PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki
kekayaan alam yang melimpah ruah. Indonesia merupakan negara yang memiliki
beragam suku, agama, budaya, adat istiadat, bahasa, kepercayaan, dan lain
sebagainya. Dengan beragamnya suku bangsa itu, maka tidak jarang terjadi
konflik antara suku, agama, ras dan lainnya.
Konflik yang terjadi bisa berawal dari pandangan agama
yang berbeda. Kemudian meluas kepada konflik antar suku, dan ras. Bisa juga
karena saling sindir atau salah paham hingga berdampak kepada saling serang.
Bisa juga akibat terlalu mengagungkan sukunya sehingga menganggap remeh kepada
suku lain, dan lain sebagainya.
Kita bisa membaca sejarah kelam bangs akita akibat
konflik di masyarakat. Konflik kerusan di Ambon (1999) yang menjurus kepada
agama. Kerusuhan di Situbondo pada bulan Oktober 1996. Kerusuhan di Tasikmalaya
di penghujung Desember 1996. Tragedy Ketapang 1998. Tragedi Sampit 2001 di
Kalimantan Tengah antara masyarakat Dayak dan Madura. Di Kalimantan Selatan ada
tragedi Mei 1998 yang banyak memakan korban. Yang terbaru kejadian di pulau
Rempang Batam terkait hak pemilikan tanah, dan banyak lagi kasus-kasus yang
terjadi.
Hal ini membuat kita miris melihatnya. Masyarakat yang
multikultural yang selama ini hidup dengan damai, tentram dan aman. Tiba-tiba
bisa menjadi konflik yang besar dan memakan korban harta dan nyawa.
Konflik-konflik seperti ini jangan dibiarkan. Harus bisa kita cegah dan
diperbaiki sehingga kedepan tidak lagi terjadi konflik. Persaudaran harus terus
dirajut agar tercipta persaudaraan, persatuan dan kesatuan bangsa.
Mengacu
kepada permasalahan itu, maka saya mencoba untuk mengangkat makalah ilmiah al
quran dengan judul “Merajut Ukhuwah Di Tengah Masyarakat Multikultural Persepektif Al
Qur’an”
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Terdiri lebih dari 1.340 suku, memiliki 546 bahasa daerah yang berbeda, berdiam di wilayah atau pulau lebih dari 17.504 pulau dan berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa. Indonesia juga memiliki enam agama yang diakui oleh negara, yaitu Islam (87,2%), Kristen Protestan (6,9 %), Kristen Katholik (2,9 %), Hindu (1,7 %) Budha (0,7 %), dan Konghuco (0,2 %). Selain itu 250-an beragam ‘agama’ kepercayaan yang di miliki masyarakat.[1] Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi multikultural yang memiliki banyak budaya dan kepercayaan yang mengikat jati diri bangsa Indonesia.
Dengan beragamnya suku bangsa, agama dan kepercayaan, Bahasa dan budaya yang dimiliki oleh bangsa indoneisa, akan menyebabkan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Baik dalam hal keyakinan, cara berpikir, cara bergaul dan beradaptasi, tutur Bahasa, gaya hidup dan lain sebagainya. Kalau potensi seperti ini tidak dikelola dengan baik, maka akan bisa terjadi perpecahan, perbedaan pendapat, keyakinan yang akan berakibat fatal terhadap disintegrasi bangsa. Oleh sebab itu, keragaman dan perbedaan ini harus benar-benar dirawat dengan baik.
Perlu
kebersamaan dari semua pihak baik, pemerintah, masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat dan lain sebagainya agar tetap saling bisa menghargai, hormat-menghormati,
bantu-membantu, dan saling berkasih sayang. Sebab, perbedaan yang ada tidak
akan bisa disamakan apabila dipaksakan harus sama. Jika ini terjadi, maka akan
terjadi ketidakrelaan, ketidaksukaan, dan muncul perlawanan yang berakibat
kepada disintegrasi bangsa.
Nah, untuk
bisa merawatnya, maka kita harus merajut perbedaan dan persamaan yang dimiliki
diantara sesama kita. Apapun agamanya, apapun suku dan bahasanya, bagaimanapun
budaya yang dimilikinya, pasti ada perbedaan, akan tetapi juga masih ada
persamaan. Selama itu, baik dan tidak bertentangan dengan fondasi keyakinan
agama masing-masing, maka hal itu perlu dilakukan, agar keragaman masyarakat
tetap terjaga dengan baik, rukun, tentram dan damai. Tanamkan dalam diri
masing-masing rasa persaudaran (ukhuwah) sebangsa dan setanah air.
Di
Tengah-tengah masyarakat yang multikultural tersebut, diperlukan sikap yang
moderat untuk bisa merawat keberagaman itu, agar tidak terjadi perselisihan,
pertengkaran, permusuhan dan bahkan saling serang-menyerang diantara suku dan
masyarakat di Indonesia. Untuk itu, masyarakat yang multikultural itu harus
bisa kita rajut dalam bingkai ukhuwah insaniyah (Basyariah) dan ukhuwah
wathaniyah.
A. Pengertian
Ukhuwah
Kata ukhuwah
yang diartikan sebagai persaudaraan terambil dari akar kata yang mulanya
berarti memperhatikan. Dari adanya perhatian itu, maka muncul adanya persamaan
diantara berbagai pihak yang bersaudara. Sehingga makna kata ukhuwah diartikan
sebagai setiap persamaan dan keserasian dengan pihak lain, baik persamaa
keturunan, dari segi ibu, bapak, atau keduanya, maupun dari segi persusuan.
Sedangkan
secara majazi, kata ukhuwah (persaudaraan) mencakup persamaan salah satu unsur
seperti suku, agama, profesi, dan perasaan.[2]
B. Ukhuwah Insaniyah
(Basyariah)
Ukhuwah
Insaniah adalah persaudaran sesama manusia. Yakni berasal dari seorang ayah dan
ibu yang sama yakni Adam dan Hawa. Hal ini merupakan sebuah Sunnatullah, dimana
dibelahan dunia ini berbagai macam etnik manusia tinggal merupakan suatu
persebaran manusia di muka bumi ini.
Dengan
terbentuknya manusia dari satu Rahim yang sama, menyebabkan munculnya tali
persaudaran sebagai sesama manusia di muka bumi ini.
Dalam al
Qur’an, Allah Swt menjelaskan tentang ukhuwan insaniyah ini, diantaranya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ
وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ
أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ.[3]
Dalam ayat itu, sangat jelas Allah Swt telah menciptakan manusia dari
seorang laki-laki dan seorang Perempuan. Dan menjadikan manusia
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, tujuannya adalah untuk saling kenal-mengenal
supaya terjalin persaudaraan yang baik.
C. Ukhuwah Wathaniyah
Ukhuwah
Wathaniah merupakan persaudaraan antar bangsa atau negara. Dibelahan bumi ini
berbagai macam bangsa dan negara yang terbentuk. Mereka memiliki ragam budaya
dan agama yang berbeda-beda. Memiliki Bahasa dan suku maupun ras (golongan bangsa berdasarkan
ciri-ciri fisik) sehingga semakin menambah keberagaman budaya, agama, politik
dan sebagainya. hal ini menuntut untuk senantiasa berkomunikasi dengan baik dan
saling menghargai antar bangsa dan negara.
Hal ini juga telah disebutkan dalam al Qur’an (49:13) yang menyebutkan
bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa untuk bisa berkomunikasi dengan baik
supaya terajut tali persaudaraan antar bangsa.
D. Merajut Ukhuwah di Tengah Masyarakat Multikultural
Merujut artinya usaha yang dilakukan untuk memintal tali-tali jala atau
jaring pada penangkap ikan. Pada makalah ini, merajut dijadikan kata dalam
membingkai ukhuwah, dengan maksud usaha untuk membuat tali persaudaran diantara
sesama manusia senantiasa terjalin dengan baik. Sebab, ditengah masyarakat yang
multikultural ini persaudaran terkadang bisa terlepas dan hilang. Sebabnya
bermacam-macam. Bisa akibat perbedaan keyakinan (agama), perbedaan suku,
Bahasa, budaya, pandangan politik dan sebagainya. Oleh sebab itu, persaudaraan
ini perlu terus dijalin dengan baik, agar konflik-konflik terkait
perbedaan-perbedaan yang ada dimasyarakat bisa diminimalisir.
Untuk merajut dan memantapkan Ukhuwah (persaudaraan) ditengah-tengah
masyarakat yang multikultural tersebut, setiap orang perlu memiliki sikap yang
moderat (Wasath). Orang-orang
yang moderat memiliki kecenderungan lebih ramah dalam penerimaan tradisi dan
budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan
pokok ajaran agama masing-masing.
Perlu kedewasaan bersikap dan berpikir dalam menyikapi
perbedaan-perbedaan itu. Dalam al Qur’an, Allah Swt telah menjelaskan bagaimana
cara bersikap dalam merajut keberagaman ini agar tetap utuh dan bisa terjalin
dengan baik, diantaranya adalah :
1. Saling Hormat-Menghormati
Hal ini tergambar dalam al Qur’an yang menuntut
umat beragama saling menjaga kepercayaannya (tauhid) masing-masing. Tidak boleh
saling mempengaruhi, mengajak untuk ikut dalam kegiatan spiritual agamanya. Hal
ini merupakan bentuk toleransi dalam beragama. Allah Swt menegaskan agar saling
menjaga kepercayaan dalam beragama. Tidak saling mengganggu dan saling
hormat-menghormati. Hal ini disebutkan dalam al-Qur’an :
لَكُمۡ دِينُكُمۡ
وَلِيَ دِينِ.[4]
Di ayat lain disebutkan bahwa amal (perbuatan) bisa dikerjakan
masing-masing dan tidak perlu dipertengkarkan. Masing-masing umat beragama
mempunyai keyakinan masing-masing bahwa ibadahnya pasti diterima oleh tuhan. Setiap
perbuatan baik ada pahalanya, dan perbuatan jahat ada dosanya. Masing-masing
harus memegang prinsip ini, agar bisa saling menghormati dalam pelaksanaan
ibadah masing-masing.
… لَنَآ أَعۡمَٰلُنَا وَلَكُمۡ
أَعۡمَٰلُكُمۡۖ لَا حُجَّةَ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمُۖ ٱللَّهُ يَجۡمَعُ بَيۡنَنَاۖ
وَإِلَيۡهِ ٱلۡمَصِيرُ.[5]
Sikap untuk memberi ruang dan tidak mengganggu hak
orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan
pendapat, meskipun hal tersebut berbeda dengan apa yang kita yakini merupakan bentuk
penghormatan kepada pemeluk agama lain. Ini merupakan salah satu cara merajut
keberagamaan dalam beragama supaya terjalin dengan mesra, baik dan damai.
2. Mencari Titik Singgung dan Titik Temu Antarpemeluk agama
Al Quran juga menganjurkan agar mencari titik temu
dan titik singgung antar pemeluk agama. Al Quran menganjurkan agar dalam
interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan hendaknya masing-masing
mengakui keberadaan pihak lain, dan tidak perlu saling menyalahkan. Hal ini
dijelaskan dalam Al qur’an :
قُلۡ
يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ تَعَالَوۡاْ إِلَىٰ كَلِمَةٖ سَوَآءِۢ بَيۡنَنَا
وَبَيۡنَكُمۡ أَلَّا نَعۡبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشۡرِكَ بِهِۦ شَيۡٔٗا وَلَا
يَتَّخِذَ بَعۡضُنَا بَعۡضًا أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِۚ فَإِن تَوَلَّوۡاْ
فَقُولُواْ ٱشۡهَدُواْ بِأَنَّا مُسۡلِمُونَ. [6]
Mencari titik temu dalam beragama itu penting.
Yang dicari temunya bukan terkait dengan ibadah ataupun tauhid. Sebab, hal itu
pasti berbeda dan tidak akan bisa dicari titik temunya. Bahkan jika dipaksakan
akan terjadi pertengkaran dan perpecahan. Titik temu disini terkait dengan
masalah muamalah (sosial). Hubungan antara sesama manusia. Disetiap agama ada
ajaran berbuat baik kepada setiap manusia. Berbuat baik kepada orang tua,
Binatang, menghargai pendapat, tolong menolong dan lain sebagainya. Ajaran-ajaran
universal seperti ini perlu digaungkan diantara umat beragama, supaya kehidupan
sosial bermasyarakat bisa saling memahami, bisa saling menghargai dan tidak
akan saling mengklaim kebenaran. Sebab, ajaran kebaikan itu merupakan ajaran
universal yang dimiliki oleh semua agama. Jika ini, terus digaungkan maka persaudaran
(ukhuwah) akan mudah dirajut dengan baik.
3. Menghindari sikap lahir dan batin yang memperkeruh Hubungan antar
manusia.
Dalam agama Islam, seluruh umat manusia adalah
saudara, baik sesama islam, sesama manusia dan antar bangsa dan negara. Agar
terjalin persaudaran yang baik, manusia dilarang untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Apabila perbuatan-perbuatan yang tidak
baik ini dilakukan, akan memperkeruh dan bahkan bisa merusak jalinan
persaudaran yang sudah dirajut bersama.
Di dalam Al Qur’an, kita dilarang untuk merendahkan
atau mengolok-olok orang lain, suku ataupun bangsa. Sebab, boleh jadi orang
yang kita rendahkan atau olok-olok itu mereka lebih baik atau mulia dari pada
kita. Selain itu, sikap suka mencela atau menghina orang lain dan memberi gelar
atau panggilan yang buruk kepada orang lain. Hal ini akan membuat orang lain
akan marah, berontak dan bisa terjadi perkelahian, pertikaian dan bisa lebih
fatal dari itu yaitu pembunuhan. Hal ini dijelaskan dalam Al qur’an :
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ
خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا
مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ
بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ
فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ. [7]
Selain
itu, ada juga sikap yang perlu dihindari dalam merajut ukhuwah insaniyah dan
wathaniah dalam kehidupan. Yaitu sikap buruk sangka, suka mencari-cari
kesalahan orang lain dan suka menggunjing. Hal ini dijelaskan dalam al Qur’an :
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ
إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ.[8]
Sikap beragama yang baik tidak melulu harus dari agama yang lain. Dalam Islam pun juga harus memiliki sikap yang baik. Kita tidak bisa mengharapkan orang lain baik apabila kita tidak berbuat baik. Orang lain bisa menahan kata-kata, umat Islam pun juga harus bisa menjaga perkataan dan sikap yang baik. Sikap mengolok-olok, merendahkan, menghina termasuk perbuatan provokatif. Orang atau umat lain akan tersinggung dan marah. Begitu juga menggunjing (ghibah), serta mencari-cari kesalahan orang lain merupakan perbuatan yang bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Umat islam harus bisa menjaga diri, baik sikap dan perkataannya. Tidak hanya kepada sesama muslim, juga kepada umat beragama lainnya. Tidak hanya terkait agama, bahkan suku, Bahasa, budaya dan lainnya. Jika kita sama-sama menjaga diri dari perbuatan tersebut, maka ukhuwah (persaudaran) di Tengah masyarakat multikultural ini akan terajut dengan baik. Buhul-buhul tali persaudaran akan terikat dengan kuat. Bagaimanapun badai ataupun angin beliung datang menghantam, ia akan tetap kokoh se kokoh batu karang dipinggir laut. Semoga! Wallahu ‘alam bis shawab.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di
ambil kesimpulan, bahwa untuk merajut ukhuwah (persaudaran) di tengah masyarakat
yang multikultural diperlukan beberapa cara, yaitu :
1.
Saling Hormat-Menghormati
2.
Mencari Titik Singgung dan Titik Temu Antarpemeluk
agama
3.
Menghindari sikap lahir dan batin yang memperkeruh
Hubungan antar manusia
B.
Saran-Saran
Dalam pembuatan makalah ilmiah al
qur’an ini tentunya banyak kekurangan dan kekhilafan. Tentunya perlu perbaikan
dan koreksi. Saya sebagai penulis siap menerima setiap masukan, kritik dan
saran yang membangun demi kemajuan pembuatan makalah yang akan datang.
Daftar Pustaka
Shihab, Quraish, Membumikan Al Qur’an : Fungsi
dan Pikiran Wahyu Dalam Kehidupan Masayarakat, Bandung : Mizan, 1998.
_____________, Wawasan Al Qur’an : Fafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat,
Bandung, Mizan, 2004.
_____________, Membumikan Al Qur’an Jilid 2 : Memfungsikan Wahyu Dalam Kehidupan,
Jakarta : Lentera Hati, 2011.
Al Munawar, Said Agil Husin, Fikih Hubungan
Antar Agama, Jakarta : Ciputat Press, 2003.
Tahir, Tarmizi, Berislam Secara Moderat, Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu, 2007.
[1] Data BPS, 2010/2013
[2] Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, (Bandung :
Mizan, 2004), Cet ke-XV h. 486).
[3] Qs. Al Hujurat (49): 13.
[4] Qs. Al Kafirun (109): 6.
[5] Qs. Al Syura (42): 15.
[6] Qs. Ali Imran (3): 64.
[7] Qs. Al Hujurat (49): 11.
[8] Qs. Al
Hujurat (49): 12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar