MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Rabu, 18 November 2020

Mengatasi Kejenuhan Dalam Hidup


Lihat Link : 👇

Selasa, 03 November 2020

Menangis Ketika Sujud Kepada Allah Swt

Lihat Link :👇

Senin, 26 Oktober 2020

Hindari Sifat Benci Kepada manusia


Lihat Link :👇

Kamis, 15 Oktober 2020

Meraih Keberuntungan Dalam Hidup


Lihat Link :👇

Jumat, 09 Oktober 2020

Jangan Membuat Berita Bohong Hoax


Lihat Link :👇

Sabtu, 26 September 2020

Mengatasi Penyakit Hati


Lihat Link :👇

Kamis, 24 September 2020

Cara Menghadapi Ujian Dari Allah Swt


Lihat Link :👇

Senin, 21 September 2020

Menggapai Khusyu' Dalam Ibadah


Lihat Link :👇

Senin, 07 September 2020

Mengatasi Sifat Marah


Lihat Link :👇

Senin, 31 Agustus 2020

Iri Dengki


Lihat Link :👇

Cara Mengatasi Masalah Dengan Orang Lain


Lihat Link :👇

Balasan Berbuat Kebaikan dan Keburukan


Lihat Link :👇


Jumat, 28 Agustus 2020

Merasakan Kehadiran Allah


Lihat Link :👇


Kamis, 27 Agustus 2020

Jalan Lurus dan Jalan Sesat


Lihat Link :👇


Rabu, 26 Agustus 2020

Mengatasi Masalah

Momentum Perjuangan Membangun Bangsa ( Tahun Baru Hijriah dan Kemerekaan RI ke-75)

Pada tanggal 20 Agustus 2020 ini bertepatan dengan 1 Muharram 1442 H. Setiap awal Muharram selalu diperingati sebagai Tahun Baru dalam agama Islam. Yang disebut sebagai Tahun Baru Hijriah. Hal ini merujuk kepada keputusan Khalifah Umar bin Khattab yang menjadikan hijrah Nabi Saw sebagai permulaan perhitungan kalender dalam Islam. Tidak seperti perhitungan kalender Miladi (Masehi), yang menjadikan kelahiran Nabi Isa al Masih sebagai perhitungan awalnya. Khalifah Umar justru memilih peristiwa hijrah itu sebagai perhitungan awal kalender Islam. Walaupun banyak usulan yang menghendaki agar perhitungan itu bukan pada peristiwa hijrah. Ada yang mengusulkan saat kelahiran Nabi Saw, ada juga yang mengusulkan ketika wafatnya. Ada juga yang mengusulkan pada saat peristiwa isra mikraj dan sebagainya. Tetapi Umar tidak menerima ide-ide itu. Beliau menerima salah satu ide yang muncul, yaitu ide penghitungan kalender Islam itu dari peristiwa hijrah Nabi Saw. Sebab, dalam pandangan Umar, hijrah adalah peristiwa yang membalikkan keseluruhan perjalanan perjuangan Nabi menegakkan kebenaran. Bila di Makkah, selama 13 tahun, Beliau berhasil menanamkan ketauhidan dan mendidik akhlak pribadi-pribadi para Sahabat yang jumlahnya tidak terlalu besar, maka setelah Hijrah, di Madinah, langkah perjuangan Rasulullah Saw meningkat, yaitu membentuk masyarakat berperadaban. Karena itu nama kota Yastrib, Beliau ubah menjadi Madinah, yang berarti kota. yakni tempat peradaban, hidup beradab, berkesopanan, dan teratur dengan hukum-hukum yang ditaati oleh semua warga.

Dari sudut tinjauan historis, peristiwa hijrah ini merupakan puncak dari rentetan berbagai peristiwa yang panjang, sepanjang masa perjuangan yang dilakukan Nabi Saw menegakkan kebenaran di Makkah. Telah lewat lebih dari sepuluh tahun Nabi berjuang menegakkan kebenaran di Makkah, namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Nabi mengalami banyak kesulitan karena kematian istri beliau, Khadijah, yang selama ini mendukung dan memberanikan Beliau dengan amat setia. Setelah itu wafat pula paman beliau, Abu Thalib. Paman yang memiliki ketulusan dan tanggung jawab melindungi Nabi dari serangan orang-orang kafir Makkah. Kematian Khadijah dan Abu Thalib itu membuat tahun kesepuluh dari kenabian menjadi tahun yang amat sulit bagi Nabi. Maka tahun itu disebut sebagai tahun kesedihan (‘am al-huzn). Setelah peristiwa itu, maka terbuka lebar jalan bagi kalangan kafir Makkah untuk menyiksa Nabi dan menghalangi tugas suci Beliau. Karena merasakan kerasnya perlawanan kaum Quraisy Makkah, Nabi Saw mencoba menyampaikan seruan suci ke kota Tha’if. Tetapi, sama dengan di Makkah, Nabi menjumpai penolakan dan perlawanan keras dari penduduk Tha’if. Dan atas hasutan tokoh mereka, penduduk Tha’if beramai-ramai menghalau Nabi sambil melemparinya dengan batu.

Nabi kembali ke Makkah dengan perasaan tidak menentu tentang nasib beliau berhadapan dengan kaum Quraisy. Beliau kini tidak lagi memiliki tokoh pelindung dan pembela. Akibatnya, tekanan, siksaan dan ancaman pembunuhan semakin meningkat. Pada waktu itulah muncul tawaran dari penduduk Yatsrib (Sebelum dirubah menjadi Madinah) untuk hijrah (pindah) ke kota itu. Mereka akan menjamin keselamatan Nabi Saw dan pengikutnya. Mereka juga bersedia untuk berbaiat memeluk agama Islam dan membantu perjuangan Nabi Saw. Peristiwa hijrah Nabi Saw inilah yang menjadi tonggak keberhasilan perjuangan Beliau menegakkan agama Islam.

Peristiwa hijrah, merupakan fenomena kegiatan fisik yang dilakukan Rasulullah, yaitu kepindahan dari Makkah ke Yatsrib (Madinah). Tetapi di balik fenomena fisik itulah, terkandung fenomena yang tidak fisik. Melainkan fenomena spiritual dan kejiwaan, yaitu tekad yang tidak mengenal kalah dalam perjuangan menegakkan kebenaran. Maka dalam semangatnya yang spiritual ini, berhijrah ialah bertekad meninggalkan kepalsuan, pindah sepenuhnya kepada kebenaran, dengan kesediaan untuk berkorban dan menderita, karena keyakinan kemenangan terakhir akan dianugerahkan Allah Swt kepada pejuang kebenaran itu. Tetapi, sebagaimana diteladankan oleh Nabi Saw sendiri, semua itu harus dilakukan dengan perhitungan, dengan membuat siasat, taktik dan strategi. Dengan begitu jaminan akan berhasil menjadi lebih besar, karena adanya gabungan serasi antara dorongan iman yang bersemangat dan bimbingan ilmu pengetahuan yang tepat (Lihat Qs.58:11).

Untuk itu, momentum pergantian tahun baru Islam tahun ini bisa memberi semangat untuk berjuang menegakkan kebenaran tanpa pamrih kepada masyarakat dan bangsa. Dalam menegakkan kebenaran harus disertai dengan keikhlasan total hanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan pertolongan ( Qs.47:7). Momentum hijrah merupakan semangat untuk mempersatukan bangsa dari disintegrasi yang akan merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perbedaan RAS, suku, bahasa dan agama tidak menghalangi kita untuk Bersatu. Kebetulan, tahun ini pergantian tahun hijriah bersamaan bulannya dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75. Hal ini juga merupakan momentum menggelorakan kembali semangat perjuangan para pendahulu yang gigih membela bangsa ini dari penjajahan Bangsa asing. Tidak sedikit harta benda dan nyawa yang gugur untuk merebut kemerdekaan bangsa. Semua yang dilakukan para pejuang itu dilakukan tanpa pamrih. Pekik merdeka senantiasa terlontar dalam setiap pertempuran melawan penjajah. Lebih baik mati daripada dijajah. Segenap elemen bangsa dari berbagai macam suku, bahasa dan RAS bersatu padu berjuang demi kemerdekaan bangsa.

Dengan merenungkan semangat hijrah dan kemerdekaan bangsa itu, maka perjuangan meningkatkan harkat dan martabat bangsa dalam segala bidang dapat dilaksanakan. Nilai-nilai dan semangat seperti inilah yang seharusnya direnungkan pada setiap kali memperingati Tahun Baru Hijrah dan Kemerdekaan. Dengan demikian setiap kali kita memasuki tahun baru hijrah dan 17 Agustus timbul semangat baru dalam diri kita masing-masing untuk terus berjuang di jalan Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Perjuangan yang dilakukan sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Profesi apapun yang dikerjakannya hendaklah dilakukan untuk membangun bangsa ini agar lebih baik lagi. Kerahkan tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsa. Bukan justru merusak atau menghancurkannya. Dengan begitu, ia telah ikut serta dalam pembangunan bangsa ini. Mudah-mudahan semangat memperbaiki bangsa ini terus bergelora dihati sanubari seluruh rakyat Indonesia, sehingga bangsa kita bisa berjaya dan lebih maju serta sejahtera nantinya. Amin!

Senin, 17 Agustus 2020

Peran kita Dalam Mengisi Kemerdekaan

Salah satu momen yang paling bersejarah di Republik Indonesia ini adalah kemerdekaan 17 Agustus 1945. Di mana pada waktu itu dibacakan teks proklamasi oleh presiden Ir. Soekarno di damping oleh wakil presiden Dr. Mohammad Hatta yang menandai telah merdekanya bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan sekutunya. Pada waktu itu, dibacakan teks Proklamasi yang kemudian disebarkan baik melalui radio maupun dari mulut ke mulut, sehingga diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Rakyat mengetahui pada waktu itu bangsa Indonesia telah merdeka dari penjajahan bangsa Jepang. Hal ini didahului oleh menyerahnya tentara Jepang dari tentara sekutu pimpinan Amerika Serikat. Setelah Negara mereka di bom Atom oleh Amerika, yakni di daerah Nagasaki dan Hiroshima. Dengan pembacaan proklamasi itu, maka Indonesia telah menyatakan sebagai Negara yang merdeka. Terbebas dari penjajahan bangsa apapun sampai sekarang. Karena itu, ketika bangsa Belanda kembali ingin menjajah bangsa Indonesia mendapat perlawanan yang gigih dari seluruh elemen bangsa. Semua rakyat bersatu padu melawan Belanda, sehingga tidak berapa lama Belanda dapat dikalahkan dan diusir dari bumi pertiwi.

Dari momen bersejarah itu, secara garis besarnya kita dapat melihat  penyebab bangsa Indonesia bisa meraih kemerdekaan. Ada 2 hal penyebabnya, yaitu : Pertama, karena adanya perjuangan bangsa Indonesia sendiri untuk memerdekakan diri dari kekuasaan penjajah bangsa asing. Kedua karena adanya rahmat Allah dan karunia-Nya Yang Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya yang sengsara dan menderita akibat dari penjajahan yang berlansung selama 3,5 abad itu.

Menyadari betapa pentingnya penyebab kemerdekaan itu maka wakil-wakil bangsa Indonesia ketika merumuskan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan keduanya ke dalam rumusan pembukaannya, yaitu “…dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Hal ini sangat penting dimuat, supaya generasi penerus mengetahui nilai-nilai perjuangan bangsa pada waktu mengusir penjajah. Dengan dua pilar itu, semangat perjuangan terus bergelora di sanubari rakyat Indonesia. Para pejuang mengerahkan segenap kemampuan mereka untuk mengusir penjajah. Harta benda dan nyawa sebagai taruhannya. Dan tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai agama. Sehingga perjuangan mereka bernilai ibadah disisi Allah Swt. Karena dengan pertolongan Allah, maka perjuangan mereka membuahkan hasil. Yakni bisa merdeka!!!

Perjuangan tidak mesti harus bertempur hidup mati melawan musuh. Perjuangan harus dilakukan secara terus menerus walaupun penjajah tidak ada lagi di Indonesia. Perjuangan juga bisa dilakukan ketika sudah merdeka. Dengan cara mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif. Bekerja dengan jujur dan penuh dedikasi disetiap bidang pekerjaan masing-masing. Menciptakan berbagai macam inovasi pekerjaan untuk menarik tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Belajar dengan tekun untuk meraih cita-cita setinggi mungkin. Menggunakan segenap tenaga dan pikiran untuk kesejahteraan rakyat dan bangsa. Dan lain sebagainya. Bukan justru malah merusak dan menghancurkan martabat bangsa. Dengan terjerumus kepada kejahatan, baik pencurian, perampokan, narkoba, perjinahan, perjudian dan sebagainya. Jika itu dilakukan, maka nilai-nilai perjuangan yang telah ditanamkan pendahulu kita akan pudar. Bahkan hilang sama sekali di hati sanubari bangsa.

Selaku bangsa yang besar, bangsa yang ingin mendapat nilai luhur, maka kita harus memiliki atau menghargai pentingnya perjuangan mereka dan menghargai para pejuangnya. Kita  harus menyadari bahwa nikmat dan karunia Allah sangat besar yang dilimpahkan kepada kita, dan kita perlu mengungkapkan rasa syukur kita kepada-Nya. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah yang telah memberikan nikmat kemerdekaan kepada bangsa ini, walaupun dengan pengorbanan yang sangat besar. Kita harus memperlihatkan partisipasi kita dalam mengisi kemerdekaan ini berdasarkan bidang garapan yang kita kuasai dengan kesadaran dan keikhlasan hati agar cita-cita bangsa dapat secepatnya kita raih. Bentuk partisipasi kita itu diantaranya, Pertama, marilah kita meningkatkan rasa syukur kita kepada Allah, khususnya berkenaan dengan nikmat kemerdekaan yang telah diberikannya kepada bangsa ini, mudah-mudahan bangsa ini menjadi bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Kedua, marilah kita mengisi kemerdekaan ini dengan bermacam-macam amal dan perbuatan, sebab dahulu pun kemerdekaan ini diraih dengan hasil perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa kita, baik jiwa, raga, maupun harta. Ketiga, tanamkan rasa tanggung jawab kepada anak cucu kita selaku generasi penerus bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan ini, dan berilah mereka pengertian bagaimana pentingnya meneruskan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai masyarakat adil dan makmur penuh dengan ridha dan maghfirah Allah swt. Dan, Keempat, kita jangan lupa membekali anak dengan pendidikan agama, moral, dan akhlak yang terpuji agar mereka menjadi manusia yang Pancasilais sejati dan murni, penuh tanggung jawab, jauh dari sifat-sifat tercela yang dapat merusak moral bangsa.

Dengan ikut sertanya kita berpartisipasi dalam pembangunan bangsa ini, mudah-mudahan bangsa kita menjadi bangsa yang mandiri, bermartabat dan jaya. Amin!


#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 15 Agustus 2020

Senin, 29 Juni 2020

Guru dan Ustaz

Di Indonesia sebutan untuk pendidik di sekolah secara umumnya ada dua. Guru dan Ustaz (perempuan ustazah). Guru merupakan sebutan bagi pendidik, baik di sekolah umum maupun sekolah agama. Sedangkan ustaz merupakan sebutan di sekolah yang berbasis agama, khususnya agama Islam. Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Sebutan untuk guru itu banyak, sesuai dengan bidang apa yang diajarkannya. Ada guru agama dan umum (sesuai mata pelajaran disekolah), guru bantu, honorer, guru besar (profesor), guru mengaji, guru silat, guru musik dan sebagainya. Sedangkan, Ustaz adalah guru agama atau guru besar (laki-laki) atau tuan. Dalam Bahasa Arab kata ustaz berarti guru atau pengajar. 

Dilihat dari pengertian, antara guru dan ustaz/ah, sebenarnya memiliki tugas dan fungsi yang sama. Tugas keduanya adalah memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada anak didiknya agar menjadi orang yang berilmu dan mendapatkan kesuksesan di dalam hidupnya, baik di dunia dan akhirat kelak. Yang menjadi perbedaan adalah tempat mengajar dan mata pelajaran yang diampunya. Ketika ia mengajar di sekolah berbasis agama, pondok pesantren atau mengajar mata pelajaran agama (Islam) maka disebut ustaz, ketika ia mengajar di sekolah umum dan mengajar mata pelajaran umum, disebut guru.

Selain itu, ada perbedaan yang sangat mencolok antara guru dan ustaz. Terkait dalam berpakaian dan kebiasaan memakai perhiasan dalam penampilannya sehari-hari, baik di lingkungan sekolah saat mengajar maupun di masyarakat. Dari segi pakaian, ustaz biasanya memakai pakaian muslim, ustaz baju koko dengan lengan Panjang (sebagaian pakai kopiah) dan celana yang longgar. Sedangkan ustazahnya pakai baju kurung (jubah) atau baju lebar dan Panjang menutup pantat, memakai rok lebar dan kerudung (jilbab). Gaya berpakaian seperti itu diterapkan di sekolah setiap harinya, sehingga terbawa ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ketika di rumah dan bergaul di masyarakat pun mereka berpakaian yang seperti itu. Ketika menghadiri acara resepsi perkawinan, belanja ke pasar, ulang tahun, selamatan, rekreasi ke luar daerah dan sebagainya, mereka tetap berpakaian sesuai dengan syariat agama Islam. Bahkan ada diantara ustazah itu yang memakai cadar (purdah). Dengan berpakaian tertutup, maka perhiasan yang dipakainya tidak tampak (walaupun dipakainya). Selain itu, penampilan dan dandanan mereka tidak ada yang berlebihan. Misalnya bibir merah (tebal), bulu mata lentik (bulu mata palsu), pipi merah merona, alis mata buatan dan sebagainya.

Hal ini sangat berbeda dengan guru. Banyak guru ketika berpakaian dan berpenampilan tidak sesuai dengan syariat Islam. Terlebih khusus perempuan. Dalam berpakaian ada saja yang tidak memakai jilbab. Berpakaian dengan ketat, agak tipis dan transparan, serta memperlihatkan lekuk tubuhnya. Ada yang pakai baju lengan pendek dan celana. Ada juga, pakai baju dan rok panjang tapi tidak berjilbab. Hal ini juga terbawa ke luar Lembaga pendidikan. Tidak jarang seorang guru ketika mengajar di sekolah dengan berpakaian muslim lengkap, artinya berpakaian Panjang, rok Panjang dan jilbab. Tetapi, ketika sudah dirumah dan keluar dari rumah untuk sekedar belanja tidak lagi memakainya. Bahkan bisa lebih parah dari itu, yakni pakai celana pendek, baju pendek dengan rambut terurai pergi menggunakan sepeda motor untuk jalan-jalan. Ada juga yang berpenampilan agak minor, bibir merah tebal, alis mata buatan, bulu mata palsu dan lentik, pipi merah merona, dan sebagainya. Juga, memakai perhiasan yang agak berlebihan. Padahal tugas guru itu adalah mengajar dan mendidik. Penampilan yang terlalu berlebihan akan membuat anak didiknya risih. Kalau dia mengajar di tingkat dasar, untuk apa berpenampilan dan berperhiasan yang banyak. Tuh, mereka tidak mengerti dengan semua itu. Kalau ditingkat lanjutan (pertama dan atas) masih mendingan. Mereka bisa memahami maksud dengan tujuan gurunya itu. Maka tidak sedikit dari mereka yang memuji dengan sebutan ibu cantik. Dan juga menjadi bahan olok-olokan.

Guru dan ustaz merupakan sosok yang di hormati. Dia digugu dan ditiru oleh anak didik dan juga masyarakat. Apapun yang dilakukan seorang guru merupakan teladan bagi siswanya. Sikapnya, cara bicara serta bertindak dan berpakaian (penampilan) selalu dilihat oleh mereka. Hal ini juga berlaku di luar satuan pendidikannya. Ketika guru bertindak, berbuat dan berpakaian yang tidak baik atau sopan. Akan menjadi sorotan mereka. Mereka akan beranggapan bahwa sosok guru seperti itu tidak patut untuk dijadikan teladan. Setiap murid dimanapun dia bersekolah ingin mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Mereka akan senang ketika guru itu mengajar dengan baik dan cerdas. Menguasai ilmu yang diajarkannya. Semakin banyak dan luas ilmu pengetahuan yang diajarkan atau dipaparkan guru dengan mengajukan fakta-fakta ilmiah, maka murid akan senang dan bangga dengan gurunya. Apalagi kalau guru itu berperangai dengan baik, bicaranya lemah lembut, tidak pemarah serta sabar dalam mengajar dan mendidik mereka, maka guru itu akan menjadi teladan bagi mereka. Mereka tidak memandang pakaian, penampilan dan perhiasan yang dipakai gurunya itu.

Kadang ada yang beranggapan bahwa masalah pakaian merupakan hak pribadi masing-masing. Apapun yang dipakai, dari jenis apapun pakaian itu merupakan urusan pribadinya. Orang lain tidak perlu mencampuri dan mempermasalahkannya. Begitu juga dengan penampilan, mereka cenderung cuek. Yang penting terlihat baik dan cantik, walaupun agak berlebih-lebihan. Seharusnya mereka sadar bahwa dalam agama disuruh untuk menutup aurat. Untuk itu, adakalanya guru menjadi seorang ustaz. Dalam arti, guru bisa menjaga penampilan dan berpakaian serta menjaga etika dalam berhias, baik ketika mengajar maupun di luar sekolah. Dengan begitu, guru akan menjadi teladan yang terbaik bagi anak didiknya dimanapun ia berada. Selain ilmu pengetahuan yang didapat, guru juga memberikan nilai etika yang baik pada muridnya. Murid akan segan dan hormat kepada guru dimanapun ia ketemu. Dan diharapkan mereka bisa mencontoh dan meniru setiap kebaikan yang dilakukan oleh gurunya dimanapaun ia berada. Semoga!


#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 29 Juni 2020

Jumat, 19 Juni 2020

Kecewa

Kecewa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kecil hati atau tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya, dan sebagainya). Bisa juga berarti tidak senang, cacat, cela dan gagal (tidak berhasil) dalam melakukan usahanya. Kecewa merupakan wujud perasaan atau ekspresi terhadap keinginan, harapan, usaha maupun pemberian yang tidak didapatkannya atau gagal diterimanya atau juga tidak sesuai dengan harapannya yang diinginkannya. Sikap kecewa itu bisa terlihat dari raut wajahnya. Tutur katanya. Maupun sikap dan gerak-gerik tubuhnya. Ada yang terlihat jelas dan ada juga yang bisa menyembunyikan kekecewaan itu. Akan tetapi sepandai-pandainya menyimpan rasa kecewa itu, nanti akan ketahuan juga. Apalagi, di zaman sekarang, terkadang rasa kecewa itu tidak bisa disembunyikannya. Mungkin ia tidak cerita dengan orang lain, akan tetapi ia tuliskan atau pasang status di WhatsApp, facebook, Instagram, Twetter dan lain-lain. Sehingga, orang dengan mudah menduga bahwa ia sedang kecewa. Bisa juga, ketika bertemu dengan seseorang yang mengecewakannya, ia membuang mukanya. Tidak mau bersalaman, tegur sapa, dan memperlihatkan muka yang cemberut atau masam. Kalau berkata-kata cenderung nyaring dan kasar. Bisa juga, dengan kalimat yang sinis dan senantiasa menyinggung perasaan. Sikap seperti ini menunjukkan bahwa ia sedang dalam kekecewaan.

 

Bentuk atau ekspresi kekecewaan itu bermacam-macam. Ada yang sedih, marah, tertawa, lesu, tidak semangat atau loyo, menangis, diam, teriak, memaki, memukul, menendang, dan sebagainya. Tingkatan kekecewaan itu juga berbeda-beda. Ada yang Cuma mendesah. Diam saja tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Ada yang cemberut (masam mukanya). Ada yang marah dengan mengeluarkan kata-kata yang kasar dengan disertai bentakan. Baik dengan menghardik, menggebrak meja atau kursi. Bahkan bisa dengan membantingnya. Kalau kekecewaan itu tidak terkontrol bisa berakibat lebih buruk dari itu. Marah yang meluap-luap akan menjadi perkelahian bahkan pembunuhan. Di dalam jiwanya bisa muncul rasa sedih yang berlarut-larut sehingga berakibat stress dan frustasi. Bisa saja lebih fatal lagi sampai menjadi gila. Atau melakukan bunuh diri. Begitulah, ketika rasa kecewa itu akan berdampak fatal bagi mereka yang menghadapinya. Minimal sikap stres atau galau akan menghinggapi dirinya.

 

Sebab munculnya sifat kecewa itu berbagai macam. Terutama oleh adanya ketidak puasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau harapkan. Dari rasa ketidakpuasan ini, muncul sikap tidak senang terhadap orang lain, tidak senang dengan nikmat yang diperoleh atau didapatkan seseorang. sehingga, bisa saja muncul dalam dirinya untuk menyingkirkan atau menghilangkan sesuatu yang telah dimiliki oleh orang lain itu. Bisa dengan seara terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi. cara yang dilakukan cenderung tidak baik (buruk), bahkan bisa sangat jahat (kejam). Selain itu, kekecewaan juga muncul akibat gagalnya memperoleh sesuatu yang diinginkan. Setiap orang pasti mempunyai keinginan yang ingin diraih atau capai dalam hidupnya. Keinginan itu berbagai macam. Setiap orang bisa saja sama dan beda dalam keinginannya itu. Keinginan itu ada yang harus secepatnya diraih dan ada juga yang lambat. Perlu waktu yang cukup lama untuk meraih keinginan itu. Keinginan yang didambakan itu ada yang besar dan juga kecil. Besar dan kecilnya keinginan itu diukur berdasarkan kehendak kuat yang dimiliki oleh seseorang. Semakin kuat kehendak yang dimilikinya, maka semakin besar pula rasa keinginan untuk memilikinya. Begitu sebaliknya, semakin kecil kehendak yang dimilikinya, maka semakin kecil atau ringan pula keinginannya. Untuk itu, kehendak untuk memiliki sesuatu yang diinginkan itulah yang menyebabkan besar kecilnya keinginan itu. Karena itu, setiap orang berbeda-beda dalam menghendaki sesuatu yang ingin dimilikinya. 

Semakin banyak keinginan seseorang dalam hidupnya. Maka semakin besar juga tingkat kekecewaan yang akan dirasakannya. Sebab, tidak semua keinginan yang dikehendakinya itu akan tercapai. Bisa saja satu atau beberapa keinginan saja yang akan tercapai. Atau bisa juga tidak semuanya tercapai. Sehingga rasa kecewa yang dirasakannya itu akan terus bertambah. Satu keinginan tidak terpenuhi, maka akan muncul rasa kecewa dalam dirinya. Semakin banyak keinginan itu tidak terpenuhi, maka semakin banyak juga kekecewaan yang akan dirasakannya. Kalau ia tidak tahan atau mampu menahan kekecewaan itu, maka ia akan merasakan stres dan frustasi yang selalu bertambah-tambah. Bahkan bisa mengalami kegilaan. Atau lebih fatal lagi, yakni menghilangkan nyawanya sendiri dengan cara bunuh diri. Nauzdubillahi min dzalik… 

Pada dasarnya, setiap manusia pasti pernah merasakan kekecewaan di dalam hidupnya. Yang membedakannya adalah besar kecilnya kekecewaan yang dihadapi dan cara menghadapi serta mengatasinya. Rasa kecewa yang muncul itu akibat adanya masalah yang belum terselesaikan. Atau keinginan yang belum terpenuhi. Rasa kecewa itu bisa menyerang siapa saja. Tidak memandang pangkat, derajat atau status sosial lainnya. Tua, muda dan anak-anak bisa merasakan kekecewaan. Bahkan seorang bayi pun bisa juga kecewa. Ini dibuktikan dengan tangis yang terdengar. Sifat kecewa itu merupakan suatu yang lumrah. Kecewa merupakan sifat bawaan yang dimiliki semua manusia di muka bumi ini. Karena itu, manusia paling mulia di muka bumi ini pun juga pernah mengalami kekecewaan itu. Diriwayatkan Pada suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah Saw dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Rasulullah Saw memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan dan sangat memerlukan pertolongan. Rasulullah Saw kemudian menganjurkan kepada para sahabatnya supaya memberikan sedekah. Ternyata, para sahabat lambat dalam merespon keinginan Rasulullah itu. Sehingga terlihat raut muka kecewa diwajah Beliau. Melihat itu, salah seorang  sahabat segera memberikan bantuan dan diiukuti oleh sahabat yang lainnya. Dan juga, beberapa sahabat memberikan sedekah kepada Arab badui itu sehingga tampaklah kembali keceriaan diwajah Rasulullah Saw.  

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَ نَاسٌ مِنْ الْأَعْرَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ الصُّوفُ فَرَأَى سُوءَ حَالِهِمْ قَدْ أَصَابَتْهُمْ حَاجَةٌ فَحَثَّ النَّاسَ عَلَى الصَّدَقَةِ فَأَبْطَئُوا عَنْهُ حَتَّى رُئِيَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ قَالَ ثُمَّ إِنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ جَاءَ بِصُرَّةٍ مِنْ وَرِقٍ ثُمَّ جَاءَ آخَرُ ثُمَّ تَتَابَعُوا حَتَّى عُرِفَ السُّرُورُ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ. (صحيح مسلم ٤٨٣٠, مسند أحمد ١٨٤٠٤)

"Dari Jarir bin 'Abdullah dia berkata: Pada suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah Saw dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Lalu Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah Saw menganjurkan para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau. Jarir berkata: Tak lama kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu, datanglah beberapa orang sahabat yang turut serta menyumbangkan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang Arab badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah Saw bersabda: ‘Barang siapa dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun." (Shahih Muslim No. 4830,  Musnad Ahmad No. 18404). 

Di dalam riwayat lain, Rasulullah saw juga menampakkan rasa kekecewaannya. Ketika pada suatu waktu Rasulullah Saw sedang berdakwah dihadapan para pembesar Quraisy. Kemudian datang Abdullah bin Ummi Maktum, seorang laki-laki tua yang buta mendekat kepada Rasulullah Saw untuk menanyakan sesuatu. Ternyata, Rasulullah Saw berpaling daripadanya dan tetap menghadapi pembesar-pembesar Quraisy itu. Ummi Maktum berkata: Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan? Rasulullah menjawab: Tidak.” Maka turunlah Qs. ‘Abasa ayat 1-10 sebagai teguran atas perbuatan Rasulullah saw itu.

حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ قَالَ أُنْزِلَتْ عَبَسَ وَتَوَلَّى فِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ يَقُولُ يَا مُحَمَّدُ اسْتَدْنِينِي وَعِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مِنْ عُظَمَاءِ الْمُشْرِكِينَ فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْرِضُ عَنْهُ وَيُقْبِلُ عَلَى الْآخَرِ وَيَقُولُ يَا أَبَا فُلَانٍ هَلْ تَرَى بِمَا أَقُولُ بَأْسًا فَيَقُولُ لَا وَالدِّمَاءِ مَا أَرَى بِمَا تَقُولُ بَأْسًا فَأُنْزِلَتْ عَبَسَ وَتَوَلَّى أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى. (سنن الترمذي ٤٢٥٤, موطأ مالك ٤٢٦, صحيح ابن حبان ٥٣٥)

"Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari Bapaknya Bahwasanya ia berkata: “Surat ‘ABASA WA TAWALLA turun berkenaan dengan Abdullah bin Ummi Maktum. Ia datang menemui Rasulullah Saw dan berkata: Wahai Muhammad, ajarkanlah kepadaku tentang agamaku. Sementara di dekat beliau terdapat beberapa pembesar Quraisy. Maka Nabi Saw tidak pun tidak menghiraukannya, dan bahkan berpaling pada yang lain. Beliau bertanya, Wahai Abu fulan, apa pendapatmu tentang apa yang barusan aku katakan." Orang itu pun menyahut, Tidak, demi darah, tidak apa-apa. Maka turunlah: (Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya).” (Qs. Abasa: 1-2). (Sunan Tirmidzi No. 3254,  Muwatha' Malik No. 426, Shahih Ibnu Hibban No. 535)

Di dalam Qs. ‘Abasa 1-10 itu, Allah Swt menyatakan bahwa Rasulullah Saw bermuka masam dan berpaling dari sahabatnya (Abdullah bin Ummi Maktum). Allah Swt menyatakan, barangkali Abdullah Ummi Maktum itu ingin membersihkan dirinya dari dosa. Bisa juga dia ingin mendapatkan pengajaran (tentang ajaran Islam). Dengan pengajaran itu akan memberi manfaat baginya. Akan tetapi, justru Rasulullah Saw berpaling darinya dengan melayani para pembesar Quraisy itu. Rasulullah Saw berharap para pembesar Quraisy itu mau memeluk agama Islam. Dari sinilah, Allah Swt memberikan teguran bahwa para pembesar Quraisy itu sebenarnya tidak mau membersihkan diri mereka dan tidak mau beriman kepada Allah Swt. Justru orang yang telah diabaikan Nabi Saw itulah yang mau membersihkan dirinya dan ingin mendapatkan pengajaran (agama Islam) yang baik dari Rasulullah Saw. Sebab, dia termasuk orang yang takut kepada Allah Swt.

Qs. ‘Abasa (80): 1-10 

عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ ﴿١﴾

 أَنْ جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ ﴿٢﴾

  وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ ﴿٣﴾

أَوۡ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰٓ ﴿٤﴾ 

أَمَّا مَنِ ٱسۡتَغۡنَىٰ ﴿٥﴾

  فَأَنتَ لَهُۥ تَصَدَّىٰ ﴿٦﴾

  وَمَا عَلَيۡكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ ﴿٧﴾ 

وَأَمَّا مَن جَآءَكَ يَسۡعَىٰ ﴿٨﴾

  وَهُوَ يَخۡشَىٰ ﴿٩﴾

  فَأَنتَ عَنۡهُ تَلَهَّىٰ ﴿١٠﴾ 

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya.” 

Selain Rasul Saw, sebagian para sahabatnya juga pernah kecewa. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah Saw memiliki seekor unta yang bernama Al ‘Adlba yang tidak pernah terkalahkan disetiap perlombaan (pacuan unta). Lalu datanglah seorang Arab badui dengan hewan tunggangannya. Mulanya unta nabi dapat mengalahkan unta Arab badui itu, namun kemudian unta Arab badui itu ganti mengalahkannya. Sehingga hal tersebut menjadikan hati para sahabat Rasulullah Saw merasa tidak nyaman (kecewa). Tetapi Rasulullah Saw tidak kecewa dan memberikan nasihat kepada sahabatnya, bahwa tidak ada perkara apapun yang lebih tinggi di dunia ini, maka Allah Swt akan merendahkannya kembali.

 حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاقَةٌ تُسَمَّى الْعَضْبَاءَ لَا تُسْبَقُ فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ عَلَى قَعُودٍ فَسَبَقَهَا فَشَقَّ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَلَمَّا رَأَى مَا فِي وُجُوهِهِمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ سُبِقَتْ الْعَضْبَاءُ قَالَ إِنَّ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يَرْتَفِعَ مِنْ الدُّنْيَا شَيْءٌ إِلَّا وَضَعَهُ. (صحيح البخاري ٢٦٦٠, سنن أبي داوود ٤١٦٩, سنن النسائي ٣٥٣٢, مسند أحمد ١١٥٧٢).

"Telah menceritakan kepada kami Humaid dari Anas berkata: “Dahulu Rasulullah Saw memiliki seekor unta yang dinamakan Al 'Adlba` yang tidak terkalahkan dalam perlombaan. Kemudian datanglah seorang badui di atas unta yang ditunggangi. Badui itu kemudian mengalahkan Al 'Adlba`, sehingga hal tersebut membuat kaum Muslim merasa sesak. Kemudian ketika sebagian sahabat melihat raut muka sebagian yang lain ada tanda kekecewaan, maka berkatalah sebagian yang lain: "Wahai Rasulullah, Al 'Adlba` didahului! Maka beliau bersabda: Sungguh, telah menjadi ketetapan Allah, bahwa tidaklah diangkat apa yang ada di dunia ini melainkan Dia akan merendahkannya kembali.” (Shahih Bukhari No. 2660, Sunan Abu Daud No. 4169, Sunan Nasa'i No. 3532, Musnad Ahmad No. 11572).

 

Begitulah kehidupan di muka bumi ini. Tidak ada yang lebih tinggi (mulia) dibanding dengan yang lainnya. Hanya Allah swt yang Maha Tinggi dan Maha Mulia. Untuk itu, tidak usah berbangga diri (sombong) dengan apa yang telah diraih dan dimilikinya. Dan juga, jangan sedih dan kecewa ketika tidak bisa memiliki dan meraihnya. Semuanya telah ditetapkannya sesuai dengan kadar (kemampuan) masing-masing. Semua yang diberikan Allah Swt kepada manusia merupakan sebuah ujian. Harta benda, pangkat, jabatan, kehormatan, ilmu pengetahuan, anak, istri, wajah, dan sebagainya merupakan ujian. Ketika Allah Swt memberikan kelebihan, maka itu merupakan suatu kehormatan yang harus disukuri. Gunakan semua kelebihan yang diberikan itu untuk kebaikan dan kemaslahatan orang banyak. Jaga hati agar tetap ikhlas dan sabar dalam menggunakan semua kelebihan itu. Sehingga tidak terjebak oleh kesombongan dan keangkuhan. Sehingga melupakan Sang Pemberi kelebihan itu, yaitu Allah Swt. Begitu juga, dengan segala kekurangan yang diberikan-Nya. Hendaknya manusia juga mensukurinya. Jangan sampai bersedih apalagi kecewa dengan pemberian-Nya. Kekurangan yang diberikan itu merupakan ketetapan-Nya. Jangan minder dan berkecil hati. Tetap optimis (semangat) dalam menjalani hidup ini. Jalankan semua perintah-Nya dan jauhi segala apa yang dilarang-Nya. kebahagian itu milik semua orang yang menjalani hidup ini dengan tenang, damai dan tenteram. Kebahagian itu bukan diukur dari banyaknya harta yang dimiliki. Jabatan yang tinggi dan terhormat. Wajah dan fisik yang gagah dan cantik. Banyaknya gelar akademik dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Istri yang cantik dan menarik. Anak-anak yang sehat dan cerdas. Kebahagiaan itu adalah ketenangan dan ketenteraman hati. Itu akan didapat apabila seseorang mampu mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. Harta benda, jabatan, pangkat, kehormatan, anak, istri dan semua yang dimiliki harus bisa mendekatkan kepada-Nya. Jangan sampai terbalik, justru semua itu menjerumuskannya kepada kejahatan dan lupa akan Allah Swt. Barangsiapa yang melakukan itu, maka mereka itu termasuk orang-orang yang merugi dalam hidupnya.

 

Qs. Al Munafiqun (63): 9

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ ﴿٩﴾

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

 

Allah Swt menyatakan bahwa orang yang beriman hatinya akan tenteram ketika ia ingat kepada Allah Swt. Karena, hanya dengan mengingat Allah sajalah hati menjadi tenteram. Mengingat Allah Swt merupakan suatu kebahagian dan tempat kembali yang baik bagi mereka yang beriman dan beramal saleh.  

 

Qs. Ar Ra’d (13): 28-29

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ ﴿٢٨﴾ 

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ طُوبَىٰ لَهُمۡ وَحُسۡنُ مَ‍َٔابٖ ﴿٢٩﴾ 

 

“Yaitu, orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.”

 

Allah Swt menyuruh setiap hamba-Nya yang beriman agar senantiasa berzikir (menyebut/mengingat) kepada Allah Swt. Zikir yang diucapkan itu sebanyak-banyaknya tanpa ada batasan hitungannya. Selain zikir, hendaknya juga bertasbih (memuji kebesaran dan kemuliaan) Allah Swt, baik di waktu pagi maupun petang. Dengan begitu, maka Allah Swt akan mengeluarkan seseorang dari kegelapan (kejahatan dan penderitaan) kepada cahaya yang terang benderang (kebaikan dan kebahagian).

 

Qs. Al Ahzab (33): 41-43

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ذِكۡرٗا كَثِيرٗا ﴿٤١﴾ 

وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةٗ وَأَصِيلًا ﴿٤٢﴾ 

هُوَ ٱلَّذِي يُصَلِّي عَلَيۡكُمۡ وَمَلَٰٓئِكَتُهُۥ لِيُخۡرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۚ وَكَانَ بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَحِيمٗا ﴿٤٣﴾ 

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”

 

Dalam berzikir, hendaklah diucapkan dalam hatinya dengan senantiasa merendahkan diri dan rasa takut kepada-Nya. Zikir itu merupakan sarana ‘komunikasi’ dengan Sang Pencipta. Hubungan kedekatan antara seorang hamba dan Pencipta-Nya akan terjalin dengan mesra. Zikir itu diucapkan dengan lembut dan penuh kesadaran akan kehadiran-Nya. Zikir jangan diucapkan dengan keras apalagi sampai teriak-teriak. Allah Swt Maha Mendengar dan sangat dekat dengan hamba-Nya. Hendaknya zikir diucapkan setiap saat, baik di waktu pagi maupun petang. Jangan sampai hati kita lalai dalam berzikir (mengingat) Allah Swt. Karena disitulah sumber ketenangan dan ketenteraman itu akan diraihnya dalam kehidupan di dunia ini.

 

Qs. Al A’raf (7): 205

وَٱذۡكُر رَّبَّكَ فِي نَفۡسِكَ تَضَرُّعٗا وَخِيفَةٗ وَدُونَ ٱلۡجَهۡرِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ وَلَا تَكُن مِّنَ ٱلۡغَٰفِلِينَ ﴿٢٠٥﴾

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”

 

Allah Swt telah mengajarkan kepada hamba-Nya. Bahwa berzikir (mengingat-Nya) itu bisa dilakukan sambil berdiri, duduk ataupun dalam keadaan berbaring. Sebenarnya tidak ada waktu sedikitpun manusia lalai dalam mengingat-nya. Apapun aktivitas pekerjaan yang dilakukannya. Berada dimanapun posisinya. Dalam waktu apapun dia berada. Selama 24 jam waktu dalam sehari semalam senantiasa ingat kepada Allah Swt. Apa yang dikerjakannya, dilihatnya, dipegang atau digenggamnya, diraba atau disentuhnya, diciumnya, maupun sesuatu yang dipikirkannya hendaklah senantiasa mengingatkan akan ‘keberadaan’ Allah Swt. Untuk itulah, Allah Swt menyatakan bahwa di dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Akal merupakan seluruh potensi kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Potensi kecerdasan itu meliputi kemampuan memahami, kemampuan menganalisa, kemampuan keputusan, sampai pada kemampuan untuk menjalankan (mengeksekusi). Dalam proses itu, yang terlibat bukan hanya kecerdasan intelektual, melainkan juga kecerdasan emosional dan spiritual. Dalam proses berpikir, akal menggunakan seluruh potensi yang ada didalam tubuh terutama otak, hati dan pancaindera. Dengan bekal akal yang telah diberikan Allah Swt kepada manusia, maka manusia senantiasa ingat kepada Sang Pencipta-Nya. Dia menggunakan akalnya untuk senantiasa mengingat Allah Swt, baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring. Hatinya senantiasa berzikir, baik diwaktu pagi maupun petang. Tidak ada celah di dalam hatinya untuk lupa kepada Allah Swt.    

 

Qs. Ali ‘Imran (3): 190-191

إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ﴿١٩٠﴾ 

ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ﴿١٩١﴾ 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

 

Dengan begitu, maka manusia tidak perlu kecewa dengan sesuatu yang saat ini dihadapinya. Kekecewaan akan mendatangkan kecemasan dan ketakutan. Yang menyebabkan ketidak tenangan dalam hidupnya. Gelisah, cemas, khawatir, takut, marah, dendam, iri dengki dan sebagainya akan terus menghinggapi jiwa orang yang kecewa. Rasa kecewa kalau dibiarkan tanpa diobati akan menjadi penyakit fisik dan batin. Kalau penyakit fisik bisa dikonsultasikan dengan dokter kemudian minum obat sesuai dengan resep yang diberikan akan sembuh. Tapi, penyakit batin (rohani) tidak bisa sembuh dengan diberi obat tertentu. Penyakit rohani harus diberikan terapi berupa zikir kepada Allah Swt. Dengan zikir maka hatinya menjadi tenang.

 

Kekecewaan yang muncul juga bisa akibat dari kejahatan atau keburukan yang telah dilakukannya. Setiap kejahatan atau keburukan akan mendatangkan dosa. Mungkin dia telah berbuat pelanggaran terhadap ketentuan agama. Sehingga jiwanya menjadi tidak tenang dan hatinya merasa tidak tenteram. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw menyatakan bahwa kebaikan itu adalah sesuatu yang menjadikan jiwa menjadi tenang dan hatinya merasa tenteram. Sedangkan keburukan adalah sesuatu yang tidak menjadikan jiwanya menjadi tenang dan hatinya merasa tenteram. Walaupun ia telah banyak mendapatkan nasihat dari orang ahli ilmu, pelajaran yang baik maupun petuah dari orang-orang yang bijaksana.    

الخشني يقول قلت يا رسول الله أخبرني بما يحل لي ويحرم علي قال فصعد النبي صلى الله عليه وسلم وصوب في النظر فقال النبي صلى الله عليه وسلم البر ما سكنت إليه النفس واطمأن إليه القلب والإثم ما لم تسكن إليه النفس ولم يطمئن إليه القلب وإن أفتاك المفتون (مسند أحمد ١٧٠٧٦, سنن الدارمي ٢٤٢١)

"Al Khusyani berkata: “Saya berkata: ‘Wahai Rasulullah, kabarkanlah kepadaku apa yang dihalalkan bagiku dan apa yang diharamkan atasku.” Kemudian Nabi Saw mengarahkan pandangannya kepadanku dengan tatapan yang serius. Nabi Saw lalu bersabda: “Kebaikan itu adalah sesuatu yang menjadikan jiwa tenang dan hati merasa tentram. Sedangkan keburukan itu adalah sesuatu yang tidak dapat menjadikan jiwa tenang dan hati yang tentram, meskipun hasil sebuah fatwa.” (Musnad Ahmad No. 17076, Sunan Darimi No. 2421).

 

Allah Swt menyatakan bahwa setiap orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan atau keburukan yang telah dilakukan sebelumnya akan diganti Allah Swt dengan kebajikan. Maka itu, jika melakukan kesalahan atau kejahatan maka segeralah bertobat kepada Allah Swt. Menyesali setiap perbuatan salah yang telah dilakukannya itu dan berusaha untuk tidak melakukan perbuatan salah itu kembali serta melakukan perbuatan baik sebanyak-banyaknya untuk menggantikan perbuatan yang salah itu. Meminta maaf yang tulus apabila melakukan kesalahan. Mengembalikan barang yang telah diambilnya jika ia mengambil kepunyaan orang. Banyak membaca istighfar (permohonan ampun kepada Allah Swt) serta banyak berbuat kebaikan. Dengan begitu, dia telah melakukan tobat dengan sebenar-benarnya terhadap perbuatan dosa yang telah dilakukannya.

 

Qs. Al Furqan (25): 70-71

إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلٗا صَٰلِحٗا فَأُوْلَٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّ‍َٔاتِهِمۡ حَسَنَٰتٖۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ﴿٧٠﴾ 

وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَإِنَّهُۥ يَتُوبُ إِلَى ٱللَّهِ مَتَابٗا ﴿٧١﴾ 

Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.”


Menghindari Sifat Kecewa

 

Ketika seseorang telah melakukan zikir dan tobat, maka hidupnya akan tenang. Tidak ada lagi rasa kecewa dan kekhawatiran yang menghinggapi hatinya. Rasa sedih di dalam hatinya juga akan hilang. Untuk itu, Allah Swt mengajarkan kepada hamba-Nya, agar jangan khawatir (cemas dan kecewa) dan bersedih hati di dalam menjalani hidup ini. Ada beberapa cara agar terhindar dari sifat khawatir dan sedih itu, yaitu :

 

Pertama, menafkahkan harta dijalan Allah. Harta benda merupakan pemberian Allah Swt. Di dalam harta itu sebenarnya ada hak orang yang fakir dan miskin.

 

Qs. Adz Dzariyat (51): 19

وَفِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ﴿١٩﴾

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”

 

Banyak orang disekitar kita yang sangat membutuhkan uluran tangan (bantuan). Menyantuni dan memberikan sebagian dari harta yang dimilikinya. Dalam bahasa agama, pemberian itu bisa berupa zakat, sedekah dan infak. Alam pengertian umum, sedekah berbeda dengan zakat. Sedekah tidak ditentukan kadarnya, tidak juga siapa penerimanya, atau waktu pemberiannya. Sifatnya pun tidak wajib. berbeda dengan zakat yang merupakan pemberian wajib yang dibebankan kepada umat islam yang memiliki kemampuan. Penerima dan waktu mengeluarkan zakat sudah ditentukan. Tetapi menurut Al qur’an, tiak jarang kata shadaqah mengandung arti zakat.

 

Qs. At Taubah (9): 60

۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ﴿٦٠﴾

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

 

Zakat ada dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat mal (harta). Zakat fitrah merupakan pemberian berupa makanan pokok yang diberikan pada bulan Ramadan sampai menjelang waktu salat ‘idul fitri pada tanggal 1 syawal. Sedangkan zakat harta bisa berupa ternak, hasil pertanian dan perkebunan, hasil tambang, emas, perak, dan sebagainya. Zakat mal ada yang bisa diserahkan secara langsung, ada juga yang menunggu haul (perhitungan 1 tahun) untuk diserahkan. Selain itu ada juga nisab (jumlah harta benda minimum yang dikenakan zakat). Sedangkan infak sebenarnya sama dengan sedekah. Infak merupakan pemberian (sumbangan) harta (selain zakat wajib) untuk kebaikan dan untuk kepentingan umum. Mereka yang suka mengeluarkan hartanya untuk kebaikan (baik berupa sedekah, zakat dan infak), maka Allah Swt akan memberikan pahala. Hidup mereka akan tenang dan tenteram, sehingga tidak ada rasa khawatir, cemas, takut, sedih dan kecewa. Harta yang diberikannya itu bisa diserahkan secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan, baik siang maupun malam. Ketika menyerahkannya hendaklah dengan ikhlas tanpa menyebut-nyebutnya kembali atau diceritakan kepada orang lain. Ketika memberi diucapkannya dengan lemah lembut tanpa menyakiti hati yang menerimanya.

 

Qs. Al Baqarah (2): 274

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٢٧٤﴾

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

 

Qs. Al Baqarah (2): 262

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ لَا يُتۡبِعُونَ مَآ أَنفَقُواْ مَنّٗا وَلَآ أَذٗى لَّهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٢٦٢﴾

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

 

Kedua, beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Iman merupakan sikap percaya dan mempercayakan sesuatu kepada Allah Swt. Iman tidak cukup hanya dengan percaya adanya Allah Swt. Akan tetapi juga mempercayakan segala apapun tentang dirinya dan apa yang dimilikinya hanya kepada Allah Swt. Alam semesta, diri manusia dan apapun yang ada di muka bumi ini merupakan kepunyaan-Nya. Apapun yang terjadi pada alam ini, diri manusia semuanya merupakan kehendak-Nya. Manusia harus mempercayainya. Jangan ada sedikitpun keraguan di dalam hatinya. Apa yang disampaikan para Nabi sebagai utusan-Nya harus dipercayai. Kemudian dilaksanakan dengan tulus ikhlas sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya. Pengabdian yang dilakukan itulah yang dinamakan amal saleh. Manusia merupakan hamba. Sebagai seorang hamba, dia harus menjalankan apapun yang diperintahkan kepadanya. Jangan sampai membantahnya. Setiap perintah yang dikerjakan akan mendatangkan kebaikan bagi dirinya sendiri. Begitu pula dengan larangan. Setiap larangan yang dikerjakannya juga akan kembali kepadanya. Perintah yang senantiasa dilaksanakan dan menjauhi segala larangan merupakan amal saleh. Dalam agama Islam, amal saleh yang utama itu adalah salat dan zakat. Salat merupakan tiang agama. Ibarat sebuah bangunan, tanpa tiang bangunan itu akan roboh. Sedangkan zakat merupakan atapnya. Walaupun bangunan yang sudah bertiang akan kokoh, tapi ketika tidak ada atapnya juga tidak aman. Terutama dari hujan. Untuk itu, Allah Swt memberikan empat pilar (iman, amal saleh, salat dan zakat) ini untuk senantiasa dilaksanakan oleh setiap manusia di muka bumi ini. Allah Swt akan memberikan pahala bagi yang mengerjakannya. Hidupnya akan tenang, tenteram dan damai. Sehingga tidak ada lagi rasa kekhawatiran dan bersedih hati menjalani kehidupan di muka bumi ini.      

 

Qs. Al Baqarah (2): 277

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٢٧٧﴾

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

 

Ketiga, bertakwa dan mengadakan perbaikan. Semua perbuatan baik yang dilakukan akan mengantarkannya kepada derajat takwa. Orangnya disebut Muttaqin. Salat yang dikerjakan akan menghantarkan pelakunya kepada takwa. Begitu juga puasa, zakat dan haji. Allah Swt menyatakan bahwa takwa itu merupakan hasil dari manusia yang melakukan kebajikan di muka bumi ini. kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Semua perbuatan itu harus dikerjakan oleh setiap orang Islam agar bisa meraih derajat takwa.

 

Qs. Al Baqarah (2): 177

۞لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ﴿١٧٧﴾

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

 

Dengan meraih takwa, maka dia akan memiliki kesadaran akan keberadaan Allah Swt. Dimanapun berada, dia selalu merasa diawasi oleh Allh Swt. Setiap saat (jam, menit dan detik) Allah Swt selalu ‘hadir’ dalam dirinya. Dengan begitu, dia akan senantiasa mengadakan perbaikan dalam hidupnya. Yakni melakukan pekerjaan yang baik untuk menghilangkan akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya dimasa lalu. Dengan senantiasa melakukan kebaikan, maka kualitas keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt akan terus meningkat. Sehingga Allah Swt memberikan rasa bahagia dengan tidak adanya rasa khawatir, cemas, takut maupun kecewa dalam dirinya dan juga tidak bersedih hati menjalani hidup ini. Apapun yang terjadi, dia yakin Allah Swt senantiasa ‘bersamanya’ di dalam setiap situasi dan keadaan.

 

Qs. Al A’raf (7): 35

يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ إِمَّا يَأۡتِيَنَّكُمۡ رُسُلٞ مِّنكُمۡ يَقُصُّونَ عَلَيۡكُمۡ ءَايَٰتِي فَمَنِ ٱتَّقَىٰ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٣٥﴾

“Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

 

Qs. Al An’am (6): 48 

وَمَا نُرۡسِلُ ٱلۡمُرۡسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَۖ فَمَنۡ ءَامَنَ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿٤٨﴾

Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”

 

Keempat, berserah diri kepada Allah Swt dan berbuat kebaikan. Islam merupakan sikap pasrah dan tunduk hanya kepada Allah Swt. Sikap pasrah dan tunduk itu merupakan bentuk penyerahan diri hanya kepada Allah Swt. Jadi, orang yang beragama Islam itu harus pasrah dan tunduk kepada ajarannya. Kepasrahan dan ketundukan pada ajaran itu merupakan bentuk pengabdian kepada Allah Swt. Pengabdian yang dilakukan itu secara total hanya kepada Allah Swt. Dia menyerahkan dirinya hanya kepada Allah Swt. Segala bentuk ibadah yang dilakukannya benar-benar tulus dan ikhlas hanya mengharap rida-Nya. Bentuk penyerahan diri itu akan berbuah kebahagian. Hidupnya akan tenang dan tenteram. Tidak ada rasa khawatir, cemas, takut, kecewa dan sedih mengahadapi permasalahan hidup di dunia. Di dalam hatinya hanya ada Allah Swt. Tuhan yang memiliki dan memberikan segala-galanya kebutuhan hidup di muka bumi ini. Untuk itu, tidak ada lagi rasa sedih, takut, cemas, kecewa dan sebagainya. Semuanya diserahkan kepada-Nya. Dia akan berkata “sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” Subhanallah…

 

Qs. Al Baqarah (2): 112

بَلَىٰۚ مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَلَهُۥٓ أَجۡرُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿١١٢﴾

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

 

Qs. Al An’am (6): 162

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ﴿١٦٢﴾

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

 

Ketika seseorang telah melakukan keempat hal di atas. Allah Swt menyatakan bahwa tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah, mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Allah Swt akan memasukkan mereka itu ke dalam surga. Tidak hanya dirinya saja yang bahagia, isteri-isterinya pun juga akan digembirakan oleh Allah Swt. Di dalam surga, akan Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata. Mereka akan kekal di dalamnya. Dan itulah surga yang diwariskan kepada mereka disebabkan amal-amal yang dahulu telah dikerjakannya. Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untuknya yang sebahagiannya untuk makan. Begitulah balasan bagi mereka yang telah berbuat kebaikan. Melakukan amal saleh, mengerjakan salat, zakat dan menyerahkan dirinya hanya kepada Allah Swt.

 

Qs. Az Zukhruf (43): 68-73

يَٰعِبَادِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡكُمُ ٱلۡيَوۡمَ وَلَآ أَنتُمۡ تَحۡزَنُونَ ﴿٦٨﴾ 

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَا وَكَانُواْ مُسۡلِمِينَ ﴿٦٩﴾ 

ٱدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ أَنتُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ تُحۡبَرُونَ ﴿٧٠﴾ 

يُطَافُ عَلَيۡهِم بِصِحَافٖ مِّن ذَهَبٖ وَأَكۡوَابٖۖ وَفِيهَا مَا تَشۡتَهِيهِ ٱلۡأَنفُسُ وَتَلَذُّ ٱلۡأَعۡيُنُۖ وَأَنتُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿٧١﴾ 

وَتِلۡكَ ٱلۡجَنَّةُ ٱلَّتِيٓ أُورِثۡتُمُوهَا بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ﴿٧٢﴾ 

 لَكُمۡ فِيهَا فَٰكِهَةٞ كَثِيرَةٞ مِّنۡهَا تَأۡكُلُونَ ﴿٧٣﴾ 

“Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati, (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan.” Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya. Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebahagiannya kamu makan.”

 

Dengan demikian, rasa kecewa yang muncul pada diri seseorang hendaklah dihadapi dengan tenang, tenteram dan damai. Jangan ada rasa khawatir, cemas apalagi sedih dengan apa yang terjadi. Setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Allah Swt menyatakan bahwa setiap kesulitan akan datang  kemudahan.

 

Qs. Al Insyirah (94): 5-6

 فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا ﴿٥﴾ 

إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا ﴿٦﴾ 

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

 

Terus bersabar dan ikhlas dengan ketentuan yang ada. Nikmati setiap anugerah yang diberikan Allah Swt. Sedikit ataupun banyak harus disukuri. Boleh saja banyak keinginan, tetapi lihat kemampuan diri. Apakah mampu untuk memenuhi keinginan itu. Sesuaikan antara kebutuhan diri dan kemampuan. Ketika tidak memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan hendaklah tahan keinginannya. Hal inilah yang akan menimbulkan kekecewaan. Walaupun memiliki kemampuan yang berlebih, jangan juga terlalu banyak keinginan. Allah Swt tidak menyukai hamba-Nya yang berlebih-lebihan. Karena itu merupakan perbuatan setan. Hidup ini harus dinikmati sesuai dengan ketentuannya. Bukannya kemewahan, jabatan tinggi, gelar kehormatan, dan lain-lain sebagai tujuan utama hidup ini. Akan tetapi, bagaimana semua yang dimiliki itu, bisa mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tidak salah mempunyai banyak harta. Jabatan yang tinggi. Ilmu pengetahuan yang banyak. Wajah yang cantik dan tampan. Semua itu harus disukuri. Digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan orang banyak. Dan tentunya untuk mendapat rida-Nya. Kekecewaan akan berubah menjadi kebahagiaan. Terhindar dari rasa khawatir, cemas dan sedih. Semoga! Wallahu A’lam….

 


#Menyebarluaskan Kebaikan#

Paringin, 19 Juni 2020


Popular