 9-10

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ يَهۡدِيهِمۡ رَبُّهُم بِإِيمَٰنِهِمۡۖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهِمُ ٱلۡأَنۡهَٰرُ فِي جَنَّٰتِ ٱلنَّعِيمِ  ٩

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan."

دَعۡوَىٰهُمۡ فِيهَا سُبۡحَٰنَكَ ٱللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمۡ فِيهَا سَلَٰمٞۚ وَءَاخِرُ دَعۡوَىٰهُمۡ أَنِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ  ١٠

"Do'a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahumma", dan salam penghormatan mereka ialah: "Salam". Dan penutup doa mereka ialah: "Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin"."

Untuk itulah, masa lalu merupakan pelajaran yang sangat berharga. Ia dijadikan sebagai tolok ukur untuk bisa melangkah lebih baik lagi kedepannya. Masa yang akan datang sangat bergantung dari perbuatan yang dilakukan pada masa kini. Semakin kuat harapan dan tekad untuk berbuat lebih baik pada masa kini, akan mendatangkan kebaikan pada masa yang akan datang. Teruslah berharap dengan melakukan perbuatan yang baik, serta senantiasa mengharap rida-Nya, maka kelak kita akan mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman hidup yang lebih baik. Semoga! 


#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 28 Juli 2021

Jumat, 02 Juli 2021

Kesibukan Yang Melalaikan

Sibuk artinya banyak yang dikerjakan. Bisa juga berarti giat dan rajin dalam mengerjakan sesuatu. Sibuk merupakan banyaknya pekerjaan yang dilakukan sehingga banyak menyita waktu. Kesibukan yang dilakukan setiap orang ada yang sama dan juga berbeda. Kesibukan yang dilakukan juga bisa berupa rutinitas yang dilakukan setiap hari. Bisa juga tidak rutin dilakukan. Bisa dadakan maupun ada pekerjaan musiman atau suruhan dari seseorang. Pekerjaan yang banyak dan bertumpuk-tumpuk bisa ada yang cepat diselesaikan. Bisa juga lambat, dan bahkan tertunda ke hari-hari berikutnya untuk diselesaikan. Akibat banyaknya pekerjaan yang dilakukan itu sehingga banyak menyita banyak waktu. Bisa jadi pekerjaan yang lainnya tidak bisa dilakukan atau tertunda. Waktu 24 jam sehari-semalam seolah-olah kurang untuk menyelesaikan pekerjaanya. Saking sibuknya, terkadang ada yang tidak bisa beristirahat dengan baik. Ada orang yang full time bekerja 24 jam tanpa istirahat. Ada yang 20 jam, 15 jam, 10 jam dan sebagainya bekerja dalam sehari. Kesibukan itu terus berlanjut setiap hari. Walaupun nantinya ada waktu-waktu libur dalam seminggu, bulan maupun tahunan. Selain itu juga ada masa cuti dalam bekerja sesuai dengan aturan dan kebutuhan. Dan juga, dalam sehari itu ada waktu istirahat beberapa jam atau menit.
 

Pada zaman dulu, dipedesaan kesibukan orang kebanyakannya bertani dan berkebun. Hasilnya dijadikan sebagai konsumsi keluarga dan sebagian lagi dijual. Ada juga yang beternak seperti ayam, itik, sapi, kambing, kerbau, burung dan lain-lain. Ada yang berdagang. Pekerjaan sampingan seperti berburu, memancing. Kesibukan yang dilakukan berkutat disitu-situ saja setiap harinya. Bekerja mulai subuh sampai sore. Ada juga yang setengah hari saja, baik pagi sampai tengah hari. Atau dari tengah hari sampai menjelang magrib. Sangat jarang ada yang bekerja sampai malam apalagi sampai menjelang subuh. Kesibukan yang dilakukan pada waktu dulu sangat jauh berbeda dengan kesibukan manusia modern saat ini. Waktu dulu orang menggunakan waktunya benar-benar untuk bekerja. Memeras keringat untuk bisa menghasilkan sesuatu. Cara bekerjanya pun juga masih tradisional. Dengan menggunakan cangkul, parang atau pisau, tombak, dan lainnya. Ketika membajak sawah dengan menggunakan tenaga binatang seperti sapi dan kerbau.  Kehidupan mereka masih sederhana. Tidak tersentuh dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini. Rasa persaudaraan dan kekeluargaan terjalin dengan erat. Ketika ada acara keluarga seperti perkawinan, kematian, selamatan, akikahan, dan lainnya ramai didatangi. Mereka saling bahu-membahu membantu suksesnya acara seperti itu. Tidak ada rasa letih dan lelah dalam bekerja membantu mereka. Juga tidak mengharapkan imbalan. Semuanya dikerjakan dengan penuh keakraban dan persaudaraan. Sehingga waktu terasa penuh makna.

 

Kesibukan yang dilakukan pada zaman sebelum era modern masih terbatas dilingkungan masyarakat masing-masing. Pada waktu itu alat transportasi masih tradisional. Walaupun ada yang punya kendaraan seperti mobil, sepeda motor, sepeda dan lainnya masih sedikit. Alat elektronik seperti televisi juga terbatas. Siaran dan channelnya juga terbatas. Dulu hanya ada TVRI dan radio. Siaran televisi pun tidak sampai 24 jam. Siarannya dari jam 07.00 sampai jam 24.00 itupun hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya.

 

Dewasa ini, kesibukan manusia mengalami perubahan yang sangat drastis. Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat, menyebabkan kesibukan manusia menjadi tak terhindarkan. Kalau dulu kesibukan kerja di sawah, kebun, kantor, pasar, dan lainnya, maka kesibukan manusia saat ini lebih kepada teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi menyebabkan batas dan ruang kehidupan manusia menjadi sempit. Kejadian atau peristiwa apapun yang terjadi diberbagai belahan dunia dapat diketahui secara langsung, baik melalui video ataupun tulisan (berita). Pertempuran antar Negara di Negara Timur Tengah bisa dilihat secara langsung. Peristiwa gunung meletus, banjir, longsor, angin putting beliung yang memorak-porandakan sebuah kampong atau kota. Tsunami yang menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang tidak sedikit juga bisa dilihta. Bahkan detik-detik terjadinya tsunami dan semburan lava akibat meletusnya gunung juga bisa disaksikan. Peristiwa pembunuhan, tabrakan, perampokan, pencurian, perzinahan, bahkan perselingkuhan pun juga ada yang ditayangkan secara langsung. Ada yang bunuh diri, mabuk-mabukan, semuanya ada ditayangkan. Tayangan di situs-situs internet itu tidak hanya ditontot oleh orang dewasa. Anak-anak pun juga bisa melihatnya. Tidak ada batasan umur dalam menyaksikan peristiwa atau kejadian itu. Televisi bisa menayangkan secara live (langsung) peristiwa yang terjadi. Selain itu, situs-situs diinternet juga menayangkannya. Seperti yuotube yang bisa ditonton oleh setiap orang yang membukanya. Disitus itu, berbagai macam video tersedia. Tinggal pilih, mau yang bagaimana tinggal buka situsnya akan muncul sesuai keinginannya. Semua orang juga bisa memasukkan (uploud) videonya disitu. Intinya, semua hal berkaitan peristiwa atau kejadian di dunia ini bisa dilihat dan saksikan dimanapun mereka berada. Di dalam kamar pribadi sambil rebahan bisa menyaksikan. Duduk-duduk santai diteras rumah sambil menikmati kue dan kopi juga bisa melihat. Di sawah, kebun, tempat pemancingan, dilaut, digunung, di dalam pesawat dan lainnya juga bisa melihatnya. Dunia sudah tidak terbatas oleh ruang. Semua bisa melihatnya.

 

Hal-hal yang sifatnya pribadi bisa menjadi konsumsi orang banyak. Semua orang bisa membuat berita atau informasi tentang kegiatannya sehari-hari sehingga diketahui oleh orang lain. Informasi yang bersifat pribadi maupun umum bisa dipasang (uploud) di media sosial. Hal inilah yang membuat kesibukan manusia dewasa ini menjadi bertambah. Setelah sibuk bekerja di kantor, sekolah, pasar, kebun, sawah, hotel, sungai, laut dan sebagainya. Maka ketika pulang ke rumah disibukkan lagi dengan membuka gadgetnya untuk membaca status di media sosial. Membaca berita secara online. Melihat video di berbagai situs di internet. Menonton pertandingan olah raga (seperti sepak bola, basket, tinju, bola voly, tenis meja, renang, balapan mobil atau motor, bulu tangkis, dan lain-lain) secara live (langsung). Sehingga tidak terasa sampai larut malam bahkan ada yang sampai subuh. Tubuh yang lelah, mata yang mengantuk seolah-olah tidak terasa karena asyiknya dan serunya melakukan kesibukan dengan gadgetnya itu. Sehingga ada yang merasa lelah dan mengantuk ketika bekerja keesokan harinya. Bagi pelajar maupun mahasiswa, mereka merasa mengantuk ketika diruang belajar atau kuliah, bahkan ada yang tertidur saat pembelajaran berlangsung sehingga tidak bisa menyimak materi pembelajaran dengan baik. Belum lagi, saat pembelajaran ada saja yang secara sembunyi-sembunyi mengaktifkan handponenya, sehingga mereka sibuk sendiri melihat atau menonton secara online di handphonenya. Sehingga tidak menyimak sama sekali apa yang disampaikan oleh dosen ataupun guru. Mereka lebih suka memainkan gadgetnya dari pada menyimak materi pelajaran yang disampaikan. Tubuhnya memang berada diruang belajar, akan tetapi pikirannya terpusat kegadgetnya.

 

Kesibukan memainkan gadget ini berlanjut kepada mereka yang menghadiri pengajian di majelis taklim. Ada yang pergi menuntut ilmu dengan mendengarkan pengajian di sebuah majelis taklim. Akan tetapi ketika pengajian sudah di mulai ada saja jamaah yang sibuk memainkan gadgetnya, sehingga tidak begitu jelas (samar-samar) mendengarkan isi ceramah. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh pemuda dan anak-anak. Yang dewasa serta orang tua juga ada yang sibuk memainkan gadgetnya ketika ceramah berlangsung. Entah apa yang dibuka, ditonton atau dibaca dihandpone. Mereka sibuk memainkan jari jemarinya, menggeser dan memencet layar handponenya. Sehingga tidak terasa pengajian telah selesai.

 

Kesibukan memainkan gadgetnya ini juga bisa kita lihat di Masjid ataupun Musala. Sambil menunggu waktu salat, ada yang sibuk memainkan HP-nya. Ketika azan berkumandang, sambil mendengar dan menjawab lafal azan itu tetap memainkan HP-nya. Ketika masuk masjid atau musala, setelah salat qabliyah (sebelum) salat fardu sambil menunggu iqamat, juga sibuk memainkan HP-nya. Bahkan ketika iqamat dikumandangkan pun tetap sibuk dengan HP-nya. Ketika salam diucapkan sebagai pertanda salat fardu telah selesai. Maka ada saja jamaah yang langsung memainkan HP-nya. Dia berzikir sambil memainkan HP-nya. Terkadang bibirnya terhenti membaca zikir karena konsen melihat dan memainkan HP-nya. Begitulah kesibukan yang dilakukan oleh banyak orang dewasa ini. Gadget yang dimainkan itu tidak hanya dimainkan pada waktu-waktu istirahat saja. Saat bekerja, diwarung, rekreasi, sidang, rapat, belajar, pelatihan dan sebagainya. Bahkan saat sedang melaksanakan ibadah pun kesibukan memainkan HP itu juga dilakukan.

 

Hal ini sangat bertentangan dengan Al quran. Allah Swt memerintahkan kepada hamba-Nya untuk mengerjakan ibadah dengan khusyuk. Terutama ketika mengerjakan salat. Untuk mendapatkan khusyuk dalam salat itu, maka setiap orang harus bisa menjauhkan dirinya dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna. Perbuatan dan perkataan yang tidak berguna itu merupakan sesuatu yang bisa menghalangi pikiran dan ketenangan diri sehingga salatnya tidak khusyuk.

 

Rasulullah Saw menyatakan bahwa ilmu yang pertama kali dicabut dari diri manusia adalah kekhusyukan. Hampir disetiap masjid atau musala tidak didapati orang salat dengan khusyuk. Mereka mengerjakan salat, akan tetapi hati dan pikiran mereka tidak tertuju kepada Allah Swt. Pikiran mereka sibuk dengan keduniawian.

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَخَصَ بِبَصَرِهِ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ قَالَ هَذَا أَوَانُ يُخْتَلَسُ الْعِلْمُ مِنْ النَّاسِ حَتَّى لَا يَقْدِرُوا مِنْهُ عَلَى شَيْءٍ فَقَالَ زِيَادُ بْنُ لَبِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ كَيْفَ يُخْتَلَسُ مِنَّا وَقَدْ قَرَأْنَا الْقُرْآنَ فَوَاللَّهِ لَنَقْرَأَنَّهُ وَلَنُقْرِئَنَّهُ نِسَاءَنَا وَأَبْنَاءَنَا فَقَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا زِيَادُ إِنْ كُنْتُ لَأَعُدُّكَ مِنْ فُقَهَاءِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ هَذِهِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ عِنْدَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى فَمَاذَا تُغْنِي عَنْهُمْ قَالَ جُبَيْرٌ فَلَقِيتُ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ قُلْتُ أَلَا تَسْمَعُ إِلَى مَا يَقُولُ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ قَالَ صَدَقَ أَبُو الدَّرْدَاءِ إِنْ شِئْتَ لَأُحَدِّثَنَّكَ بِأَوَّلِ عِلْمٍ يُرْفَعُ مِنْ النَّاسِ الْخُشُوعُ يُوشِكُ أَنْ تَدْخُلَ مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَلَا تَرَى فِيهِ رَجُلًا خَاشِعًا. (سنن الترمذي ٢٥٧٧, سنن الدارمي ٢٩٠).

“Dari Abu Ad Darda' dia berkata: Ketika kami bersama Rasulullah saw, beliau menengadahkan pandangannya ke langit kemudian berkata: “Inilah saatnya ilmu dicabut dari manusia sehingga mereka tidak mampu mengetahui darinya sama sekali”, maka Ziyad bin Labid Al Anshari bertanya: 'Bagaimana ilmu dicabut dari kami, padahal kami membaca Al Qur'an? Demi Allah, kami pasti akan membacanya dan membacakannya kepada istri-istri dan anak-anak kami.' Maka beliau berkata: "alangkah malangnya dirimu wahai Ziyad, sesungguhnya aku menganggapmu termasuk orang yang faqih di Madinah, inilah kitab Taurat dan Injil milik Yahudi dan Nashrani maka apakah bermanfaat bagi mereka?” Jubair berkata: Kemudian aku bertemu dengan Ubadah bin Ash Shamith, maka aku bertanya: 'Tidakkah kamu mendengar sesuatu yang dikatakan saudaramu yaitu Abu Ad Darda'? 'Maka aku memberitahukan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abu Ad Darda'. Dia berkata: 'Abu Ad Darda' benar, jika kamu berkehendak sungguh pasti aku ceritakan kepadamu tentang ilmu pertama yang dicabut dari manusia, yaitu kekhusyukan, hingga hampir-hampir kamu masuk ke masjid dan kamu tidak dapati disana orang yang khusyuk.” (Sunan Tirmidzi No. 2577, Sunan Darimi No. 290)

 

Padahal, Allah Swt telah menyatakan bahwa sangat beruntung/berbahagia, orang-orang beriman, yang dapat mengerjakan salat dengan khusyuk. Ia mengerjakan dengan tenang, tulus dan ikhlas hanya karena Allah Swt. Salat yang dikerjakannya tidak tergesa-gesa. Ia senantiasa menjauhi perbuatan dan perkataan yang tidak berguna atau melalaikannya dari mengingat Allah. Hati dan pikirannya hanya tertuju kepada Allah. Orang seperti ini akan mendapatkan kekhusyukan dalam menjalankan ibadah.

 

Qs. Al Mu’minun (23) : 1-3  

قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ (١)

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

اَلَّذِيْنَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَاشِعُوْنَ (٢)

yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya,

وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ (٣)

dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 

Selain mampu menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna ketika melakukan salat. Setiap orang yang beriman juga bisa memelihara salatnya itu. Sebab, orang yang tidak bisa memelihara salatnya dengan baik, maka salatnya tidak akan bisa khusyuk.

Qs. Al Ma’arij (70): 34

وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ (٣٤)

 “Dan orang-orang yang memelihara salatnya. 


Qs. Al Mu’minun (23) : 9

وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ (٩)

 “Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.

Shalat menurut bahasa Arab berarti doa. Menurut istilah syarak ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah Swt. Memelihara salat berbeda dengan mendirikannya. Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusyuk, memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya. Sedangkan memelihara salat adalah menjaga salatnya agar tetap terlaksana dengan baik, walaupun sedang sakit, ditimpa musibah atau bencana, ditengah kesibukan kerja, ditengah perjalanan yang melelahkan dan tingkat ekonomi yang berlebih maupun sedikit. Salatnya tetap dilaksanakan, walaupun dilakukan dengan jamak (menggabung), baik jamak takdim, yaitu penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Asar dengan salat Zuhur pada waktu salat Zuhur atau pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu salat Magrib). Maupun jamak takhir, yakni penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara mengundurkan salat yang sudah masuk waktu ke dalam waktu salat yang berikutnya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Zuhur dengan salat Asar pada waktu salat Asar, atau pelaksanaan salat Magrib dengan salat Isya pada waktu salat Isya). Atau bisa juga dikerjakan dengan qasar, yaitu  pemendekan rakaat salat wajib dari empat rakaat menjadi dua rakaat sebagai keringanan (rukhsah) bagi orang musafir (melakukan perjalanan jauh). Salat juga tetap dikerjakan bagi orang yang sakit. Kalau tidak bisa mengerjakannya dengan berdiri secara sempurna, boleh dengan duduk. Jika tidak bisa dikerjakan dengan duduk, maka bisa dikerjakan dengan berbaring atau memiringkan tubuhnya ke kanan atau ke kiri sesuai dengan kemampuannya. Artinya, orang yang mampu mendirikan salat, maka hendaklah ia juga mampu memelihara salatnya. Sebab, salat merupakan kewajiban bagi setiap orang islam yang sudah akil balig.

Di dalam Qs.23:9, menggunakan kata (صَلَوَاتِهِمْ) dalam bentuk jamak yang berarti salat-salat mereka. Penggunaan bentuk jamak mengisyaratkan bahwa mereka benar-benar memperhatikan dan memelihara semua salatnya. Bukan hanya salat-salat yang wajib saja, akan tetapi salat sunah pun juga dikerjakannya. Paling tidak salat sunnah muakkadah yaitu mengerjakan salah sunah sebanyak 10 rakaat dalam sehari semalam, yaitu 2 rakaat sebelum subuh, 2 rakaat sebelum zuhur, 2 rakaat sesudah zuhur, 2 rakaat sesudah magrib dan 2 rakaat sesudah isya. Salat sunah mukadah merupakan salat sunah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw.[1] Memelihara salat yang baik adalah mampu mengerjakan salat yang wajib dan yang sunah secara kontinu, yakni secara berkesinambungan atau terus-menerus.  

Rasulullah Saw menyatakan bahwa orang yang memelihara salatnya dengan baik, maka salatnya itu akan menjadi cahaya, dalil dan penyelamat baginya pada hari kiamat kelak. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak bisa memelihara salatnya dengan baik, maka ia tidak akan memiliki dalil, cahaya dan penyelamat pada hari kiamat. Justru, ia akan dikumpulkan dengan orang-orang yang berbuat dosa seperti Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Ka’ab.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ الصَّلاَةَ يَوْمًا فَقَالَ‏:‏ مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ بُرْهَانٌ وَلاَ نُورٌ وَلاَ نَجَاةٌ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَهَامَانَ وَفِرْعَوْنَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ‏.‏ (سنن الدارمي ٢٦٠٥, صحيح ابن حبان ١٤٦٧)

“Dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah Saw, “Pada suatu hari, beliau menjelaskan tentang shalat. Beliau bersabda, 'Barangsiapa memeliharanya, niscaya shalatnya itu akan menjadi cahaya, dalil, dan penyelamat baginya pada hari kiamat nanti. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, niscaya ia tidak akan memiliki dalil, cahaya dan penyelamat. Pada hari kiamat nanti, ia bersama dengan qarun, Haman, Fir’aun dan Ubay bin Khalaf.” (Sunan Darimi 2605, Shahih Ibnu Hibban Nomor 1467). 

Dalam ayat lain, Allah Swt juga menyatakan untuk mengerjakan salat dengan khusyuk. Allah Swt menyuruh hamba-Nya untuk memelihara semua salat yang dikerjakannya, baik salat wajib maupun sunah. Allah Swt juga memerintahkan untuk memelihara salat Wustha.[2] 

Qs. Al Baqarah (2): 238

حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَوةِ الْوُسْطَى وَقُومُو اللَّهِ قَانِتِيْنَ (٢٣٨)

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” 

Rasulullah Saw menyatakan bahwa salat asar ini pernah diwajibkan kepada umat terdahulu, yakni umat sebelum Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi mereka telah menyia-nyiakannya. Tidak mau memelihara dan mengerjakannya. Padahal, Allah Swt memberikan pahala yang besar kepada siapa saja yang mengerjakannya. Oleh sebab itu, barangsiapa yang memelihara salat asar ini dengan baik, maka Allah Swt akan memberikan pahala yang berlipat ganda kepadanya. Apalagi kalau dikerjakan secara berjamaah, maka pahalanya akan lebih banyak lagi.

عَنْ أَبِي بَصْرَةَ الْغِفَارِيِّ قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَصْرَ بِالْمُخَمَّصِ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ عُرِضَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَضَيَّعُوهَا فَمَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَ لَهُ أَجْرُهُ مَرَّتَيْنِ وَلَا صَلَاةَ بَعْدَهَا حَتَّى يَطْلُعَ الشَّاهِدُ وَالشَّاهِدُ النَّجْمُ. (صحيح مسلم ١٣٧٢, سنن النسائي ٥١٨, مسند أحمد ٢٥٩٦٧).

Dari Abu Bashrah Al Ghifari ia berkata: Suatu ketika Rasulullah saw mengimami kami salat Asar di Mukhammas. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya salat Asar ini pernah diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kalian, tetapi mereka sia-siakan. Karena itu, siapa yang memelihara salat ini, dia akan mendapatkan pahala ganda. Dan tidak boleh salat sesudahnya, hingga bintang terbit.” (Shahih Muslim No. 1372, Sunan Nasa'I No. 518, Musnad Ahmad No. 25967).

 

Untuk itu, Umar bin Khattab menyatakan, bahwa salat merupakan perbuatan yang paling utama. Barangsiapa bisa menjaga dan memeliharanya, maka dia telah menjaga agamanya dengan baik. Akan tetapi, siapa yang menyia-nyiakannya maka amal ibadah yang lainnya akan tertolak. 

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَتَبَ إِلَى عُمَّالِهِ إِنَّ أَهَمَّ أَمْرِكُمْ عِنْدِي الصَّلَاةُ فَمَنْ حَفِظَهَا وَحَافَظَ عَلَيْهَا حَفِظَ دِينَهُ وَمَنْ ضَيَّعَهَا فَهُوَ لِمَا سِوَاهَا أَضْيَعُ. (موطأ مالك ٥)

Umar bin Al Khaththab pernah menulis surat kepada para pegawainya: “Menurutku yang paling penting dari urusan kalian adalah shalat. Barangsiapa yang menjaganya dan memeliharanya maka dia telah menjaga agamanya. Barangsiapa menyia-nyiakannya, maka amalan yang lainnya akan lebih terabaikan.” (Muwatha' Malik No. 5)

 

 

Mendapatkan Khusyuk Dalam Salat 

Ketika melakukan salat. Banyak sekali gangguan yang bisa menghalangi seseorang untuk khusyuk. Diantaranya adalah adanya gangguan dari setan. Rasulullah saw menyatakan, janganlah kita memberi ruang atau peluang sedikitpun kepada setan untuk mengganggu salat yang kita kerjakan. 

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَا يَجْعَلْ أَحَدُكُمْ لِلشَّيْطَانِ شَيْئًا مِنْ صَلَاتِهِ يَرَى أَنَّ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ لَا يَنْصَرِفَ إِلَّا عَنْ يَمِينِهِ لَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَثِيرًا يَنْصَرِفُ عَنْ يَسَارِهِ. (صحيح البخاري ٨٠٥, صحيح مسلم ١١٥٧).

Abdullah berkata : “Janganlah salah seorang dari kalian memberi peluang sedikitpun kepada setan untuk mengganggu shalatnya.” Dia berpendapat bahwa tidak boleh seseorang beranjak pergi kecuali dari sebelah kanannya, dan aku melihat Nabi Saw sering beranjak pergi dari sebelah kirinya. (Shahih Bukhari No. 805, Shahih Muslim No. 1157).

 

Salah satu peluang atau ruang yang menyebabkan setan bisa menggangu salat kita adalah dengan memakai pakaian yang bergambar atau bergaris. Baik gambar manusia, binatang, rumah, dan sebagainya. Sebab, pakaian yang bergambar bisa mengganggu kekhusyukan salat. Hati dan pikiran menjadi tidak fokus lagi. Yang terlihat atau terbayang adalah bentuk gambar yang ada dipakaian itu. Untuk itu, Rasulullah saw melarang memakai pakaian yang bergambar ketika melaksanakan salat, apalagi jika dipakai ketika salat dimasjid atau musala secara berjamaah. Maka akan mengganggu orang lain.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي خَمِيصَةٍ لَهَا أَعْلَامٌ فَقَالَ شَغَلَتْنِي أَعْلَامُ هَذِهِ اذْهَبُوا بِهَا إِلَى أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةٍ. (صحيح البخاري ٧١٠, صحيح مسلم ٨٦٣, سنن أبي داوود ٧٨٠, سنن ابن ماجه ٣٥٤٠(

“Dari 'Aisyah, bahwa Nabi Saw shalat dengan mengenakan baju yang ada gambarnya, lalu beliau bersabda: “Gambar-gambar pada pakaian ini menggangguku. Kembalikanlah kepada Abu Jahm, agar dia mengganti dengan pakaian yang terbuat dari bulu kasar yang tidak bergambar.” (Shahih Bukhari No. 710, Shahih Muslim No. 863, Sunan Abu Daud No. 780, dan Sunan Ibnu Majah No. 3540).

 

Bahkan, Rasulullah saw juga melarang mengeraskan suara ketika membaca al Qur’an dan bacaan salat. Sebab, bacaan yang keras atau nyaring akan menggangu orang lain yang sedang I’tikaf atau sedang melaksanakan salat sunah lainnya.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُوا بِالْقِرَاءَةِ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ لَهُ فَكَشَفَ السُّتُورَ وَكَشَفَ وَقَالَ أَلَا كُلُّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ. (مسند أحمد ١١٤٦١)

Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata: “ketika Rasulullah saw sedang beri'tikaf di masjid, beliau mendengar orang-orang mengeraskan bacaannya, sementara beliau sedang berada di dalam kubahnya, kemudian beliau membuka tirainya dan bersabda: "Ingatlah, bahwa kalian semuanya sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka sekali-kali janganlah kalian mengganggu yang lain, dan jangan meninggikan suara dalam membaca Al Qur`an, atau mengatakan: "dalam shalat.” (Musnad Ahmad No. 11461).

 

Gangguan-gangguan yang didapatkan ketika salat itu merupakan godaan atau bisikan dari setan. Tujuannya adalah mengacaukan hati dan pikiran agar tidak fokus kepada Allah Swt. hatinya tidak bisa khusyuk. Padahal, setan akan lari ketika mendengar panggilan salat (azan). Setan lari sambil terkentut-kentut karena merasa takut yang luar biasa ketika mendengar azan. Seolah-olah dirinya terbakar, sehingga lari terbirit-birit menjauh dari suara azan itu. Akan tetapi, ketika azan selesai dikumandangkan, maka setan datang lagi untuk menggoda manusia agar senantiasa lalai dalam melaksanakan ibadahnya. Ketika ikamah, setan kembali lari terbirit-birit menyelamatkan dirinya. Selesai ikamah, dia datang lagi untuk mengganggu sampai seseorang selesai melaksanakan salatnya. Artinya, selama kita melaksanakan salat, maka setan tetap bisa mengganggu dengan berbagai macam perbuatan yang bisa melalaikan salat untuk tidak khusyuk. Sehingga ia tidak ingat lagi jumlah rakaat yang semestinya dikerjakan. Baru menyadarinya setelah salat selesai dikerjakan.

أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أُذِّنَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ أَدْبَرَ فَإِذَا سَكَتَ أَقْبَلَ فَلَا يَزَالُ بِالْمَرْءِ يَقُولُ لَهُ اذْكُرْ مَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى لَا يَدْرِيَ كَمْ صَلَّى. (صحيح البخاري ١١٤٦, صحيح مسلم ٥٨٥, سنن أبي داوود ٤٣٣, سنن النسائي ٦٦٤, مسند أحمد ٩٥٥١, موطأ مالك ١٣٩, سنن الدارمي ١١٧٨).

Berkata Abu Hurairah ra: Rasulullah saw bersabda: "Jika panggilan shalat (adzan) dikumandangkan maka setan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan tersebut. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan kembali. Dan bila ikamah dikumandangkan setan kembali berlari dan jika ikamah telah selesai dia kembali lagi hingga senantiasa dia mengganggu seseorang seraya berkata: ingatlah sesuatu, yang semestinya harus tidak diingat, hingga orang itu tidak menyadari berapa raka'at yang sudah dia laksanakan dalam shalatnya". (Shahih Bukhari No. 1146, Shahih Muslim No. 585, Sunan Abu Daud No. 433, Sunan Nasa'i No. 664, Musnad Ahmad No. 9551, Muwatha' Malik No. 139, Sunan Darimi No. 1178).

 

Untuk itu, Rasulullah juga melarang seseorang yang ada hajat besar maupun kecil, untuk diselesaikan terlebih dahulu. Sebab, orang yang salat dengan menahan buang hajat tersebut akan mengganggu konsentrasi ibadahnya. Lebih baik terlambat sedikit (masbuk) daripada sengaja menahan hajat buang air besar ataupun kecil.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَرْقَمِ قَالَ أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَأَخَذَ بِيَدِ رَجُلٍ فَقَدَّمَهُ وَكَانَ إِمَامَ قَوْمِهِ وَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ وَوَجَدَ أَحَدُكُمْ الْخَلَاءَ فَلْيَبْدَأْ بِالْخَلَاءِ. (سنن الترمذي ١٣٢, سنن أبي داوود ٨١).

Dari Abdullah bin Al Arqam ia berkata: “Ikamah telah dikumandangkan, lalu ia mengambil tangan seorang laki-laki seraya menyuruhnya ke depan, padahal ia adalah imam bagi kaumnya. Lalu ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Jika shalat telah dikumandangkan, dan salah seorang dari kalian ingin ke WC, maka hendaklah ia ke WC terlebih dahulu.” (Sunan Tirmidzi No. 132, Sunan Abu Daud No. 81)

 

Kesibukan pekerjaan atau aktivitas yang dijalani seseorang sangat mempengaruhi kekhusyukan dalam melaksanakan salat. Belum lagi suasana hati yang tidak baik akibat banyaknya persoalan hidup yang sedang dihadapinya. Beban pekerjaan yang menumpuk dan belum terselesaikan menambah beban masalah yang dihadapi. Persoalan dalam rumah tangga. Baik dengan istri, anak, saudara, mertua, tetangga dan sebagainya. Hal ini membuat pikiran menjadi tidak tenang, gelisah dan kacau.

 

Selain itu, kesibukan sederhana yang dilakukan manusia saat ini bisa melalaikan nilai kekhusyukan dalam ibadah. Kesibukan menggunakan smartphone ketika mau salat dan sesudah salat, bisa membuat pikiran dan hati menjadi tidak tenang. Untuk itulah, kita harus bisa meninggalkan sementara perbuatan yang akan melalaikan ibadah salat yang dikerjakan. Jangan sampai, salat yang kita kerjakan menjadi sia-sia belaka. Tidak mendapatkan pahala dan manfaat dari salat itu. Kita harus bisa meningkatkan kualitas ibadah salat yang dikerjakan. Khusyuk dalam salat harus bisa diraih. Karena dengan khusyuk, maka hidup kita akan menjadi tenang, damai dan bahagia.

 

Untuk mendapatkan kekhusyukan dalam mengerjakan salat. Maka, setiap orang yang mengerjakan salat harus bisa memelihara salatnya dari setiap yang melalaikannya. Perbuatan maupun perkataan yang tidak berguna akan menghilangkan nilai kekhusyukan salat yang dilakukan seseorang. Allah Swt menyatakan celaka kepada orang yang mengerjakan salat, akan tetapi ia lalai dalam salatnya. Salat yang dilakukan hanya untuk mencari popularitas dan mengharap pujian dari orang lain. Serta enggan menginfakkan sebagian hartanya kepada orang yang memerlukan. Sebab, banyak ayat al Qur’an yang memerintahkan mengerjakan salat digandengkan dengan perintah untuk berzakat. Artinya, salat yang dikerjakan berkaitan erat dengan zakat/infak. Ketika selesai melaksanakan salat, hendaknya dibarengi dengan memberikan sebagian rezeki kepada mereka yang membutuhkan, baik fakir, miskin, anak yatim dan sebagainya. Dengan begitu, ia telah melakukan perbuatan baik.

 

Qs. Al Ma’un (107): 4-7

فَوَيْلُ لِّلْمُصَلِّيْنَ (٤)

اَلَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ (٥)

الَّذِيْنَ هُمْ يُرَآءُوْنَ (٦)

وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ (٧)  

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” 

Sekecil apapun perbuatan yang melalaikan itu, harus bisa kita singkirkan. Fokuskan diri hanya untuk melaksanakan ibadah. Niatkan dalam hati, bahwa kita akan menghadap zat yang Maha Sempurna. Yang menciptakan jagat raya dan segala isinya. Kita sangat kecil dihadapan-Nya. Bahkan tidak memiliki arti apa-apa, dibandingkan dengan kekuasaan-Nya. Untuk itu, bersabarlah dalam meengejakan salat. Kerjakan dengan tenang dan jangan tergesa-gesa. Allah swt menyatakan bahwa sabar merupakan penolong bagi orang yang menginginkan kekhusyukan dalam salatnya. Walaupun itu berat dilakukan. Akan tetapi kita harus mampu menjalaninya. Kita harus memiliki keyakinan, bahwa salat yang dilakukan merupakan sarana untuk bisa ‘berjumpa’ dengan Allah. Selain ‘perjumpaan’ itu, kita juga akan kembali kepada-Nya. Dia yang menciptakan kita, maka Dia juga tempat kembalinya. Ketika hati sudah merasakan ‘perjumpaan’ itu, maka pikiran akan menjadi tenang dan damai. Disitulah khusyuk itu akan terasa.

 

Qs. Al Baqarah (2) : 45-46

وَاسْتَعِيْنُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَوةِج وَاِنَّهَا لَكِبِيْرَةٌ اِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِيْنَ (٤٥)

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,

اَلَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ اَنَّهُمْ مُّلاَقُوْا رَبِّهِمْ وَاَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعْونَ (٤٦)

(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. Wallahu a’lam bishshawab.

 

#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 2 Juli 2021

 
 

 

 

 



[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, Volume 9, (Jakarta, Lentera Hati : 2007), Cet VIII, h. 161.

[2] Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan salat wusthaa ialah salat Asar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Popular