Kecewa dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) berarti kecil hati atau tidak
puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya, dan sebagainya). Bisa
juga berarti tidak senang, cacat, cela dan gagal (tidak berhasil) dalam
melakukan usahanya. Kecewa merupakan wujud perasaan atau ekspresi terhadap
keinginan, harapan, usaha maupun pemberian yang tidak didapatkannya atau gagal
diterimanya atau juga tidak sesuai dengan harapannya yang diinginkannya. Sikap
kecewa itu bisa terlihat dari raut wajahnya. Tutur katanya. Maupun sikap dan
gerak-gerik tubuhnya. Ada yang terlihat jelas dan ada juga yang bisa
menyembunyikan kekecewaan itu. Akan tetapi sepandai-pandainya menyimpan rasa
kecewa itu, nanti akan ketahuan juga. Apalagi, di zaman sekarang, terkadang
rasa kecewa itu tidak bisa disembunyikannya. Mungkin ia tidak cerita dengan
orang lain, akan tetapi ia tuliskan atau pasang status di WhatsApp, facebook,
Instagram, Twetter dan lain-lain. Sehingga, orang dengan mudah menduga bahwa ia
sedang kecewa. Bisa juga, ketika bertemu dengan seseorang yang mengecewakannya,
ia membuang mukanya. Tidak mau bersalaman, tegur sapa, dan memperlihatkan muka
yang cemberut atau masam. Kalau berkata-kata cenderung nyaring dan kasar. Bisa
juga, dengan kalimat yang sinis dan senantiasa menyinggung perasaan. Sikap
seperti ini menunjukkan bahwa ia sedang dalam kekecewaan.
Bentuk atau ekspresi
kekecewaan itu bermacam-macam. Ada yang sedih, marah, tertawa, lesu, tidak
semangat atau loyo, menangis, diam, teriak, memaki, memukul, menendang, dan
sebagainya. Tingkatan kekecewaan itu juga berbeda-beda. Ada yang Cuma mendesah.
Diam saja tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Ada yang
cemberut (masam mukanya). Ada yang marah dengan mengeluarkan kata-kata yang
kasar dengan disertai bentakan. Baik dengan menghardik, menggebrak meja atau
kursi. Bahkan bisa dengan membantingnya. Kalau kekecewaan itu tidak terkontrol
bisa berakibat lebih buruk dari itu. Marah yang meluap-luap akan menjadi
perkelahian bahkan pembunuhan. Di dalam jiwanya bisa muncul rasa sedih yang
berlarut-larut sehingga berakibat stress dan frustasi. Bisa saja lebih fatal
lagi sampai menjadi gila. Atau melakukan bunuh diri. Begitulah, ketika rasa
kecewa itu akan berdampak fatal bagi mereka yang menghadapinya. Minimal sikap
stres atau galau akan menghinggapi dirinya.
Sebab munculnya sifat kecewa itu berbagai macam. Terutama oleh adanya ketidak puasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau harapkan. Dari rasa ketidakpuasan ini, muncul sikap tidak senang terhadap orang lain, tidak senang dengan nikmat yang diperoleh atau didapatkan seseorang. sehingga, bisa saja muncul dalam dirinya untuk menyingkirkan atau menghilangkan sesuatu yang telah dimiliki oleh orang lain itu. Bisa dengan seara terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi. cara yang dilakukan cenderung tidak baik (buruk), bahkan bisa sangat jahat (kejam). Selain itu, kekecewaan juga muncul akibat gagalnya memperoleh sesuatu yang diinginkan. Setiap orang pasti mempunyai keinginan yang ingin diraih atau capai dalam hidupnya. Keinginan itu berbagai macam. Setiap orang bisa saja sama dan beda dalam keinginannya itu. Keinginan itu ada yang harus secepatnya diraih dan ada juga yang lambat. Perlu waktu yang cukup lama untuk meraih keinginan itu. Keinginan yang didambakan itu ada yang besar dan juga kecil. Besar dan kecilnya keinginan itu diukur berdasarkan kehendak kuat yang dimiliki oleh seseorang. Semakin kuat kehendak yang dimilikinya, maka semakin besar pula rasa keinginan untuk memilikinya. Begitu sebaliknya, semakin kecil kehendak yang dimilikinya, maka semakin kecil atau ringan pula keinginannya. Untuk itu, kehendak untuk memiliki sesuatu yang diinginkan itulah yang menyebabkan besar kecilnya keinginan itu. Karena itu, setiap orang berbeda-beda dalam menghendaki sesuatu yang ingin dimilikinya.
Semakin banyak keinginan seseorang dalam hidupnya. Maka semakin besar juga tingkat kekecewaan yang akan dirasakannya. Sebab, tidak semua keinginan yang dikehendakinya itu akan tercapai. Bisa saja satu atau beberapa keinginan saja yang akan tercapai. Atau bisa juga tidak semuanya tercapai. Sehingga rasa kecewa yang dirasakannya itu akan terus bertambah. Satu keinginan tidak terpenuhi, maka akan muncul rasa kecewa dalam dirinya. Semakin banyak keinginan itu tidak terpenuhi, maka semakin banyak juga kekecewaan yang akan dirasakannya. Kalau ia tidak tahan atau mampu menahan kekecewaan itu, maka ia akan merasakan stres dan frustasi yang selalu bertambah-tambah. Bahkan bisa mengalami kegilaan. Atau lebih fatal lagi, yakni menghilangkan nyawanya sendiri dengan cara bunuh diri. Nauzdubillahi min dzalik…
Pada dasarnya, setiap manusia pasti pernah merasakan kekecewaan di dalam hidupnya. Yang membedakannya adalah besar kecilnya kekecewaan yang dihadapi dan cara menghadapi serta mengatasinya. Rasa kecewa yang muncul itu akibat adanya masalah yang belum terselesaikan. Atau keinginan yang belum terpenuhi. Rasa kecewa itu bisa menyerang siapa saja. Tidak memandang pangkat, derajat atau status sosial lainnya. Tua, muda dan anak-anak bisa merasakan kekecewaan. Bahkan seorang bayi pun bisa juga kecewa. Ini dibuktikan dengan tangis yang terdengar. Sifat kecewa itu merupakan suatu yang lumrah. Kecewa merupakan sifat bawaan yang dimiliki semua manusia di muka bumi ini. Karena itu, manusia paling mulia di muka bumi ini pun juga pernah mengalami kekecewaan itu. Diriwayatkan Pada suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah Saw dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Rasulullah Saw memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan dan sangat memerlukan pertolongan. Rasulullah Saw kemudian menganjurkan kepada para sahabatnya supaya memberikan sedekah. Ternyata, para sahabat lambat dalam merespon keinginan Rasulullah itu. Sehingga terlihat raut muka kecewa diwajah Beliau. Melihat itu, salah seorang sahabat segera memberikan bantuan dan diiukuti oleh sahabat yang lainnya. Dan juga, beberapa sahabat memberikan sedekah kepada Arab badui itu sehingga tampaklah kembali keceriaan diwajah Rasulullah Saw.
عَنْ جَرِيرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَ نَاسٌ مِنْ الْأَعْرَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ الصُّوفُ فَرَأَى سُوءَ حَالِهِمْ
قَدْ أَصَابَتْهُمْ حَاجَةٌ فَحَثَّ النَّاسَ عَلَى الصَّدَقَةِ فَأَبْطَئُوا
عَنْهُ حَتَّى رُئِيَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ قَالَ ثُمَّ إِنَّ رَجُلًا مِنْ
الْأَنْصَارِ جَاءَ بِصُرَّةٍ مِنْ وَرِقٍ ثُمَّ جَاءَ آخَرُ ثُمَّ تَتَابَعُوا
حَتَّى عُرِفَ السُّرُورُ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ
كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ
شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ
كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ
أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ. (صحيح مسلم ٤٨٣٠, مسند
أحمد ١٨٤٠٤)
"Dari Jarir bin 'Abdullah dia berkata: “Pada suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah Saw dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Lalu Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah Saw menganjurkan para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau.” Jarir berkata: ‘Tak lama kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu, datanglah beberapa orang sahabat yang turut serta menyumbangkan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang Arab badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah Saw bersabda: ‘Barang siapa dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun." (Shahih Muslim No. 4830, Musnad Ahmad No. 18404).
Di dalam riwayat lain, Rasulullah saw juga menampakkan rasa kekecewaannya. Ketika pada suatu waktu Rasulullah Saw sedang berdakwah dihadapan para pembesar Quraisy. Kemudian datang Abdullah bin Ummi Maktum, seorang laki-laki tua yang buta mendekat kepada Rasulullah Saw untuk menanyakan sesuatu. Ternyata, Rasulullah Saw berpaling daripadanya dan tetap menghadapi pembesar-pembesar Quraisy itu. Ummi Maktum berkata: “Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan?” Rasulullah menjawab: “Tidak.” Maka turunlah Qs. ‘Abasa ayat 1-10 sebagai ‘teguran’ atas perbuatan Rasulullah saw itu.
حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ هِشَامِ
بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ قَالَ أُنْزِلَتْ عَبَسَ وَتَوَلَّى فِي
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ يَقُولُ يَا مُحَمَّدُ اسْتَدْنِينِي وَعِنْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مِنْ عُظَمَاءِ الْمُشْرِكِينَ
فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْرِضُ عَنْهُ
وَيُقْبِلُ عَلَى الْآخَرِ وَيَقُولُ يَا أَبَا فُلَانٍ هَلْ تَرَى بِمَا أَقُولُ
بَأْسًا فَيَقُولُ لَا وَالدِّمَاءِ مَا أَرَى بِمَا تَقُولُ بَأْسًا فَأُنْزِلَتْ
عَبَسَ وَتَوَلَّى أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى. (سنن الترمذي ٤٢٥٤, موطأ مالك ٤٢٦,
صحيح ابن حبان ٥٣٥)
"Telah menceritakan
kepadaku dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari Bapaknya Bahwasanya ia
berkata: “Surat ‘ABASA WA TAWALLA turun berkenaan dengan Abdullah bin Ummi Maktum. Ia datang menemui
Rasulullah Saw dan berkata: “Wahai Muhammad, ajarkanlah kepadaku tentang agamaku.” Sementara di dekat beliau terdapat beberapa pembesar
Quraisy. Maka Nabi Saw tidak pun tidak menghiraukannya, dan bahkan
berpaling pada yang lain.” Beliau bertanya, “Wahai Abu fulan, apa pendapatmu tentang apa yang barusan
aku katakan." Orang itu pun menyahut, “Tidak, demi darah, tidak apa-apa.” Maka turunlah: “(Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya).” (Qs. Abasa: 1-2). (Sunan Tirmidzi No. 3254, Muwatha' Malik No. 426, Shahih Ibnu Hibban No. 535)
Di dalam Qs. ‘Abasa 1-10 itu, Allah Swt menyatakan bahwa Rasulullah Saw bermuka masam dan berpaling dari sahabatnya (Abdullah bin Ummi Maktum). Allah Swt menyatakan, barangkali Abdullah Ummi Maktum itu ingin membersihkan dirinya dari dosa. Bisa juga dia ingin mendapatkan pengajaran (tentang ajaran Islam). Dengan pengajaran itu akan memberi manfaat baginya. Akan tetapi, justru Rasulullah Saw berpaling darinya dengan melayani para pembesar Quraisy itu. Rasulullah Saw berharap para pembesar Quraisy itu mau memeluk agama Islam. Dari sinilah, Allah Swt memberikan teguran bahwa para pembesar Quraisy itu sebenarnya tidak mau membersihkan diri mereka dan tidak mau beriman kepada Allah Swt. Justru orang yang telah diabaikan Nabi Saw itulah yang mau membersihkan dirinya dan ingin mendapatkan pengajaran (agama Islam) yang baik dari Rasulullah Saw. Sebab, dia termasuk orang yang takut kepada Allah Swt.
Qs. ‘Abasa (80): 1-10
عَبَسَ
وَتَوَلَّىٰٓ ﴿١﴾
أَنْ جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ ﴿٢﴾
وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّهُۥ
يَزَّكَّىٰٓ ﴿٣﴾
أَوۡ
يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰٓ ﴿٤﴾
أَمَّا
مَنِ ٱسۡتَغۡنَىٰ ﴿٥﴾
فَأَنتَ لَهُۥ تَصَدَّىٰ ﴿٦﴾
وَمَا عَلَيۡكَ أَلَّا
يَزَّكَّىٰ ﴿٧﴾
وَأَمَّا
مَن جَآءَكَ يَسۡعَىٰ ﴿٨﴾
وَهُوَ يَخۡشَىٰ ﴿٩﴾
فَأَنتَ عَنۡهُ تَلَهَّىٰ ﴿١٠﴾
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya.”
Selain
Rasul Saw, sebagian para sahabatnya juga pernah kecewa. Dalam sebuah riwayat
diceritakan bahwa Rasulullah Saw memiliki seekor unta yang bernama Al ‘Adlba
yang tidak pernah terkalahkan disetiap perlombaan (pacuan unta). Lalu datanglah
seorang Arab badui dengan hewan tunggangannya. Mulanya unta nabi dapat mengalahkan unta Arab badui itu, namun
kemudian unta Arab badui itu ganti mengalahkannya. Sehingga hal tersebut
menjadikan hati para sahabat Rasulullah Saw merasa tidak nyaman (kecewa). Tetapi Rasulullah Saw tidak kecewa dan memberikan nasihat kepada
sahabatnya, bahwa tidak ada perkara apapun yang lebih tinggi di dunia ini, maka
Allah Swt akan merendahkannya kembali.
حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاقَةٌ تُسَمَّى الْعَضْبَاءَ لَا تُسْبَقُ فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ عَلَى قَعُودٍ فَسَبَقَهَا فَشَقَّ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَلَمَّا رَأَى مَا فِي وُجُوهِهِمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ سُبِقَتْ الْعَضْبَاءُ قَالَ إِنَّ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يَرْتَفِعَ مِنْ الدُّنْيَا شَيْءٌ إِلَّا وَضَعَهُ. (صحيح البخاري ٢٦٦٠, سنن أبي داوود ٤١٦٩, سنن النسائي ٣٥٣٢, مسند أحمد ١١٥٧٢).
"Telah menceritakan kepada kami Humaid dari Anas berkata: “Dahulu Rasulullah Saw memiliki seekor unta yang dinamakan Al 'Adlba` yang tidak terkalahkan dalam perlombaan. Kemudian datanglah seorang badui di atas unta yang ditunggangi. Badui itu kemudian mengalahkan Al 'Adlba`, sehingga hal tersebut membuat kaum Muslim merasa sesak. Kemudian ketika sebagian sahabat melihat raut muka sebagian yang lain ada tanda kekecewaan, maka berkatalah sebagian yang lain: "Wahai Rasulullah, Al 'Adlba` didahului!” Maka beliau bersabda: “Sungguh, telah menjadi ketetapan Allah, bahwa tidaklah diangkat apa yang ada di dunia ini melainkan Dia akan merendahkannya kembali.” (Shahih Bukhari No. 2660, Sunan Abu Daud No. 4169, Sunan Nasa'i No. 3532, Musnad Ahmad No. 11572).
Begitulah kehidupan di muka bumi ini. Tidak
ada yang lebih tinggi (mulia) dibanding dengan yang lainnya. Hanya Allah swt
yang Maha Tinggi dan Maha Mulia. Untuk itu, tidak usah berbangga diri (sombong)
dengan apa yang telah diraih dan dimilikinya. Dan juga, jangan sedih dan kecewa
ketika tidak bisa memiliki dan meraihnya. Semuanya telah ditetapkannya sesuai
dengan kadar (kemampuan) masing-masing. Semua yang diberikan Allah Swt kepada
manusia merupakan sebuah ujian. Harta benda, pangkat, jabatan, kehormatan, ilmu
pengetahuan, anak, istri, wajah, dan sebagainya merupakan ujian. Ketika Allah Swt
memberikan kelebihan, maka itu merupakan suatu kehormatan yang harus disukuri.
Gunakan semua kelebihan yang diberikan itu untuk kebaikan dan kemaslahatan
orang banyak. Jaga hati agar tetap ikhlas dan sabar dalam menggunakan semua
kelebihan itu. Sehingga tidak terjebak oleh kesombongan dan keangkuhan.
Sehingga melupakan Sang Pemberi kelebihan itu, yaitu Allah Swt. Begitu juga,
dengan segala kekurangan yang diberikan-Nya. Hendaknya manusia juga
mensukurinya. Jangan sampai bersedih apalagi kecewa dengan pemberian-Nya. Kekurangan
yang diberikan itu merupakan ketetapan-Nya. Jangan minder dan berkecil hati. Tetap
optimis (semangat) dalam menjalani hidup ini. Jalankan semua perintah-Nya dan
jauhi segala apa yang dilarang-Nya. kebahagian itu milik semua orang yang
menjalani hidup ini dengan tenang, damai dan tenteram. Kebahagian itu bukan
diukur dari banyaknya harta yang dimiliki. Jabatan yang tinggi dan terhormat.
Wajah dan fisik yang gagah dan cantik. Banyaknya gelar akademik dan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya. Istri yang cantik dan menarik. Anak-anak yang sehat dan
cerdas. Kebahagiaan itu adalah ketenangan dan ketenteraman hati. Itu akan
didapat apabila seseorang mampu mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. Harta
benda, jabatan, pangkat, kehormatan, anak, istri dan semua yang dimiliki harus
bisa mendekatkan kepada-Nya. Jangan sampai terbalik, justru semua itu
menjerumuskannya kepada kejahatan dan lupa akan Allah Swt. Barangsiapa yang
melakukan itu, maka mereka itu termasuk orang-orang yang merugi dalam hidupnya.
Qs. Al
Munafiqun (63): 9
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن
ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ ﴿٩﴾
“Hai orang-orang beriman,
janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”
Allah Swt menyatakan bahwa orang yang beriman
hatinya akan tenteram ketika ia ingat kepada Allah Swt. Karena, hanya dengan
mengingat Allah sajalah hati menjadi tenteram. Mengingat Allah Swt merupakan
suatu kebahagian dan tempat kembali yang baik bagi mereka yang beriman dan
beramal saleh.
Qs. Ar Ra’d (13): 28-29
ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ
تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ ﴿٢٨﴾
ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ طُوبَىٰ لَهُمۡ وَحُسۡنُ مََٔابٖ ﴿٢٩﴾
“Yaitu, orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan
beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.”
Allah Swt menyuruh setiap hamba-Nya yang
beriman agar senantiasa berzikir (menyebut/mengingat) kepada Allah Swt. Zikir
yang diucapkan itu sebanyak-banyaknya tanpa ada batasan hitungannya. Selain
zikir, hendaknya juga bertasbih (memuji kebesaran dan kemuliaan) Allah Swt,
baik di waktu pagi maupun petang. Dengan begitu, maka Allah Swt akan
mengeluarkan seseorang dari kegelapan (kejahatan dan penderitaan) kepada cahaya
yang terang benderang (kebaikan dan kebahagian).
Qs. Al Ahzab (33): 41-43
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ذِكۡرٗا كَثِيرٗا ﴿٤١﴾
وَسَبِّحُوهُ
بُكۡرَةٗ وَأَصِيلًا ﴿٤٢﴾
هُوَ
ٱلَّذِي يُصَلِّي عَلَيۡكُمۡ وَمَلَٰٓئِكَتُهُۥ لِيُخۡرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ
إِلَى ٱلنُّورِۚ وَكَانَ بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَحِيمٗا ﴿٤٣﴾
“Hai orang-orang
yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi
rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan
kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”
Dalam berzikir,
hendaklah diucapkan dalam hatinya dengan senantiasa merendahkan diri dan rasa
takut kepada-Nya. Zikir itu merupakan sarana ‘komunikasi’ dengan Sang Pencipta.
Hubungan kedekatan antara seorang hamba dan Pencipta-Nya akan terjalin dengan
mesra. Zikir itu diucapkan dengan lembut dan penuh kesadaran akan
kehadiran-Nya. Zikir jangan diucapkan dengan keras apalagi sampai teriak-teriak.
Allah Swt Maha Mendengar dan sangat dekat dengan hamba-Nya. Hendaknya zikir
diucapkan setiap saat, baik di waktu pagi maupun petang. Jangan sampai hati
kita lalai dalam berzikir (mengingat) Allah Swt. Karena disitulah sumber
ketenangan dan ketenteraman itu akan diraihnya dalam kehidupan di dunia ini.
Qs. Al A’raf (7): 205
وَٱذۡكُر
رَّبَّكَ فِي نَفۡسِكَ تَضَرُّعٗا وَخِيفَةٗ وَدُونَ ٱلۡجَهۡرِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ بِٱلۡغُدُوِّ
وَٱلۡأٓصَالِ وَلَا تَكُن مِّنَ ٱلۡغَٰفِلِينَ ﴿٢٠٥﴾
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang lalai.”
Allah Swt telah
mengajarkan kepada hamba-Nya. Bahwa berzikir (mengingat-Nya) itu bisa dilakukan
sambil berdiri, duduk ataupun dalam keadaan berbaring. Sebenarnya tidak ada
waktu sedikitpun manusia lalai dalam mengingat-nya. Apapun aktivitas pekerjaan
yang dilakukannya. Berada dimanapun posisinya. Dalam waktu apapun dia berada. Selama
24 jam waktu dalam sehari semalam senantiasa ingat kepada Allah Swt. Apa yang
dikerjakannya, dilihatnya, dipegang atau digenggamnya, diraba atau disentuhnya,
diciumnya, maupun sesuatu yang dipikirkannya hendaklah senantiasa mengingatkan akan
‘keberadaan’ Allah Swt. Untuk itulah, Allah Swt menyatakan bahwa di dalam
penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Akal merupakan seluruh potensi
kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Potensi kecerdasan itu meliputi
kemampuan memahami, kemampuan menganalisa, kemampuan keputusan, sampai pada
kemampuan untuk menjalankan (mengeksekusi). Dalam proses itu, yang terlibat
bukan hanya kecerdasan intelektual, melainkan juga kecerdasan emosional dan spiritual.
Dalam proses berpikir, akal menggunakan seluruh potensi yang ada didalam tubuh
terutama otak, hati dan pancaindera. Dengan bekal akal yang telah diberikan
Allah Swt kepada manusia, maka manusia senantiasa ingat kepada Sang
Pencipta-Nya. Dia menggunakan akalnya untuk senantiasa mengingat Allah Swt,
baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring. Hatinya senantiasa
berzikir, baik diwaktu pagi maupun petang. Tidak ada celah di dalam hatinya untuk
lupa kepada Allah Swt.
Qs. Ali ‘Imran (3): 190-191
إِنَّ
فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ
لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ﴿١٩٠﴾
ٱلَّذِينَ
يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا
سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ﴿١٩١﴾
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka.”
Dengan begitu, maka
manusia tidak perlu kecewa dengan sesuatu yang saat ini dihadapinya. Kekecewaan
akan mendatangkan kecemasan dan ketakutan. Yang menyebabkan ketidak tenangan
dalam hidupnya. Gelisah, cemas, khawatir, takut, marah, dendam, iri dengki dan
sebagainya akan terus menghinggapi jiwa orang yang kecewa. Rasa kecewa kalau
dibiarkan tanpa diobati akan menjadi penyakit fisik dan batin. Kalau penyakit
fisik bisa dikonsultasikan dengan dokter kemudian minum obat sesuai dengan
resep yang diberikan akan sembuh. Tapi, penyakit batin (rohani) tidak bisa
sembuh dengan diberi obat tertentu. Penyakit rohani harus diberikan terapi
berupa zikir kepada Allah Swt. Dengan zikir maka hatinya menjadi tenang.
Kekecewaan yang muncul juga bisa akibat dari kejahatan atau keburukan yang telah dilakukannya. Setiap kejahatan atau keburukan akan mendatangkan dosa. Mungkin dia telah berbuat pelanggaran terhadap ketentuan agama. Sehingga jiwanya menjadi tidak tenang dan hatinya merasa tidak tenteram. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw menyatakan bahwa kebaikan itu adalah sesuatu yang menjadikan jiwa menjadi tenang dan hatinya merasa tenteram. Sedangkan keburukan adalah sesuatu yang tidak menjadikan jiwanya menjadi tenang dan hatinya merasa tenteram. Walaupun ia telah banyak mendapatkan nasihat dari orang ahli ilmu, pelajaran yang baik maupun petuah dari orang-orang yang bijaksana.
الخشني يقول قلت يا رسول الله أخبرني
بما يحل لي ويحرم علي قال فصعد النبي صلى الله عليه وسلم وصوب في النظر فقال النبي
صلى الله عليه وسلم البر ما سكنت إليه النفس واطمأن إليه القلب والإثم ما لم تسكن
إليه النفس ولم يطمئن إليه القلب وإن أفتاك المفتون (مسند أحمد ١٧٠٧٦, سنن الدارمي
٢٤٢١)
"Al Khusyani berkata: “Saya berkata: ‘Wahai Rasulullah,
kabarkanlah kepadaku apa yang dihalalkan bagiku dan apa yang diharamkan atasku.”
Kemudian Nabi Saw mengarahkan pandangannya kepadanku dengan tatapan yang
serius. Nabi Saw lalu bersabda: “Kebaikan itu adalah sesuatu yang menjadikan jiwa tenang dan hati merasa
tentram. Sedangkan keburukan itu adalah sesuatu yang tidak dapat menjadikan jiwa tenang dan hati yang
tentram, meskipun hasil sebuah fatwa.” (Musnad Ahmad No. 17076, Sunan Darimi No. 2421).
Allah Swt menyatakan bahwa setiap orang yang
bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan atau keburukan
yang telah dilakukan sebelumnya akan diganti Allah Swt dengan kebajikan. Maka
itu, jika melakukan kesalahan atau kejahatan maka segeralah bertobat kepada
Allah Swt. Menyesali setiap perbuatan salah yang telah dilakukannya itu dan
berusaha untuk tidak melakukan perbuatan salah itu kembali serta melakukan
perbuatan baik sebanyak-banyaknya untuk menggantikan perbuatan yang salah itu.
Meminta maaf yang tulus apabila melakukan kesalahan. Mengembalikan barang yang
telah diambilnya jika ia mengambil kepunyaan orang. Banyak membaca istighfar
(permohonan ampun kepada Allah Swt) serta banyak berbuat kebaikan. Dengan
begitu, dia telah melakukan tobat dengan sebenar-benarnya terhadap perbuatan
dosa yang telah dilakukannya.
Qs. Al Furqan (25): 70-71
إِلَّا
مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلٗا صَٰلِحٗا فَأُوْلَٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ
سَئَِّاتِهِمۡ حَسَنَٰتٖۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ﴿٧٠﴾
وَمَن
تَابَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَإِنَّهُۥ يَتُوبُ إِلَى ٱللَّهِ مَتَابٗا ﴿٧١﴾
Menghindari Sifat Kecewa
Ketika seseorang telah melakukan zikir dan
tobat, maka hidupnya akan tenang. Tidak ada lagi rasa kecewa dan kekhawatiran
yang menghinggapi hatinya. Rasa sedih di dalam hatinya juga akan hilang. Untuk
itu, Allah Swt mengajarkan kepada hamba-Nya, agar jangan khawatir (cemas dan
kecewa) dan bersedih hati di dalam menjalani hidup ini. Ada beberapa cara agar terhindar
dari sifat khawatir dan sedih itu, yaitu :
Pertama, menafkahkan harta dijalan Allah. Harta benda merupakan pemberian Allah
Swt. Di dalam harta itu sebenarnya ada hak orang yang fakir dan miskin.
Qs. Adz Dzariyat (51): 19
وَفِيٓ
أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ﴿١٩﴾
“Dan pada
harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian.”
Banyak orang disekitar kita yang sangat
membutuhkan uluran tangan (bantuan). Menyantuni dan memberikan sebagian dari
harta yang dimilikinya. Dalam bahasa agama, pemberian itu bisa berupa zakat,
sedekah dan infak. Alam pengertian umum, sedekah berbeda dengan zakat. Sedekah
tidak ditentukan kadarnya, tidak juga siapa penerimanya, atau waktu
pemberiannya. Sifatnya pun tidak wajib. berbeda dengan zakat yang merupakan
pemberian wajib yang dibebankan kepada umat islam yang memiliki kemampuan. Penerima
dan waktu mengeluarkan zakat sudah ditentukan. Tetapi menurut Al qur’an, tiak
jarang kata shadaqah mengandung arti zakat.
Qs. At Taubah (9): 60
۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ
وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ
وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٞ ﴿٦٠﴾
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.”
Zakat ada dua macam, yaitu zakat fitrah dan
zakat mal (harta). Zakat fitrah merupakan pemberian berupa makanan pokok yang
diberikan pada bulan Ramadan sampai menjelang waktu salat ‘idul fitri pada
tanggal 1 syawal. Sedangkan zakat harta bisa berupa ternak, hasil pertanian dan
perkebunan, hasil tambang, emas, perak, dan sebagainya. Zakat mal ada yang bisa
diserahkan secara langsung, ada juga yang menunggu haul (perhitungan 1 tahun) untuk
diserahkan. Selain itu ada juga nisab (jumlah
harta benda minimum yang dikenakan zakat). Sedangkan infak sebenarnya sama
dengan sedekah. Infak merupakan pemberian (sumbangan) harta (selain zakat
wajib) untuk kebaikan dan untuk kepentingan umum. Mereka yang
suka mengeluarkan hartanya untuk kebaikan (baik berupa sedekah, zakat dan
infak), maka Allah Swt akan memberikan pahala. Hidup mereka akan tenang dan
tenteram, sehingga tidak ada rasa khawatir, cemas, takut, sedih dan kecewa. Harta yang
diberikannya itu bisa diserahkan secara sembunyi-sembunyi maupun secara
terang-terangan, baik siang maupun malam. Ketika menyerahkannya hendaklah
dengan ikhlas tanpa menyebut-nyebutnya kembali atau diceritakan kepada orang
lain. Ketika memberi diucapkannya dengan lemah lembut tanpa menyakiti hati yang
menerimanya.
Qs. Al Baqarah (2): 274
ٱلَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ
أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٢٧٤﴾
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di
malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka
mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Qs. Al Baqarah (2): 262
ٱلَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ لَا يُتۡبِعُونَ مَآ
أَنفَقُواْ مَنّٗا وَلَآ أَذٗى لَّهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ
عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٢٦٢﴾
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.”
Kedua, beriman,
mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Iman merupakan
sikap percaya dan mempercayakan sesuatu kepada Allah Swt. Iman tidak cukup
hanya dengan percaya adanya Allah Swt. Akan tetapi juga mempercayakan segala apapun
tentang dirinya dan apa yang dimilikinya hanya kepada Allah Swt. Alam semesta,
diri manusia dan apapun yang ada di muka bumi ini merupakan kepunyaan-Nya. Apapun
yang terjadi pada alam ini, diri manusia semuanya merupakan kehendak-Nya. Manusia
harus mempercayainya. Jangan ada sedikitpun keraguan di dalam hatinya. Apa yang
disampaikan para Nabi sebagai utusan-Nya harus dipercayai. Kemudian
dilaksanakan dengan tulus ikhlas sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya. Pengabdian
yang dilakukan itulah yang dinamakan amal saleh. Manusia merupakan hamba.
Sebagai seorang hamba, dia harus menjalankan apapun yang diperintahkan
kepadanya. Jangan sampai membantahnya. Setiap perintah yang dikerjakan akan
mendatangkan kebaikan bagi dirinya sendiri. Begitu pula dengan larangan. Setiap
larangan yang dikerjakannya juga akan kembali kepadanya. Perintah yang
senantiasa dilaksanakan dan menjauhi segala larangan merupakan amal saleh. Dalam
agama Islam, amal saleh yang utama itu adalah salat dan zakat. Salat merupakan
tiang agama. Ibarat sebuah bangunan, tanpa tiang bangunan itu akan roboh. Sedangkan
zakat merupakan atapnya. Walaupun bangunan yang sudah bertiang akan kokoh, tapi
ketika tidak ada atapnya juga tidak aman. Terutama dari hujan. Untuk itu, Allah
Swt memberikan empat pilar (iman, amal saleh, salat dan zakat) ini untuk
senantiasa dilaksanakan oleh setiap manusia di muka bumi ini. Allah Swt akan
memberikan pahala bagi yang mengerjakannya. Hidupnya akan tenang, tenteram dan
damai. Sehingga tidak ada lagi rasa kekhawatiran dan bersedih hati menjalani
kehidupan di muka bumi ini.
Qs. Al Baqarah (2): 277
إِنَّ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ
عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٢٧٧﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka
mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Ketiga, bertakwa dan mengadakan perbaikan. Semua perbuatan baik yang dilakukan
akan mengantarkannya kepada derajat takwa. Orangnya disebut Muttaqin. Salat
yang dikerjakan akan menghantarkan pelakunya kepada takwa. Begitu juga puasa,
zakat dan haji. Allah Swt menyatakan bahwa takwa itu merupakan hasil dari
manusia yang melakukan kebajikan di muka bumi ini. kebajikan
itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Semua perbuatan itu harus dikerjakan oleh setiap orang Islam agar
bisa meraih derajat takwa.
Qs. Al Baqarah (2): 177
۞لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ
وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ
بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۧنَ
وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ
وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ
فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ
وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ﴿١٧٧﴾
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Dengan meraih takwa, maka dia akan memiliki
kesadaran akan keberadaan Allah Swt. Dimanapun berada, dia selalu merasa
diawasi oleh Allh Swt. Setiap saat (jam, menit dan detik) Allah Swt selalu
‘hadir’ dalam dirinya. Dengan begitu, dia akan senantiasa mengadakan perbaikan
dalam hidupnya. Yakni melakukan pekerjaan yang
baik untuk menghilangkan akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya
dimasa lalu. Dengan senantiasa melakukan kebaikan, maka kualitas keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt akan terus meningkat. Sehingga
Allah Swt memberikan rasa bahagia dengan tidak adanya rasa khawatir, cemas,
takut maupun kecewa dalam dirinya dan juga tidak bersedih hati menjalani hidup
ini. Apapun yang terjadi, dia yakin Allah Swt senantiasa ‘bersamanya’ di dalam
setiap situasi dan keadaan.
Qs. Al A’raf (7): 35
يَٰبَنِيٓ
ءَادَمَ إِمَّا يَأۡتِيَنَّكُمۡ رُسُلٞ مِّنكُمۡ يَقُصُّونَ عَلَيۡكُمۡ ءَايَٰتِي
فَمَنِ ٱتَّقَىٰ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٣٥﴾
“Hai anak-anak
Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu
ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Qs. Al An’am (6): 48
وَمَا
نُرۡسِلُ ٱلۡمُرۡسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَۖ فَمَنۡ ءَامَنَ
وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٤٨﴾
“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu
melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa
yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
Keempat, berserah diri
kepada Allah Swt dan berbuat kebaikan. Islam merupakan sikap pasrah dan tunduk
hanya kepada Allah Swt. Sikap pasrah dan tunduk itu merupakan bentuk penyerahan
diri hanya kepada Allah Swt. Jadi, orang yang beragama Islam itu harus pasrah
dan tunduk kepada ajarannya. Kepasrahan dan ketundukan pada ajaran itu
merupakan bentuk pengabdian kepada Allah Swt. Pengabdian yang dilakukan itu secara
total hanya kepada Allah Swt. Dia menyerahkan dirinya hanya kepada Allah Swt. Segala
bentuk ibadah yang dilakukannya benar-benar tulus dan ikhlas hanya mengharap
rida-Nya. Bentuk penyerahan diri itu akan berbuah kebahagian. Hidupnya akan
tenang dan tenteram. Tidak ada rasa khawatir, cemas, takut, kecewa dan sedih
mengahadapi permasalahan hidup di dunia. Di dalam hatinya hanya ada Allah Swt.
Tuhan yang memiliki dan memberikan segala-galanya kebutuhan hidup di muka bumi
ini. Untuk itu, tidak ada lagi rasa sedih, takut, cemas, kecewa dan sebagainya.
Semuanya diserahkan kepada-Nya. Dia akan berkata “sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” Subhanallah…
Qs. Al Baqarah (2): 112
بَلَىٰۚ
مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَلَهُۥٓ أَجۡرُهُۥ عِندَ
رَبِّهِۦ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿١١٢﴾
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang
menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya
pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.”
Qs. Al An’am (6):
162
قُلۡ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ﴿١٦٢﴾
“Katakanlah:
sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Ketika seseorang
telah melakukan keempat hal di atas. Allah Swt menyatakan bahwa tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih
hati. Yaitu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah, mereka dahulu
orang-orang yang berserah diri. Allah Swt akan memasukkan mereka itu ke dalam
surga. Tidak hanya dirinya saja yang bahagia, isteri-isterinya pun juga akan
digembirakan oleh Allah Swt. Di dalam surga, akan Diedarkan kepada mereka
piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala
apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata. Mereka akan kekal di
dalamnya. Dan itulah surga yang diwariskan kepada mereka disebabkan amal-amal
yang dahulu telah dikerjakannya. Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak
untuknya yang sebahagiannya untuk makan. Begitulah balasan bagi mereka yang
telah berbuat kebaikan. Melakukan amal saleh, mengerjakan salat, zakat dan
menyerahkan dirinya hanya kepada Allah Swt.
Qs. Az Zukhruf (43): 68-73
يَٰعِبَادِ
لَا خَوۡفٌ عَلَيۡكُمُ ٱلۡيَوۡمَ وَلَآ أَنتُمۡ تَحۡزَنُونَ ﴿٦٨﴾
ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ بَِٔايَٰتِنَا وَكَانُواْ مُسۡلِمِينَ ﴿٦٩﴾
ٱدۡخُلُواْ
ٱلۡجَنَّةَ أَنتُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ تُحۡبَرُونَ ﴿٧٠﴾
يُطَافُ
عَلَيۡهِم بِصِحَافٖ مِّن ذَهَبٖ وَأَكۡوَابٖۖ وَفِيهَا مَا تَشۡتَهِيهِ ٱلۡأَنفُسُ
وَتَلَذُّ ٱلۡأَعۡيُنُۖ وَأَنتُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿٧١﴾
وَتِلۡكَ
ٱلۡجَنَّةُ ٱلَّتِيٓ أُورِثۡتُمُوهَا بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ﴿٧٢﴾
لَكُمۡ فِيهَا فَٰكِهَةٞ
كَثِيرَةٞ مِّنۡهَا تَأۡكُلُونَ ﴿٧٣﴾
“Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran
terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati, (Yaitu) orang-orang
yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang
berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu
digembirakan.” Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala
dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap
(dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya. Dan itulah surga yang diwariskan
kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. Di dalam surga itu
ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebahagiannya kamu makan.”
Dengan demikian, rasa kecewa yang muncul pada
diri seseorang hendaklah dihadapi dengan tenang, tenteram dan damai. Jangan ada
rasa khawatir, cemas apalagi sedih dengan apa yang terjadi. Setiap permasalahan
pasti ada jalan keluarnya. Allah Swt menyatakan bahwa setiap kesulitan akan
datang kemudahan.
Qs. Al Insyirah (94): 5-6
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ
يُسۡرًا ﴿٥﴾
إِنَّ
مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا ﴿٦﴾
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Terus bersabar dan ikhlas dengan ketentuan
yang ada. Nikmati setiap anugerah yang diberikan Allah Swt. Sedikit ataupun
banyak harus disukuri. Boleh saja banyak keinginan, tetapi lihat kemampuan
diri. Apakah mampu untuk memenuhi keinginan itu. Sesuaikan antara kebutuhan
diri dan kemampuan. Ketika tidak memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan
hendaklah tahan keinginannya. Hal inilah yang akan menimbulkan kekecewaan. Walaupun
memiliki kemampuan yang berlebih, jangan juga terlalu banyak keinginan. Allah
Swt tidak menyukai hamba-Nya yang berlebih-lebihan. Karena itu merupakan
perbuatan setan. Hidup ini harus dinikmati sesuai dengan ketentuannya. Bukannya
kemewahan, jabatan tinggi, gelar kehormatan, dan lain-lain sebagai tujuan utama
hidup ini. Akan tetapi, bagaimana semua yang dimiliki itu, bisa mendekatkan
diri kepada Allah Swt. Tidak salah mempunyai banyak harta. Jabatan yang tinggi.
Ilmu pengetahuan yang banyak. Wajah yang cantik dan tampan. Semua itu harus disukuri.
Digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan orang banyak. Dan tentunya untuk
mendapat rida-Nya. Kekecewaan akan berubah menjadi kebahagiaan. Terhindar dari
rasa khawatir, cemas dan sedih. Semoga! Wallahu A’lam….
#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 19 Juni 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar