MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Selasa, 27 Agustus 2019

Semangat Menegakkan Kebenaran (Memperingati Tahun Baru Islam 1441 H)

Pada tanggal 1 September 2019 ini bertepatan dengan 1 Muharram 1441 H. Setiap awal Muharram selalu diperingati sebagai Tahun Baru dalam agama Islam. Yang disebut sebagai Tahun Baru Hijriah. Hal ini merujuk kepada keputusan Khalifah Umar bin Khattab yang menjadikan hijrah Nabi Saw sebagai permulaan perhitungan kalender dalam Islam. Tidak seperti perhitungan kalender Miladi (Masehi), yang menjadikan kelahiran Nabi Isa al Masih sebagai perhitungan awalnya. Khalifah Umar justru memilihi peristiwa hijrah itu sebagai perhitungan awal kalender Islam. Walaupun banyak usulan yang menghendaki agar perhitungan itu bukan pada peristiwa hijrah. Ada yang mengusulkan saat kelahiran Nabi Saw, ada juga yang mengusulkan ketika wafatnya. Ada juga yang mengusulkan pada saat peristiwa isra mi’raj dan sebagainya. Tetapi Umar tidak menerima ide-ide itu. Beliau menerima salah satu ide yang muncul, yaitu ide penghitungan kalender Islam itu dari peristiwa hijrah Nabi Saw. Sebab, dalam pandangan Umar, hijrah adalah peristiwa yang membalikkan keseluruhan perjalanan perjuangan Nabi menegakkan kebenaran. Bila di Makkah, selama 13 tahun, Beliau berhasil menanamkan iman kepada Allah dan mendidik akhlak pribadi-pribadi para Sahabat yang jumlahnya tidak terlalu besar, maka setelah Hijrah, di Madinah, langkah perjuangan Rasulullah Saw meningkat, yaitu membentuk masyarakat berperadaban. Karena itu nama kota tempat Beliau berhijrah, asal mula bernama Yastrib, Beliau ubah menjadi Madinah, yang maknanya ialah “kota” dalam pengertian “tempat peradaban”, hidup beradab, berkesopanan, dan teratur dengan hukum-hukum yang ditaati oleh semua warga”. Nama lengkapnya adalah Madinat al-Rasul atau Madinat al-Nabi yang berarti Kota Rasul atau Kota Nabi.

Dari sudut tinjauan historis, peristiwa hijrah ini merupakan puncak dari rentetan berbagai peristiwa yang panjang, sepanjang masa perjuangan yang dilakukan Nabi Saw menegakkan kebenaran di Makkah. Telah lewat lebih dari sepuluh tahun Nabi berjuang menegakkan kebenaran di Makkah, namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Nabi mengalami banyak kesulitan karena kematian istri beliau, Khadijah, yang selama ini mendukung dan memberanikan beliau dengan amat setia. Setelah itu wafat pula paman beliau, Abu Thalib. Paman beliau dengan penuh ketulusan dan tanggung jawab melindungi Nabi dari serangan orang-orang kafir Makkah. Karena wibawanya itu, perlindungan itu sangat efektif, dan untuk selama ini Nabi merasa aman, dengan gangguan yang tidak begitu berarti. Kematian Khadijah dan Abu Thalib itu membuat tahun kesepuluh dari kenabian menjadi tahun yang amat sulit bagi Nabi. Maka tahun itu disebut sebagai tahun kesedihan (‘am al-huzn). Setelah peristiwa itu, maka terbuka lebar jalan bagi kalangan kafir Makkah untuk menyiksa Nabi dan menghalangi tugas suci beliau. Karena merasakan kerasnya perlawanan kaum Quraisy Makkah, Nabi Saw mencoba menyampaikan seruan suci ke kota Tha’if. Tetapi, sama dengan di Makkah, Nabi menjumpai penolakan dan perlawanan keras dari penduduk Tha’if. Dan atas hasutan tokoh mereka, penduduk Tha’if beramai-ramai menghalau Nabi sambil melemparinya dengan batu.

Nabi kembali ke Makkah dengan perasaan tidak menentu tentang nasib beliau berhadapan dengan kaum Quraisy. Beliau kini tidak lagi memiliki tokoh pelindung dan pembela. Setelah itu, Nabi kembali meneruskan perjuangannya menyampaikan seruan suci Islam kepada suku-suku sekitar Makkah dan di Arabia, seperti suku-suku atau klan-klan Bani Maharab, Farazah, Ghassan, Marrah, Hanifah, Suldim, Abs, Kindah, Harits, Kalb, Azrah, Hadzramah, dan lain-lain. Namun semua itu berlalu tanpa hasil yang memadai. Justru, tekanan, siksaan dan ancaman pembunuhan semakin meningkat. Pada waktu itulah muncul tawaran dari penduduk Yatsrib (Sebelum dirubah menjadi Madinah) untuk hijrah (pindah) ke kota itu. Mereka akan menjamin keselamatan Nabi Saw dan pengikutnya. Mereka juga bersedia untuk berbaiat memeluk agama Islam dan membantu perjuangan Nabi Saw. Peristiwa hijrah Nabi Saw inilah yang menjadi tonggak keberhasilan perjuangan Beliau menegakkan agama Islam.

Peristiwa hijrah, merupakan fenomena kegiatan fisik yang dilakukan Rasulullah, yaitu kepindahan dari Makkah ke Yatsrib (Madinah). Tetapi di balik fenomena fisik itulah, terkandung fenomena yang tidak fisik. Melainkan fenomena spiritual dan kejiwaan, yaitu tekad yang tidak mengenal kalah dalam perjuangan menegakkan kebenaran. Maka dalam semangatnya yang spiritual ini, berhijrah ialah bertekad meninggalkan kepalsuan, pindah sepenuhnya kepada kebenaran, dengan kesediaan untuk berkorban dan menderita, karena keyakinan kemenangan terakhir akan dianugerahkan Allah Swt kepada pejuang kebenaran itu. Tetapi, sebagaimana diteladankan oleh Nabi Saw sendiri, semua itu harus dilakukan dengan perhitungan, dengan membuat siasat, taktik dan strategi. Dengan begitu jaminan akan berhasil menjadi lebih besar, karena adanya gabungan serasi antara dorogan iman yang bersemangat dan bimbingan ilmu pengetahuan yang tepat. Hal ini sesuai firman-Nya “…Allah akan mengangkat mereka yang beriman di antara kamu dan yang dianugerahi ilmu pengetahuan ke berbagai tingkat yang lebih tinggi” (Qs.58:11).  

Untuk itu, momentum pergantian tahun baru Islam tahun ini bisa memberi semangat untuk berjuang menegakkan kebenaran tanpa pamrih kepada masyarakat dan bangsa. Dalam menegakkan kebenaran harus disertai dengan keikhlasan total hanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan pertolongan. (Lihat Qs.47:7). Momentum hijrah merupakan semangat untuk mempersatukan bangsa dari disintegrasi yang akan merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perbedaan RAS, suku, bahasa dan agama tidak menghalangi kita untuk Bersatu. Peristiwa rasis yang melibatkan orang Papua baru-baru ini merupakan pelajaran yang berharga kedepannya. Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang akan dilantik pada bulan Oktober nanti bisa memberikan keamanan, kenyamanan dan kedamaian di negeri ini. Semangat persatuan yang ditunjukkan kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah hendaknya direnungkan dan diaplikasikan di masa-masa sekarang dan masa yang akan datang, terutama bagi bangsa kita yang saat ini mulai rapuh nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini dapat kita lihat, semakin seringnya pertikaian antar suku, perbedaan pendapat yang berakibat kerusuhan dan pengrusakan sarana-sarana pemerintah, rumah, toko, bahkan terkadang tempat ibadah, dan lain sebagainya.

Dengan merenungkan semangat hijrah, maka perjuangan meningkatkan harkat dan martabat bangsa dalam segala bidang dapat dilaksanakan. Nilai-nilai dan semangat seperti inilah yang seharusnya direnungkan pada setiap kali memperingati Tahun Baru Hijrah. Dengan demikian setiap kali kita memasuki tahun baru hijrah timbul semangat baru dalam diri kita masing-masing untuk terus berjuang di jalan Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Mudah-mudahan hal ini dapat kita lakukan untuk dapat memperbaiki bangsa ini agar bisa menjadi bangsa yang bermartabat baik di mata rakyatnya maupun di mata dunia internasional. Semoga!


#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 27 Agustus 2019

Tidak ada komentar:

Popular