Perlu kita ketahui bahwa Allah Swt itu sangat dekat dan tidak berjarak dengan hamba-Nya. Jarak itu menggambarkan adanya keterpisahan antara satu dan yang lainnya. Jarak itu merupakan ukuran jauh atau dekatnya sesuatu yang diukur. Ketika ada dua benda yang berbeda jaraknya, maka akan diukur seberapa jauh atau dekat dua benda itu. Bahkan ketika dua benda itu didekatkan atau disandingkanpun sebenarnya masih ada jaraknya. Walaupun itu Nol (0).
Sebenarnya kita telah mengatahui bahwa Allah Swt itu sangat dekat. Akan tetapi, kesadaran diri akan ‘kedekatan’ tuhan dalam dirinya itu lah yang menyebabkan adanya ‘jarak’ itu. Kesadaran diri itu bisa berupa rasa berdosa atau bersalah atau telah berbuat jahat/maksiat. Hal ini disebabkan karena ia telah melanggar perintah-Nya dan mendekati serta melaksanakan larangan-Nya. Kesadaran akan dosa-dosa yang bertumpuk itu menyebabkan dirinya merasa jauh dari Tuhan. Bahkan ada yang melaksanakan kejahatan atau kemaksiatan secara sadar seolah-olah Tuhan tidak mengetahuinya.
Bagi orang yang paham dengan agama pun, terkadang ‘gagal’ memahami kedekatan dirinya dengan Tuhan. Dia menggambarkan Allah itu Maha Besar. Tidak bisa dijangkau dengan panca Indera dan apapupun. sehingga, dia merasa agak jauh dari Tuhan.
Padahal, Allah Swt telah memberikan kepada kita bahwa Allah itu sangat dekat. Digambarkan dalam al Qur’an kedekatan Allah dan manusia itu seperti urat leher. Itu merupakan perumpamaan yang Allah berikan tentang kedekatan diri-Nya dengan manusia. Urat leher merupakan simbol nyawa manusia. Ketika urat lehernya putus atau rusak, maka nyawa manusia akan hilang. Dari sini, kita menyadari bahwa urat leher itu sangat dekat dengan diri kita. Bahkan tidak berjarak, karena urat leher itu ada dalam diri kita.
Qs. Qaf (50): 16
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ
نَفۡسُهُۥۖ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
Begitu juga dengan Allah. Semua makhluk di alam semesta ini sebenarnya tidak berjarak dengan-Nya. Sebagai gambaran, manusia tinggal di bumi. Sedangkan bumi ini bagian dari planet di Tata Surya, yakni Matahari. Sebenarnya di alam semesta ini ribuan, jutaan bahkan milyaran Tata Surya berkeliaran. Tata surya itu bergerak mengitari benda langit yang lebih besar lagi yaitu Galaksi. Itu pun jumlahnya juga jutaan bahkan milyaran. Galaksi yang terdekat adalah Bima Sakti. Padahal, galaksi juga bergerak mengitari benda langit yang lebih besar lagi yaitu Super Kluster. Jumlahnya juga jutaan bahkan milyaran. Yang bergerak mengitari benda yang lebih besar lagi yaitu Universe. Itupun masih langit pertama. Padahal dalam al Qur’an langit di alam semesta ini berjumlah tujuh lapis. Bayangkan, bagaimana besarnya jagat raya ini. Lantas, kita (manusia) di mana?.
Planet, tata surya, galaksi, super kluster dan universe hanya debunya alam semesta. Tidak apa-apanya dibandingkan dengan alam jagad raya ini. Apalagi manusia, saking kecilnya bahkan tidak bisa disebut ‘debu’ alam semesta ini.
Dari sinilah, gambaran ‘jarak’ antara manusia dan tuhan itu sangat jauh sekali. Padahal itu hanya ‘jarak’ dalam gambaran benak manusia saja. Alam semesta yang Maha luas dan tak bertepi ini adalah ciptaan Allah Swt. Segala apa yang ada didalamnya merupakan bagian dari alam semesta itu. Artinya, semuanya ciptaan-Nya. Alam semesta dan isinya dalam ‘genggaman-Nya’. Kita harus paham dan sadar bahwa alam semesta ini berada didalam ‘diri-Nya’. Bahasa al Qur’an, Allah meliputi segala sesuatu. Artinya, alam semesta aja berada didalam ‘diri-nya’, maka manusia juga berada dalam ‘diri-Nya. Tidak terpisahkan, dimanapun dan kapanpun. Sebab, Allah Swt tidak terikat oleh jarak dan waktu. Keduanya berada dalam ‘diri-Nya’.
Qs. Ath Thalaq (65): 12
ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖ وَمِنَ ٱلۡأَرۡضِ مِثۡلَهُنَّۖ
يَتَنَزَّلُ ٱلۡأَمۡرُ بَيۡنَهُنَّ لِتَعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ
شَيۡءٖ قَدِيرٞ وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدۡ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عِلۡمَۢا.
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”
Oleh sebab itu, kemanapun kita menghadap, maka kita akan berjumpa dengan ‘wajah Allah’. Dari sinilah kedekatan antara manusia dengan Tuhan. Kita harus menyadarinya. Ketika kesadaran ini tertanam dalam diri kita. Maka kita tidak akan bisa melepasnya. Kemanapun kita pergi, dimanapun kita berada, saat apapun kondisi dan keadaan kita, maka kita tidak terpisahkan dari Tuhan. Semuanya jadi ‘satu’ dalam kesadaran diri akan kebertuhanan. Ketika memandang sesuatu, yang ada hanya ‘kebesaran-Nya’. Rasa takjub dan tenang merasuk kedalam jiwanya. Sehingga, ketenangan, kedamaian, ketentraman, kebahagiaan dan keselamatan selalu menyertainya sampai ajal menjemput. Wallahu a’lam!
Qs.
Al Baqarah (2): 115
وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ
وَجۡهُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
#Menyebarluaskan
Kebaikan#