Sebentar lagi suara takbir, tahmid dan tahlil
akan terdengar menggema di seluruh dunia. Pada hari itu, seluruh umat Islam di
belahan dunia ini akan merayakan Hari Raya Idul Fitri. Tak terkecuali di
Indonesia. Dengan terdengarnya gema takbir, tahmid dan tahlil tersebut, maka
berakhirlah bulan Ramadan yang penuh berkah ini. Di mana umat Islam merayakan
hari kemenangan setelah selama sebulan penuh berpuasa, menahan diri dari makan,
minum dan berhubungan seksual antara suami-isteri di siang hari. Pada bulan Ramadan
juga banyak diisi dengan tadarus al qur’an, shalat tarawih, buka puasa bersama,
ceramah agama dan berbagai macam kegiatan keagamaan lainnya. Di bulan Ramadan
juga, umat Islam disuruh untuk menahan diri dari sifat-sifat tercela.
Diantaranya, marah, ghibah (mengungkap dan membicarakan aib orang lain), dusta,
sombong, berkata kasar, benci, dendam, fitnah, namimah (adu dumba), hasad
(tidak suka orang lain mendapat nikmat dan berusaha untuk menghilangkannya),
iri dan sebagainya. Semua itu dilakukan untuk mendapatkan keberkahan Ramadan.
Dan tentunya ingin mendapatkan derajat takwa di sisi Allah Swt (Qs. 2:183).
Selama Ramadan, umat Islam ‘bertarung’ melawan
hawa nafsunya. Dorongan-dorongan dari hawa nafsu itu dikekang sedemikian rupa
agar bisa dikendalikan dengan sebaik-baiknya. Ketika seorang Muslim mampu
mengendalikan hawa nafsunya itu, maka dia akan menjadi orang yang benar-benar
bertakwa kepada Allah Swt. Hal ini dituntut untuk terus dilakukan di
bulan-bulan selanjutnya sampai ramadan tiba kembali. Bulan Ramadan merupakan
bulan latihan. Melatih diri dan emosi untuk lebih baik lagi. Dengan Ramadan,
diharapkan tercipta akhlak mulia di setiap diri umat Islam. Dengan begitu, sangat
wajar kalau umat Islam pada tanggal 1 Syawal merayakan hari kemenangan itu.
Ucapan Minal ‘Aidin wal Faizin ‘Mohon Maaf Lahir dan Bathin’ terdengar
dimana-mana, saling bersahutan baik langsung diucapkan kepada orang yang
ditemuinya, maupun melalui sambungan telepon. Ucapan itu bisa juga disampaikan
melalui media sosial, baik facebook, wathsapp, instagram, twetter, telegram,
dan sebagainya. Hari itu dinamakan sebagai hari raya idul fitri. Ada juga yang
menyebutnya dengan hari raya fitrah. Karena pada hari itu juga dikeluarkan
zakat wajib bagi setiap orang Islam. Zakat itu disebut zakat fitrah. Zakat itu
diserahkan kepada mereka yang berhak menerimanya. Menurut Al qur’an (Qs.9:60)
mereka yang berhak mendapat zakat itu adalah orang-orang fakir, miskin, amil
zakat, mualaf, memerdekakan budak, orang yang berhutang, fisabilillah, dan ibnu
sabil. Zakat itu diserahkan sebelum shalat Idul Fitri dilaksanakan. Apabila
telah lewat waktu penyerahan itu, maka tidak dikategorikan sebagai zakat lagi,
akan tetapi menjadi sedekah sunah saja.
Menurut Prof. DR. Quraish Shihab, kata Fitri
atau fitrah terambil dari kata fithr. Kata tersebut sedikitnya memiliki tiga makna, yaitu
kesucian, agama yang benar dan jalan yang lurus. Beliau mengatakan, bahwa ketiga
makna ini yang harus diraih setiap orang Islam selama mereka berpuasa di bulan Ramadan.
Jika mereka meraih ketiga makna tersebut di dalam dirinya, maka ia akan meraih
kemenangan. Kesucian merupakan asal kejadian manusia. Rasulullah Saw
menyatakan bahwa setiap manusia lahir dalam keadaan suci, tergantung kedua
orang tuanya yang menjadikannya kelak beragama Majusi, Yahudi ataupun Nashrani.
Manusia yang baru lahir ibarat kertas putih yang tidak ada noda apapun didalamnya.
Hal inilah yang diharapkan pada hari kemenangan itu. Rasulullah saw bersabda,
‘Barangsiapa yang berpuasa dengan keimanan dan kesungguhan melihat kekurangan
dirinya, maka akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang
(HR. Bukhari Muslim). Dari hadits ini jelaslah, bahwa semua umat Islam yang
sudah berpuasa dengan keimanan dan tekad yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki
dirinya, maka dosa-dosanya akan diampuni Allah Swt. Tidak hanya dosa yang
terdahulu, bahkan dosa yang akan datang pun akan diampuni-Nya. Ketika dosa-dosa
sudah diampuni, maka manusia akan kembali kepada kesucian sebagaimana waktu ia dilahirkan
dulu.
Selain meraih kesucian karena puasanya, setiap
umat Islam juga akan mendapatkan kembali agamanya. Selama, Ramadan setiap
kewajiban dijalankannya. Bahkan yang sunah pun dikerjakan. Hal ini sangat
berbeda ketika di luar bulan Ramadan. Mesjid dan mushalla selalu terisi
disetiap waktu shalat. Waktu shalat menjadi perhatian. Shalat berjamaah selalu
dikerjakan. Setelah selesai shalat, banyak yang duduk untuk beri’tikaf sambil
membaca al qur’an. Kelompok tadarus al qur’an ada disetiap mesjid dan mushalla.
Pengajian-pengajian agama juga aktif di mana-mana. Tidak hanya di tempat-tempat
ibadah (mesjid dan mushalla), pengajian juga dilakukan diperkantoran pemerintah
maupun swasta, sekolah, hotel, gedung dan sebagainya. Ada pengajian subuh,
siang, sore menjelang berbuka dan malam. Selain itu, tayangan ditelevisi juga
mencerminkan keagamaan. Di media sosial, status yang dipasang maupun yang dikirim
ke orang lain juga penuh dengan nasihat keagamaan. Foto-foto dan video yang
kurang pantas sangat jarang terlihat. Bahkan, gaya berpakaian para artis,
publik figur dan wanita muslim lainnya yang selama ini biasa terbuka dan
cenderung menampakkan auratnya, justru di bulan Ramadan ini tertutup dan bahkan
ada yang berhijab. Selama Ramadan, agama yang dulunya seolah-olah telang
‘hilang’ pada diri sebagian umat Islam akhirnya kembali lagi. Bisa juga
bermakna, agama yang dulu dikerjakan belum benar dan sungguh-sungguh, ternyata
di bulan Ramadan ini bisa dilakukan dengan benar dan tulus. Sehingga kemenangan
yang didapatkan bisa bertambah lagi, dari kesucian diri kemudian mendapatkan
lagi agamanya dengan baik dan benar.
Hal itu, akan membuat orang Islam mengerjakan agamanya dengan tegak lurus. Sedikitnya 17 kali setiap salat seorang muslim mengucapkan doa untuk ditunjuki kepada jalan yang lurus (Qs. 1:6). Allah Swt hanya memberikan dua jalan kepada manusia, yakni jalan yang sesat dan jalan yang lurus. Jalan sesat merupakan jalan yang salah serta menuju kepada kejahatan. Sedangkan jalan lurus merupakan jalan yang penuh kenikmatan yang akan mengantarkan kepada kebaikan dan kebenaran. Jalan kesesatan akan mengantarkan pelakunya kepada neraka, sedang jalan yang lurus akan mengantarkan pelakunya kepada surga. Puasa yang benar dan tulus akan menghantarkan setiap umat Islam kepada jalan kebaikan. Nabi Saw menyatakan bahwa ketika tiba bulan Ramadan, pintu surga akan terbuka sedangkan pintu neraka tertutup dan setan akan dibelenggu. Untuk itu, kemenangan yang diraih selama ramadan selain kesucian dan agama yang benar, mereka akan mendapatkan jalan yang lurus yang akan mengarahkan mereka kesurganya Allah Swt.
Untuk itu, nilai-nilai kemenangan itu akan menjadi ‘sempurna’ apabila setiap umat Islam mampu menjalankan setiap amal ibadah yang dikerjakannya selama Ramadan itu secara terus-menerus. Artinya, ia istiqamah (teguh pendirian) untuk mengerjakan setiap kebaikan yang dilakukannya selama Ramadan dan tetap terjaga di luar bulan ramadan. Hal inilah yang diharapkan oleh Allah dan rasul-Nya, bahwa ibadah dan kebaikan yang dilakukan itu hendaknya secara terus-menerus. Bukan justru, berhenti. Selesai Ramadan, selesai juga aktivitas ibadah yang dilakukan. Kejahatan dan kejelekan yang disembunyikan maupun ditahan selama bulan Ramadan justru kembali muncul lagi dalam dirinya. Seolah-olah aktivitas keagamaan yang dilakukan pada bulan ramadan tidak memberi bekas sama sekali. Kalau hal ini ada pada diri seseorang, maka kemenangan yang dia rayakan pada hari raya idul fitri menjadi tidak bermakna sama-sekali. Dia tidak akan mendapatkan keberkahan ramadan dan tidak akan mendapat derajat takwa disisi-Nya.
Untuk itu, nilai-nilai kemenangan itu akan menjadi ‘sempurna’ apabila setiap umat Islam mampu menjalankan setiap amal ibadah yang dikerjakannya selama Ramadan itu secara terus-menerus. Artinya, ia istiqamah (teguh pendirian) untuk mengerjakan setiap kebaikan yang dilakukannya selama Ramadan dan tetap terjaga di luar bulan ramadan. Hal inilah yang diharapkan oleh Allah dan rasul-Nya, bahwa ibadah dan kebaikan yang dilakukan itu hendaknya secara terus-menerus. Bukan justru, berhenti. Selesai Ramadan, selesai juga aktivitas ibadah yang dilakukan. Kejahatan dan kejelekan yang disembunyikan maupun ditahan selama bulan Ramadan justru kembali muncul lagi dalam dirinya. Seolah-olah aktivitas keagamaan yang dilakukan pada bulan ramadan tidak memberi bekas sama sekali. Kalau hal ini ada pada diri seseorang, maka kemenangan yang dia rayakan pada hari raya idul fitri menjadi tidak bermakna sama-sekali. Dia tidak akan mendapatkan keberkahan ramadan dan tidak akan mendapat derajat takwa disisi-Nya.
Untuk meraih kemenangan pada tanggal 1 Syawal
ini. Hendaklah semua umat Islam untuk bisa kembali pada Fitrahnya. Yakni dalam
arti memperoleh kesucian diri, mendapatkan kembali agamanya dengan benar dan mendapatkan jalan yang lurus dalam menjalankan aktivitas keagamaan dikemudian hari. Inilah
yang seharusnya dicari dan dilakukan oleh setiap umat Islam. Sehingga, setiap
ketemu Ramadan tiap tahunnya justru nilai keagamaan dan ketakwaan kita akan
terus bertambah. Setiap merayakan hari kemenangan, kita juga merayakan
bertambahnya keimanan dan ketakwaan kita itu. Dengan demikian, keimanan dan ketakwaan
(dalam Qs.2:183) bisa diraih setiap tahunnya secara terus-menerus. Mudaha-mudahan hal ini bisa kita wujudkan
dalam kehidupan di dunia ini sampai ajal datang menjemput kelak. Semoga!
Rantau, 3 Juni 2019
#Mari Sebarkan Kebaikan#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar