MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Kamis, 27 Februari 2020

Selesaikan Secara Kekeluargaan

Radar Banjar, Kamis 27 Februari 2020 memuat berita dengan judul “PGRI Protes Guru Digunduli”. Berita itu terkait dengan kejadian susur sungai Sempor yang menewaskan 10 siswa SMPN 1 Turi Yogyakarta. Dalam kejadian itu polisi telah menetapkan tiga tersangka. Mereka merupakan Pembina pramuka di SMPN 1 Turi, yaitu IYA (36), DDS (58) dan R (58). Status tersangka ditetapkan oleh Polres Sleman Yogyakarta karena mereka dianggap lalai sehingga menyebabkan adanya korbar meninggal dunia. Padahal mereka yang bertiga ini sudah memiliki sertifikat dalam kepramukaan karena telah lulus Kursus Mahir Dasar (KMD) Pramuka. Namun, karena dinilai gagal dalam mengantisipasi adanya gejala alam seperti cuaca mendung dan hujan, maka terjadilah tragedi memilukan itu.

Pada saat konferensi pers, Polres Sleman Yogyakarta menghadirkan ketiga guru itu sebagai tersangka. Ada hal yang menarik dan membuat heboh para guru se Indonesia. Ketiga guru itu sudah memakai baju tahanan dan kepala ketiganya digunduli. Banyak sekali protes guru-guru di media sosial dengan perlakukan kepolisian terhadap ketiganya. Ketiga guru Pembina pramuka itu digunduli, seolah-olah mereka disamakan dengan para pelaku kejahatan seperti maling, begal, perampok dan sebagainya. Padahal mereka itu hanya lalai saja terhadap tugasnya sehingga menimbulkan korban jiwa. Guru-guru tidak terima dengan perlakuan pihak kepolisian kepada ketiganya. Kalau dilihat dari aspek hukum, mungkin mereka bersalah karena telah lalai. Akan tetapi, dari segi etika tidak sepantasnya mereka disamakan dengan pelaku kejahatan lainnya. Sampai-sampai Ketua Umum PGRI Pusat, Prof. Unifah datang untuk melakukan investigasi dan memberikan bantuan hukum kepada ketiganya. Unifah juga meminta agar tidak menyalahkan ketiga guru itu semata. Menurut Ketua LKBH PGRI Pusat, Ahmad Wahyudi mengatakan dari penelusuran awal yang telah dilakukan, pihaknya tidak menemukan pelanggaran prosedural yang dilakukan oleh sekolah dalam penyelenggaraan program susur sungai pramuka itu. Bahkan beredar di group WatsApp hasil investigasi dari Advokat PGRI pada hari Senin, 24 Februari 2020 yang menyatakan bahwa kegiatan susur sungai adalah legal formal/resmi, bukan spontan dengan dasar : (1) Kegiatan Pramuka adalah kegiatan Ekstrakulekuler Wajib, (2) Kegiatan Pramuka sudah diprogramkan di rencana Kerja Sekolah dan masuk dalam RAPB sekolah, (3) Program Ekstrakulekuler Pramuka diadakan tiap hari jumat, (4) Program dibuat secara rigit dalam satu tahun, termasuk kegiatan susur sungai, (5) Program susur sungai adalah legal diadakan setiap tahun, dan (6) Selama ini dan sudah bertahun-tahun tidak pernah terjadi apa-apa. Untuk itu, pihak kepolisian harus jeli melihat kasus ini sehingga tidak menyalahkan guru semata. Sebab, tidak ada yang menghendaki setiap bencana atau musibah itu terjadi. Tragedi susur sungai itu murni karena musibah yang tidak bisa terhindarkan lagi. Siapapun tidak menghendakinya. Tetapi, semua telah terjadi. 10 dari 200 siswa yang ikut susur sungai itu tewas. Pihak kepolisian telah menetapkan tiga guru Pembina menjadi tersangka. Dan saat ini telah dimasukkan ke dalam penjara.

Pada saat jumpa pers, salah satu guru Pembina Pramuka yang dijadikan tersangka memberikan klarifikasinya. IYA menyampaikan rasa penyesalan, serta meminta maaf kepada keluarga. IYA menjelaskan, kejadian itu berawal dari keinginan para Pembina pramuka untuk memperkenalkan kegiatan outbound di pinggir sungai  kepada siswa-siswi SMPN 1 Turi. Sebelum para siswa menyusuri sungai, IYA mengaku sempat memeriksa arus sungai dan jalur awal susur sungai bersama temannya. IYA menyiapkan para para siswa pukul 13.15 WIB. Selang 15 menit dia memberangkatkan siswa. Saat itu hujan belum turun. Mereka tidak mengetahui bahwa di daerah hulu sungai itu hujan sangat lebat sehingga menyebabkan air meluap dan mengalir deras kea rah hilirnya. Nah, pada saat itulah, para siswa yang mengadakan kegiatan susur sungai tidak menyangka air bah datang secepat itu. Sehingga, sebagian dari mereka tidak bisa menyelamatkan diri dan dinyatakan tewas terseret air bah itu.

Menurut Peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 63 Tahun 2014 pada Pasal 2 atay 1 menyatakan bahwa Pendidikan kepramukaan merupakan kegiatan Ekstrakulekuler Wajib yang harus dilaksanakan semua jenjang pendidikan dari tingkat Dasar sampai Menengah. Pasal 2 ayat 2 menyatakan kegiatan ekstrakulekuler wajib kepramukaan harus diikuti oleh seluruh peserta didik. Dalam Pasal 7 ayat 2 yang menyatakan bahwa Pembina Pramuka adalah Guru Kelas/Guru Mata pelajaran yang telah memperoleh sertifikat paling rendah kursus dasar atau Pembina Pramuka yang bukan guru kelas/guru mata pelajaran. Artinya secara hukum, para guru itu telah memenuhi aturan yang berlaku. Mereka melaksanakan kegiatan pramuka dengan susur sungai itu merupakan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) mereka sebagai Pembina Pramuka. Mereka juga telah memiliki sertifikat kepelatihan Pramuka. Artinya mereka melakukannya dengan legal dan prosedural. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan pada Pasal 7 Ayat 1 poin h disebutkan profesi guru memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Pada Pasal 14 ayat 1 poin c juga disebutkan bahwa Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan itu, guru berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Sehingga tidak etis kalau guru yang melakukan kesalahan bukan karena kesengajaan dan juga bukan tindak kriminal kejahatan diperlakukan sama dengan pelaku kejahatan itu.

Kasus ini merupakan sebuah pukulan bagi dunia pendidikan kita. Guru yang telah melakukan tugasnya sesuai dengan prosedur yang berlaku, hanya akibat musibah alam menjadi tersangka dan dipenjara. Memang, kejadian itu sudah menimbulkan kehilangan nyawa beberapa siswa. Akan tetapi, itu merupakan musibah yang tidak bisa dihindari oleh siapapun. Kedepan, kalau peristiwa ini terus berujung kepada status terdakwa dan dapat vonis hukum secara inkrah. Maka akan membuat efek jera bagi guru-guru yang lain. Guru akan berpikir untuk membawa siswa-siswinya untuk belajar di luar sekolah. Seperti outbound, camping, rekreasi, pantai, gunung dan sebagainya. Mereka akan merasa takut kalau terjadi musibah yang akan menimpa mereka nantinya. Kalau sudah seperti ini, maka pendidikan anak akan terhambat. Kreatifitas guru dan siswa tidak akan bisa berkembang. Pengetahuan akan terkungkung di dalam sekolah saja. Guru tidak berani membawa siswa-siswainya keluar sekolah. Hal ini akan berakibat fatal bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia nantinya. Peristiwa ini akan menjadi presiden buruk bagi pendidikan ke depannya. Sebab, pendidikan yang diajarkan itu tidak melulu teori yang ada di sekolah. Para siswa juga perlu belajar tentang ilmu pengetahuan di luar lingkungan sekolah. Para siswa juga perlu dibekali ilmu tentang kehidupan dan lingkungan. Ketika mereka melakukan outbound, rekreasi, susur sungai, pendakian gunung, pantai dan sebagainya. Mereka akan belajar tentang banyak hal dalam kehidupan di muka bumi. Mereka bisa belajar disiplin, kerjasama, kelompok, empati, simpati, dan arti kehidupan yang sebenarnya. Selain ilmu pengetahuan, banyak pula pengalaman hidup yang mereka dapat. Sehingga siap nantinya ketika terjun ke masyarakat. Mengamalkan ilmu yang telah didapatnya selama pendidikan di sekolah.

Kita semua berharap. Pihak aparat hukum bisa bertindak dengan adil dan bijaksana. Bisa membedakan mana yang murni pelanggaran hukum dan etika. Jika terbukti nantinya mereka melanggar hukum, biarlah mereka menanggung resikonya. Akan tetapi janganlah melecehkan profesi guru dengan cara menggunduli mereka. Janganlah setiap pelanggaran hukum itu disamakan kasusnya dengan perbuatan kriminal. Kasus itu terjadi akibat faktor kelalaian saja. Kalau perlu diselesaikan secara kekeluargaan saja. Tidak usah sampai ke meja hijau. Sehingga hal ini tidak akan terjadi lagi nantinya.Semoga!!!


#Menyebarkanluaskan Kebaikan#
Paringin, 27 Februari 2020

Tidak ada komentar:

Popular