Pada zaman dulu, dipedesaan kesibukan orang kebanyakannya
bertani dan berkebun. Hasilnya dijadikan sebagai konsumsi keluarga dan sebagian
lagi dijual. Ada juga yang beternak seperti ayam, itik, sapi, kambing, kerbau,
burung dan lain-lain. Ada yang berdagang. Pekerjaan sampingan seperti berburu,
memancing. Kesibukan yang dilakukan berkutat disitu-situ saja setiap harinya.
Bekerja mulai subuh sampai sore. Ada juga yang setengah hari saja, baik pagi
sampai tengah hari. Atau dari tengah hari sampai menjelang magrib. Sangat
jarang ada yang bekerja sampai malam apalagi sampai menjelang subuh. Kesibukan
yang dilakukan pada waktu dulu sangat jauh berbeda dengan kesibukan manusia
modern saat ini. Waktu dulu orang menggunakan waktunya benar-benar untuk
bekerja. Memeras keringat untuk bisa menghasilkan sesuatu. Cara bekerjanya pun
juga masih tradisional. Dengan menggunakan cangkul, parang atau pisau, tombak,
dan lainnya. Ketika membajak sawah dengan menggunakan tenaga binatang seperti sapi
dan kerbau. Kehidupan mereka masih
sederhana. Tidak tersentuh dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat
ini. Rasa persaudaraan dan kekeluargaan terjalin dengan erat. Ketika ada acara
keluarga seperti perkawinan, kematian, selamatan, akikahan, dan lainnya ramai
didatangi. Mereka saling bahu-membahu membantu suksesnya acara seperti itu.
Tidak ada rasa letih dan lelah dalam bekerja membantu mereka. Juga tidak
mengharapkan imbalan. Semuanya dikerjakan dengan penuh keakraban dan
persaudaraan. Sehingga waktu terasa penuh makna.
Kesibukan yang dilakukan pada zaman sebelum era
modern masih terbatas dilingkungan masyarakat masing-masing. Pada waktu itu
alat transportasi masih tradisional. Walaupun ada yang punya kendaraan seperti
mobil, sepeda motor, sepeda dan lainnya masih sedikit. Alat elektronik seperti
televisi juga terbatas. Siaran dan channelnya juga terbatas. Dulu hanya ada
TVRI dan radio. Siaran televisi pun tidak sampai 24 jam. Siarannya dari jam
07.00 sampai jam 24.00 itupun hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya.
Dewasa ini, kesibukan manusia mengalami perubahan
yang sangat drastis. Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang sangat pesat, menyebabkan kesibukan manusia menjadi tak
terhindarkan. Kalau dulu kesibukan kerja di sawah, kebun, kantor, pasar, dan
lainnya, maka kesibukan manusia saat ini lebih kepada teknologi informasi. Kemajuan
teknologi informasi menyebabkan batas dan ruang kehidupan manusia menjadi
sempit. Kejadian atau peristiwa apapun yang terjadi diberbagai belahan dunia
dapat diketahui secara langsung, baik melalui video ataupun tulisan (berita). Pertempuran
antar Negara di Negara Timur Tengah bisa dilihat secara langsung. Peristiwa
gunung meletus, banjir, longsor, angin putting beliung yang memorak-porandakan
sebuah kampong atau kota. Tsunami yang menimbulkan kerusakan dan korban jiwa
yang tidak sedikit juga bisa dilihta. Bahkan detik-detik terjadinya tsunami dan
semburan lava akibat meletusnya gunung juga bisa disaksikan. Peristiwa
pembunuhan, tabrakan, perampokan, pencurian, perzinahan, bahkan perselingkuhan
pun juga ada yang ditayangkan secara langsung. Ada yang bunuh diri,
mabuk-mabukan, semuanya ada ditayangkan. Tayangan di situs-situs internet itu
tidak hanya ditontot oleh orang dewasa. Anak-anak pun juga bisa melihatnya. Tidak
ada batasan umur dalam menyaksikan peristiwa atau kejadian itu. Televisi bisa
menayangkan secara live (langsung) peristiwa yang terjadi. Selain itu,
situs-situs diinternet juga menayangkannya. Seperti yuotube yang bisa ditonton
oleh setiap orang yang membukanya. Disitus itu, berbagai macam video tersedia. Tinggal
pilih, mau yang bagaimana tinggal buka situsnya akan muncul sesuai
keinginannya. Semua orang juga bisa memasukkan (uploud) videonya disitu.
Intinya, semua hal berkaitan peristiwa atau kejadian di dunia ini bisa dilihat
dan saksikan dimanapun mereka berada. Di dalam kamar pribadi sambil rebahan
bisa menyaksikan. Duduk-duduk santai diteras rumah sambil menikmati kue dan
kopi juga bisa melihat. Di sawah, kebun, tempat pemancingan, dilaut, digunung,
di dalam pesawat dan lainnya juga bisa melihatnya. Dunia sudah tidak terbatas
oleh ruang. Semua bisa melihatnya.
Hal-hal yang sifatnya pribadi bisa menjadi
konsumsi orang banyak. Semua orang bisa membuat berita atau informasi tentang
kegiatannya sehari-hari sehingga diketahui oleh orang lain. Informasi yang
bersifat pribadi maupun umum bisa dipasang (uploud) di media sosial. Hal
inilah yang membuat kesibukan manusia dewasa ini menjadi bertambah. Setelah
sibuk bekerja di kantor, sekolah, pasar, kebun, sawah, hotel, sungai, laut dan
sebagainya. Maka ketika pulang ke rumah disibukkan lagi dengan membuka
gadgetnya untuk membaca status di media sosial. Membaca berita secara online.
Melihat video di berbagai situs di internet. Menonton pertandingan olah raga (seperti
sepak bola, basket, tinju, bola voly, tenis meja, renang, balapan mobil atau
motor, bulu tangkis, dan lain-lain) secara live (langsung). Sehingga
tidak terasa sampai larut malam bahkan ada yang sampai subuh. Tubuh yang lelah,
mata yang mengantuk seolah-olah tidak terasa karena asyiknya dan serunya
melakukan kesibukan dengan gadgetnya itu. Sehingga ada yang merasa lelah dan
mengantuk ketika bekerja keesokan harinya. Bagi pelajar maupun mahasiswa,
mereka merasa mengantuk ketika diruang belajar atau kuliah, bahkan ada yang
tertidur saat pembelajaran berlangsung sehingga tidak bisa menyimak materi pembelajaran
dengan baik. Belum lagi, saat pembelajaran ada saja yang secara
sembunyi-sembunyi mengaktifkan handponenya, sehingga mereka sibuk sendiri
melihat atau menonton secara online di handphonenya. Sehingga tidak menyimak
sama sekali apa yang disampaikan oleh dosen ataupun guru. Mereka lebih suka
memainkan gadgetnya dari pada menyimak materi pelajaran yang disampaikan. Tubuhnya
memang berada diruang belajar, akan tetapi pikirannya terpusat kegadgetnya.
Kesibukan memainkan gadget ini berlanjut kepada
mereka yang menghadiri pengajian di majelis taklim. Ada yang pergi menuntut
ilmu dengan mendengarkan pengajian di sebuah majelis taklim. Akan tetapi ketika
pengajian sudah di mulai ada saja jamaah yang sibuk memainkan gadgetnya,
sehingga tidak begitu jelas (samar-samar) mendengarkan isi ceramah. Hal ini
tidak hanya dilakukan oleh pemuda dan anak-anak. Yang dewasa serta orang tua
juga ada yang sibuk memainkan gadgetnya ketika ceramah berlangsung. Entah apa
yang dibuka, ditonton atau dibaca dihandpone. Mereka sibuk memainkan jari
jemarinya, menggeser dan memencet layar handponenya. Sehingga tidak terasa
pengajian telah selesai.
Kesibukan memainkan gadgetnya ini juga bisa kita
lihat di Masjid ataupun Musala. Sambil menunggu waktu salat, ada yang sibuk
memainkan HP-nya. Ketika azan berkumandang, sambil mendengar dan menjawab lafal
azan itu tetap memainkan HP-nya. Ketika masuk masjid atau musala, setelah salat
qabliyah (sebelum) salat fardu sambil menunggu iqamat, juga sibuk
memainkan HP-nya. Bahkan ketika iqamat dikumandangkan pun tetap sibuk dengan
HP-nya. Ketika salam diucapkan sebagai pertanda salat fardu telah selesai. Maka
ada saja jamaah yang langsung memainkan HP-nya. Dia berzikir sambil memainkan
HP-nya. Terkadang bibirnya terhenti membaca zikir karena konsen melihat dan
memainkan HP-nya. Begitulah kesibukan yang dilakukan oleh banyak orang dewasa
ini. Gadget yang dimainkan itu tidak hanya dimainkan pada waktu-waktu istirahat
saja. Saat bekerja, diwarung, rekreasi, sidang, rapat, belajar, pelatihan dan
sebagainya. Bahkan saat sedang melaksanakan ibadah pun kesibukan memainkan HP
itu juga dilakukan.
Hal ini sangat bertentangan dengan Al quran. Allah
Swt memerintahkan kepada hamba-Nya untuk mengerjakan ibadah dengan khusyuk.
Terutama ketika mengerjakan salat. Untuk mendapatkan khusyuk dalam salat itu,
maka setiap orang harus bisa menjauhkan dirinya dari perbuatan dan perkataan
yang tidak berguna. Perbuatan dan perkataan yang tidak berguna itu merupakan
sesuatu yang bisa menghalangi pikiran dan ketenangan diri sehingga salatnya
tidak khusyuk.
Rasulullah Saw menyatakan bahwa ilmu yang pertama
kali dicabut dari diri manusia adalah kekhusyukan. Hampir disetiap masjid atau
musala tidak didapati orang salat dengan khusyuk. Mereka mengerjakan salat,
akan tetapi hati dan pikiran mereka tidak tertuju kepada Allah Swt. Pikiran
mereka sibuk dengan keduniawian.
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَخَصَ بِبَصَرِهِ إِلَى السَّمَاءِ
ثُمَّ قَالَ هَذَا أَوَانُ يُخْتَلَسُ الْعِلْمُ مِنْ النَّاسِ حَتَّى لَا يَقْدِرُوا
مِنْهُ عَلَى شَيْءٍ فَقَالَ زِيَادُ بْنُ لَبِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ كَيْفَ
يُخْتَلَسُ مِنَّا وَقَدْ قَرَأْنَا الْقُرْآنَ فَوَاللَّهِ لَنَقْرَأَنَّهُ
وَلَنُقْرِئَنَّهُ نِسَاءَنَا وَأَبْنَاءَنَا فَقَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا
زِيَادُ إِنْ كُنْتُ لَأَعُدُّكَ مِنْ فُقَهَاءِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ هَذِهِ
التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ عِنْدَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى فَمَاذَا تُغْنِي
عَنْهُمْ قَالَ جُبَيْرٌ فَلَقِيتُ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ قُلْتُ أَلَا
تَسْمَعُ إِلَى مَا يَقُولُ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي
قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ قَالَ صَدَقَ أَبُو الدَّرْدَاءِ إِنْ شِئْتَ
لَأُحَدِّثَنَّكَ بِأَوَّلِ عِلْمٍ يُرْفَعُ مِنْ النَّاسِ الْخُشُوعُ يُوشِكُ
أَنْ تَدْخُلَ مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَلَا تَرَى فِيهِ رَجُلًا خَاشِعًا. (سنن
الترمذي ٢٥٧٧, سنن الدارمي ٢٩٠).
“Dari Abu Ad Darda' dia berkata: Ketika kami
bersama Rasulullah saw, beliau menengadahkan pandangannya ke langit kemudian
berkata: “Inilah saatnya ilmu dicabut dari manusia sehingga mereka tidak mampu
mengetahui darinya sama sekali”, maka Ziyad bin Labid Al Anshari bertanya:
'Bagaimana ilmu dicabut dari kami, padahal kami membaca Al Qur'an? Demi Allah,
kami pasti akan membacanya dan membacakannya kepada istri-istri dan anak-anak
kami.' Maka beliau berkata: "alangkah malangnya dirimu wahai Ziyad, sesungguhnya
aku menganggapmu termasuk orang yang faqih di Madinah, inilah kitab Taurat dan
Injil milik Yahudi dan Nashrani maka apakah bermanfaat bagi mereka?” Jubair
berkata: Kemudian aku bertemu dengan Ubadah bin Ash Shamith, maka aku bertanya:
'Tidakkah kamu mendengar sesuatu yang dikatakan saudaramu yaitu Abu Ad Darda'?
'Maka aku memberitahukan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abu Ad Darda'. Dia
berkata: 'Abu Ad Darda' benar, jika kamu berkehendak sungguh pasti aku
ceritakan kepadamu tentang ilmu pertama yang dicabut dari manusia, yaitu
kekhusyukan, hingga hampir-hampir kamu masuk ke masjid dan kamu tidak dapati
disana orang yang khusyuk.” (Sunan Tirmidzi No. 2577, Sunan Darimi No. 290)
Padahal, Allah Swt telah menyatakan bahwa sangat
beruntung/berbahagia, orang-orang beriman, yang dapat mengerjakan salat dengan
khusyuk. Ia mengerjakan dengan tenang, tulus dan ikhlas hanya karena Allah Swt.
Salat yang dikerjakannya tidak tergesa-gesa. Ia senantiasa menjauhi perbuatan
dan perkataan yang tidak berguna atau melalaikannya dari mengingat Allah. Hati
dan pikirannya hanya tertuju kepada Allah. Orang seperti ini akan mendapatkan
kekhusyukan dalam menjalankan ibadah.
Qs. Al Mu’minun (23) : 1-3
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ (١)
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang
yang beriman,
اَلَّذِيْنَ
هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَاشِعُوْنَ (٢)
yaitu) orang-orang yang khusyuk
dalam sembahyangnya,
وَالَّذِيْنَ
هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ (٣)
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
Selain mampu
menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna ketika
melakukan salat. Setiap orang yang beriman juga bisa memelihara salatnya itu.
Sebab, orang yang tidak bisa memelihara salatnya dengan baik, maka salatnya
tidak akan bisa khusyuk.
Qs. Al Ma’arij (70): 34
وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ (٣٤)
“Dan orang-orang yang memelihara salatnya.”
Qs. Al Mu’minun (23) : 9
وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ (٩)
“Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.”
Shalat menurut bahasa Arab berarti doa. Menurut istilah syarak ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah Swt. Memelihara salat berbeda dengan mendirikannya. Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusyuk, memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya. Sedangkan memelihara salat adalah menjaga salatnya agar tetap terlaksana dengan baik, walaupun sedang sakit, ditimpa musibah atau bencana, ditengah kesibukan kerja, ditengah perjalanan yang melelahkan dan tingkat ekonomi yang berlebih maupun sedikit. Salatnya tetap dilaksanakan, walaupun dilakukan dengan jamak (menggabung), baik jamak takdim, yaitu penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Asar dengan salat Zuhur pada waktu salat Zuhur atau pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu salat Magrib). Maupun jamak takhir, yakni penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara mengundurkan salat yang sudah masuk waktu ke dalam waktu salat yang berikutnya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Zuhur dengan salat Asar pada waktu salat Asar, atau pelaksanaan salat Magrib dengan salat Isya pada waktu salat Isya). Atau bisa juga dikerjakan dengan qasar, yaitu pemendekan rakaat salat wajib dari empat rakaat menjadi dua rakaat sebagai keringanan (rukhsah) bagi orang musafir (melakukan perjalanan jauh). Salat juga tetap dikerjakan bagi orang yang sakit. Kalau tidak bisa mengerjakannya dengan berdiri secara sempurna, boleh dengan duduk. Jika tidak bisa dikerjakan dengan duduk, maka bisa dikerjakan dengan berbaring atau memiringkan tubuhnya ke kanan atau ke kiri sesuai dengan kemampuannya. Artinya, orang yang mampu mendirikan salat, maka hendaklah ia juga mampu memelihara salatnya. Sebab, salat merupakan kewajiban bagi setiap orang islam yang sudah akil balig.
Di dalam Qs.23:9, menggunakan kata (صَلَوَاتِهِمْ) dalam bentuk jamak yang berarti salat-salat mereka. Penggunaan bentuk jamak mengisyaratkan bahwa mereka benar-benar memperhatikan dan memelihara semua salatnya. Bukan hanya salat-salat yang wajib saja, akan tetapi salat sunah pun juga dikerjakannya. Paling tidak salat sunnah muakkadah yaitu mengerjakan salah sunah sebanyak 10 rakaat dalam sehari semalam, yaitu 2 rakaat sebelum subuh, 2 rakaat sebelum zuhur, 2 rakaat sesudah zuhur, 2 rakaat sesudah magrib dan 2 rakaat sesudah isya. Salat sunah mukadah merupakan salat sunah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw.[1] Memelihara salat yang baik adalah mampu mengerjakan salat yang wajib dan yang sunah secara kontinu, yakni secara berkesinambungan atau terus-menerus.
Rasulullah Saw menyatakan bahwa orang yang memelihara salatnya dengan baik, maka salatnya itu akan menjadi cahaya, dalil dan penyelamat baginya pada hari kiamat kelak. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak bisa memelihara salatnya dengan baik, maka ia tidak akan memiliki dalil, cahaya dan penyelamat pada hari kiamat. Justru, ia akan dikumpulkan dengan orang-orang yang berbuat dosa seperti Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Ka’ab.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ الصَّلاَةَ يَوْمًا فَقَالَ:
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ بُرْهَانٌ وَلاَ
نُورٌ وَلاَ نَجَاةٌ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَهَامَانَ
وَفِرْعَوْنَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ. (سنن الدارمي ٢٦٠٥, صحيح ابن حبان ١٤٦٧)
“Dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah Saw, “Pada suatu hari, beliau menjelaskan tentang shalat. Beliau bersabda, 'Barangsiapa memeliharanya, niscaya shalatnya itu akan menjadi cahaya, dalil, dan penyelamat baginya pada hari kiamat nanti. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, niscaya ia tidak akan memiliki dalil, cahaya dan penyelamat. Pada hari kiamat nanti, ia bersama dengan qarun, Haman, Fir’aun dan Ubay bin Khalaf.” (Sunan Darimi 2605, Shahih Ibnu Hibban Nomor 1467).
Dalam ayat lain, Allah Swt juga menyatakan untuk mengerjakan salat dengan khusyuk. Allah Swt menyuruh hamba-Nya untuk memelihara semua salat yang dikerjakannya, baik salat wajib maupun sunah. Allah Swt juga memerintahkan untuk memelihara salat Wustha.[2]
Qs. Al Baqarah (2): 238
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَوةِ الْوُسْطَى
وَقُومُو اللَّهِ قَانِتِيْنَ (٢٣٨)
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.”
Rasulullah Saw menyatakan bahwa salat asar ini pernah
diwajibkan kepada umat terdahulu, yakni umat sebelum Nabi Muhammad Saw. Akan
tetapi mereka telah menyia-nyiakannya. Tidak mau memelihara dan mengerjakannya.
Padahal, Allah Swt memberikan pahala yang besar kepada siapa saja yang
mengerjakannya. Oleh sebab itu, barangsiapa yang memelihara salat asar ini
dengan baik, maka Allah Swt akan memberikan pahala yang berlipat ganda
kepadanya. Apalagi kalau dikerjakan secara berjamaah, maka pahalanya akan lebih
banyak lagi.
عَنْ أَبِي بَصْرَةَ الْغِفَارِيِّ قَالَ صَلَّى بِنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَصْرَ بِالْمُخَمَّصِ
فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ عُرِضَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
فَضَيَّعُوهَا فَمَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَ لَهُ أَجْرُهُ مَرَّتَيْنِ وَلَا
صَلَاةَ بَعْدَهَا حَتَّى يَطْلُعَ الشَّاهِدُ وَالشَّاهِدُ النَّجْمُ. (صحيح مسلم
١٣٧٢, سنن النسائي ٥١٨, مسند أحمد ٢٥٩٦٧).
Dari Abu Bashrah Al Ghifari ia berkata: Suatu ketika Rasulullah saw
mengimami kami salat Asar di Mukhammas. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya salat
Asar ini pernah diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kalian, tetapi
mereka sia-siakan. Karena itu, siapa yang memelihara salat ini, dia akan
mendapatkan pahala ganda. Dan tidak boleh salat sesudahnya, hingga bintang
terbit.” (Shahih
Muslim No. 1372, Sunan Nasa'I No. 518,
Musnad Ahmad No. 25967).
Untuk itu, Umar bin Khattab menyatakan, bahwa salat merupakan perbuatan
yang paling utama. Barangsiapa bisa menjaga dan memeliharanya, maka dia telah
menjaga agamanya dengan baik. Akan tetapi, siapa yang menyia-nyiakannya maka
amal ibadah yang lainnya akan tertolak.
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَتَبَ إِلَى عُمَّالِهِ
إِنَّ أَهَمَّ أَمْرِكُمْ عِنْدِي الصَّلَاةُ فَمَنْ حَفِظَهَا وَحَافَظَ عَلَيْهَا
حَفِظَ دِينَهُ وَمَنْ ضَيَّعَهَا فَهُوَ لِمَا سِوَاهَا أَضْيَعُ. (موطأ مالك ٥)
Umar bin Al Khaththab
pernah menulis surat kepada para pegawainya: “Menurutku yang paling penting
dari urusan kalian adalah shalat. Barangsiapa yang menjaganya dan memeliharanya
maka dia telah menjaga agamanya. Barangsiapa menyia-nyiakannya, maka amalan
yang lainnya akan lebih terabaikan.” (Muwatha' Malik No. 5)
Mendapatkan Khusyuk Dalam Salat
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَا يَجْعَلْ أَحَدُكُمْ لِلشَّيْطَانِ
شَيْئًا مِنْ صَلَاتِهِ يَرَى أَنَّ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ لَا يَنْصَرِفَ إِلَّا
عَنْ يَمِينِهِ لَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَثِيرًا يَنْصَرِفُ عَنْ يَسَارِهِ. (صحيح البخاري ٨٠٥, صحيح مسلم ١١٥٧).
Abdullah berkata : “Janganlah salah seorang dari kalian memberi
peluang sedikitpun kepada setan untuk mengganggu shalatnya.” Dia
berpendapat bahwa tidak boleh seseorang beranjak pergi kecuali dari sebelah
kanannya, dan aku melihat Nabi Saw sering beranjak pergi dari sebelah kirinya.
(Shahih Bukhari No. 805, Shahih Muslim No. 1157).
Salah satu peluang atau ruang yang menyebabkan setan bisa menggangu
salat kita adalah dengan memakai pakaian yang bergambar atau bergaris. Baik
gambar manusia, binatang, rumah, dan sebagainya. Sebab, pakaian yang bergambar
bisa mengganggu kekhusyukan salat. Hati dan pikiran menjadi tidak fokus lagi.
Yang terlihat atau terbayang adalah bentuk gambar yang ada dipakaian itu. Untuk
itu, Rasulullah saw melarang memakai pakaian yang bergambar ketika melaksanakan
salat, apalagi jika dipakai ketika salat dimasjid atau musala secara berjamaah.
Maka akan mengganggu orang lain.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي خَمِيصَةٍ لَهَا أَعْلَامٌ فَقَالَ شَغَلَتْنِي
أَعْلَامُ هَذِهِ اذْهَبُوا بِهَا إِلَى أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي
بِأَنْبِجَانِيَّةٍ. (صحيح البخاري ٧١٠, صحيح مسلم ٨٦٣, سنن أبي داوود ٧٨٠, سنن
ابن ماجه ٣٥٤٠(
“Dari 'Aisyah, bahwa Nabi Saw shalat dengan mengenakan baju yang ada
gambarnya, lalu beliau bersabda: “Gambar-gambar pada pakaian ini
menggangguku. Kembalikanlah kepada Abu Jahm, agar dia mengganti dengan
pakaian yang terbuat dari bulu kasar yang tidak bergambar.” (Shahih Bukhari No.
710, Shahih Muslim No. 863, Sunan Abu Daud No. 780, dan Sunan Ibnu Majah No.
3540).
Bahkan,
Rasulullah saw juga melarang mengeraskan suara ketika membaca al Qur’an dan bacaan
salat. Sebab, bacaan yang keras atau nyaring akan menggangu orang lain yang
sedang I’tikaf atau sedang melaksanakan salat sunah lainnya.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ اعْتَكَفَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُوا
بِالْقِرَاءَةِ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ لَهُ فَكَشَفَ السُّتُورَ وَكَشَفَ وَقَالَ أَلَا
كُلُّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعَنَّ
بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ. (مسند أحمد ١١٤٦١)
Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata: “ketika Rasulullah saw sedang
beri'tikaf di masjid, beliau mendengar orang-orang mengeraskan bacaannya,
sementara beliau sedang berada di dalam kubahnya, kemudian beliau membuka
tirainya dan bersabda: "Ingatlah, bahwa kalian semuanya sedang bermunajat
kepada Rabbnya, maka sekali-kali janganlah kalian mengganggu yang lain, dan jangan
meninggikan suara dalam membaca Al Qur`an, atau mengatakan: "dalam shalat.”
(Musnad Ahmad No.
11461).
Gangguan-gangguan
yang didapatkan ketika salat itu merupakan godaan atau bisikan dari setan.
Tujuannya adalah mengacaukan hati dan pikiran agar tidak fokus kepada Allah
Swt. hatinya tidak bisa khusyuk. Padahal, setan akan lari ketika mendengar
panggilan salat (azan). Setan lari sambil terkentut-kentut karena merasa takut
yang luar biasa ketika mendengar azan. Seolah-olah dirinya terbakar, sehingga
lari terbirit-birit menjauh dari suara azan itu. Akan tetapi, ketika azan
selesai dikumandangkan, maka setan datang lagi untuk menggoda manusia agar
senantiasa lalai dalam melaksanakan ibadahnya. Ketika ikamah, setan kembali
lari terbirit-birit menyelamatkan dirinya. Selesai ikamah, dia datang lagi
untuk mengganggu sampai seseorang selesai melaksanakan salatnya. Artinya,
selama kita melaksanakan salat, maka setan tetap bisa mengganggu dengan
berbagai macam perbuatan yang bisa melalaikan salat untuk tidak khusyuk.
Sehingga ia tidak ingat lagi jumlah rakaat yang semestinya dikerjakan. Baru
menyadarinya setelah salat selesai dikerjakan.
أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أُذِّنَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ
الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا سَكَتَ
الْمُؤَذِّنُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ أَدْبَرَ فَإِذَا سَكَتَ أَقْبَلَ فَلَا
يَزَالُ بِالْمَرْءِ يَقُولُ لَهُ اذْكُرْ مَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى لَا
يَدْرِيَ كَمْ صَلَّى. (صحيح البخاري ١١٤٦, صحيح مسلم ٥٨٥, سنن أبي داوود ٤٣٣, سنن
النسائي ٦٦٤, مسند أحمد ٩٥٥١, موطأ مالك ١٣٩, سنن الدارمي ١١٧٨).
Berkata Abu Hurairah ra: Rasulullah saw bersabda: "Jika
panggilan shalat (adzan) dikumandangkan maka setan lari sambil mengeluarkan
kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan tersebut. Apabila panggilan
adzan telah selesai maka setan kembali. Dan bila ikamah dikumandangkan setan
kembali berlari dan jika ikamah telah selesai dia kembali lagi hingga
senantiasa dia mengganggu seseorang seraya berkata: ingatlah sesuatu, yang
semestinya harus tidak diingat, hingga orang itu tidak menyadari berapa raka'at
yang sudah dia laksanakan dalam shalatnya". (Shahih Bukhari No. 1146,
Shahih Muslim No. 585, Sunan Abu Daud No. 433, Sunan Nasa'i No. 664, Musnad
Ahmad No. 9551, Muwatha' Malik No. 139, Sunan Darimi No. 1178).
Untuk itu, Rasulullah juga melarang seseorang yang ada hajat besar
maupun kecil, untuk diselesaikan terlebih dahulu. Sebab, orang yang salat
dengan menahan buang hajat tersebut akan mengganggu konsentrasi ibadahnya.
Lebih baik terlambat sedikit (masbuk) daripada sengaja menahan hajat buang air
besar ataupun kecil.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَرْقَمِ قَالَ أُقِيمَتْ
الصَّلَاةُ فَأَخَذَ بِيَدِ رَجُلٍ فَقَدَّمَهُ وَكَانَ إِمَامَ قَوْمِهِ وَقَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا
أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ وَوَجَدَ أَحَدُكُمْ الْخَلَاءَ فَلْيَبْدَأْ بِالْخَلَاءِ.
(سنن الترمذي ١٣٢, سنن أبي داوود ٨١).
Dari Abdullah bin Al Arqam ia berkata: “Ikamah telah dikumandangkan,
lalu ia mengambil tangan seorang laki-laki seraya menyuruhnya ke depan, padahal
ia adalah imam bagi kaumnya. Lalu ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah
Saw bersabda: “Jika shalat telah dikumandangkan, dan salah seorang dari
kalian ingin ke WC, maka hendaklah ia ke WC terlebih dahulu.” (Sunan
Tirmidzi No. 132, Sunan Abu Daud No. 81)
Kesibukan
pekerjaan atau aktivitas yang dijalani seseorang sangat mempengaruhi
kekhusyukan dalam melaksanakan salat. Belum lagi suasana hati yang tidak baik
akibat banyaknya persoalan hidup yang sedang dihadapinya. Beban pekerjaan yang
menumpuk dan belum terselesaikan menambah beban masalah yang dihadapi.
Persoalan dalam rumah tangga. Baik dengan istri, anak, saudara, mertua,
tetangga dan sebagainya. Hal ini membuat pikiran menjadi tidak tenang, gelisah
dan kacau.
Selain itu,
kesibukan sederhana yang dilakukan manusia saat ini bisa melalaikan nilai
kekhusyukan dalam ibadah. Kesibukan menggunakan smartphone ketika mau salat dan
sesudah salat, bisa membuat pikiran dan hati menjadi tidak tenang. Untuk
itulah, kita harus bisa meninggalkan sementara perbuatan yang akan melalaikan
ibadah salat yang dikerjakan. Jangan sampai, salat yang kita kerjakan menjadi
sia-sia belaka. Tidak mendapatkan pahala dan manfaat dari salat itu. Kita harus
bisa meningkatkan kualitas ibadah salat yang dikerjakan. Khusyuk dalam salat harus
bisa diraih. Karena dengan khusyuk, maka hidup kita akan menjadi tenang, damai
dan bahagia.
Untuk
mendapatkan kekhusyukan dalam mengerjakan salat. Maka, setiap orang yang
mengerjakan salat harus bisa memelihara salatnya dari setiap yang melalaikannya.
Perbuatan maupun perkataan yang tidak berguna akan menghilangkan nilai
kekhusyukan salat yang dilakukan seseorang. Allah Swt menyatakan celaka kepada
orang yang mengerjakan salat, akan tetapi ia lalai dalam salatnya. Salat yang
dilakukan hanya untuk mencari popularitas dan mengharap pujian dari orang lain.
Serta enggan menginfakkan sebagian hartanya kepada orang yang memerlukan.
Sebab, banyak ayat al Qur’an yang memerintahkan mengerjakan salat digandengkan
dengan perintah untuk berzakat. Artinya, salat yang dikerjakan berkaitan erat
dengan zakat/infak. Ketika selesai melaksanakan salat, hendaknya dibarengi
dengan memberikan sebagian rezeki kepada mereka yang membutuhkan, baik fakir,
miskin, anak yatim dan sebagainya. Dengan begitu, ia telah melakukan perbuatan
baik.
Qs. Al Ma’un
(107): 4-7
فَوَيْلُ لِّلْمُصَلِّيْنَ (٤)
اَلَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ (٥)
الَّذِيْنَ هُمْ يُرَآءُوْنَ (٦)
وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ (٧)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”
Sekecil apapun perbuatan yang melalaikan itu, harus
bisa kita singkirkan. Fokuskan diri hanya untuk melaksanakan ibadah. Niatkan
dalam hati, bahwa kita akan menghadap zat yang Maha Sempurna. Yang menciptakan
jagat raya dan segala isinya. Kita sangat kecil dihadapan-Nya. Bahkan tidak
memiliki arti apa-apa, dibandingkan dengan kekuasaan-Nya. Untuk itu,
bersabarlah dalam meengejakan salat. Kerjakan dengan tenang dan jangan
tergesa-gesa. Allah swt menyatakan bahwa sabar merupakan penolong bagi orang
yang menginginkan kekhusyukan dalam salatnya. Walaupun itu berat dilakukan.
Akan tetapi kita harus mampu menjalaninya. Kita harus memiliki keyakinan, bahwa
salat yang dilakukan merupakan sarana untuk bisa ‘berjumpa’ dengan Allah.
Selain ‘perjumpaan’ itu, kita juga akan kembali kepada-Nya. Dia yang
menciptakan kita, maka Dia juga tempat kembalinya. Ketika hati sudah merasakan
‘perjumpaan’ itu, maka pikiran akan menjadi tenang dan damai. Disitulah khusyuk
itu akan terasa.
Qs. Al Baqarah (2) : 45-46
وَاسْتَعِيْنُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلَوةِج وَاِنَّهَا لَكِبِيْرَةٌ اِلاَّ عَلَى
الْخَاشِعِيْنَ (٤٥)
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,
اَلَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ اَنَّهُمْ مُّلاَقُوْا رَبِّهِمْ
وَاَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعْونَ (٤٦)
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. Wallahu a’lam bishshawab.
#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 2
Juli 2021
[1] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an,
Volume 9, (Jakarta, Lentera Hati : 2007), Cet VIII, h. 161.
[2] Shalat
wusthaa
ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat,
bahwa yang dimaksud dengan salat wusthaa ialah salat Asar. menurut
kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan
dengan sebaik-baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar