Putus asa adalah habis
(hilang) harapan atau tidak mempunyai harapan lagi. Putus asa merupakan perbuatan
yang menghilangkan harapan. Harapan merupakan keinginan atau kehendak
yang akan terjadi. Harapan itu harus dimiliki oleh setiap orang. Harapan itu
bisa berupa cita-cita atau mimpi yang harus dikejar dan didapatkan. Harapan
juga bisa berupa angan-angan yang mungkin untuk dikerjakan, walaupun itu sulit
dilaksanakan. Harapan berbeda dengan khayalan. Dalam harapan ada sesuatu yang
yang dicari, dikejar dan diusahakan untuk mendapatkanya. Sedangkan, khayalan
hanya berupa angan-angan, fantasi ataupun rekaan dari hasil imajinasinya.
Khayalan itu, merupakan angan-angan yang seolah-olah telah atau akan terjadi. Padahal
itu hanya proses imajinasi yang tidak akan terjadi. Untuk itu, harapan bisa
dikejar dan diusahakan untuk mendapatkannya. Dengan kerja keras, kerja cerdas
dan kerja ikhlas, maka harapan itu akan bisa diraih dengan baik.
Setiap orang punya harapan yang harus dicapai dalam hidupnya. Ada
yang berhasil dengan baik dan ada juga yang gagal. Banyak
usaha yang dilakukan untuk menggapai harapan itu. Akan tetapi, terkadang
keberuntungan belum berpihak kepadanya. Banyak faktor yang menyebabkan gagal
(pupusnya) harapan itu. Bisa jadi, usaha yang dilakukan belum maksimal. Bisa
juga keahlian yang dimilikinya tidak sesuai dengan pekerjaan atau usaha yang
digelutinya. Bisa juga, akibat dari persaingan yang ketat dengan orang lain
yang memiliki modal, pengetahuan, atau kemampuan yang lebih darinya. Bisa juga
akibat perubahan alam yang melanda daerahnya. Bahkan, bisa akibat dari olah
kejahatan dari seseorang atau beberapa orang dan sebagainya. Kegagalan
yang di alami ketika 'mengejar' harapan itulah yang
menyebakan seseorang
bisa berputus asa. Akibatnya, ia bisa
berhenti sama sekali (frustasi) atau 'bertahan' sebentar mengejar
harapan itu sambil
menunggu peluang yang lain. Kalau yang pertama, dia berhenti mengharap sesuatu,
bagaimanapun di nasihati dan di motivasi
dia akan tetap bergeming untuk berhenti. Dan, yang kedua masih
punya harapan untuk bangkit dari keterpurukan, terlebih ketika nantinya ada
peluang baru atau mendapat nasihat dan motivasi dari orang lain atau sekitarnya,
maka ia akan bangkit lagi.
Setiap manusia dalam hidupnya mempunyai kecenderungan untuk hidup
senang dan susah. Ketika manusia mendapatkan rahmat (kasih sayang Allah)
berupa kesenangan hidup, maka mereka akan gembira dan merasa bahagia karenanya.
Akan tetapi, ketika manusia itu ditimpa musibah (bahaya) akibat dari kelalaian
dan kesalahan yang dibuatnya sendiri, maka ia akan berputus asa. Hal ini dinyatakan
Allah Swt dalam Al qur’an, yaitu “Dan
apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira
dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya)
disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri,
tiba-tiba mereka itu berputus asa” (Qs.30:36). Di
ayat lain juga dinyatakan bahwa apabila manusia diberikan kesenangan maka dia
akan berpaling dan membelakanginya dengan sikap sombong. Dan begitu sebaliknya,
ketika manusia ditimpa kesusahan maka dia akan berputus asa. Firman-Nya
“Dan
apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan
membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan
niscaya dia berputus asa.” (Qs.17:83).
Seperti itulah, kebanyakan manusia ketika hidupnya penuh dengan
kemewahan dan jabatan tinggi terkadang muncul sikap menyombongkan diri dan
semena-mena. Hidupnya dia gunakan untuk hal-hal yang mubazdir (berlebih-lebihan)
dan
cenderung berfoya-foya. Dan ketika dia ditimpa kebangkrutan
dan kesusahan maka cenderung berputus asa, sehingga lupa akan jati diri dan
lupa dengan yang memberi rezeki, yaitu Allah Swt. Dalam kehidupan di dunia ini,
manusia selalu meminta kebaikan, kesenangan, kebahagiaan dan hal-hal yang
menyenangkan lainnya. Hampir tidak ada manusia yang dalam hidupnya itu meminta
kesusahan kepada Allah Swt. Mereka tidak jemu-jemu
meminta kebaikan-kebaikan itu kepada Allah Swt sampai
keinginannya terkabulkan. Akan tetapi, ketika keinginan itu tidak
dikabulkan, maka mereka akan kecewa. Apalagi ketika ditimpa kesusahan berupa
malapetaka (bahaya) maka mereka akan berputus asa, bahkan putus harapannya
untuk mendapatkan kebaikan itu. Hal ini dinyatakan Allah Swt di dalam
firman-Nya “Manusia tidak jemu memohon
kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus
harapan.” (Qs.41:49). Di ayat lainnya, Allah Swt juga
menyatakan bahwa selain putusnya harapan, manusia yang telah diberikan
kenikmatan berupa rahmatnya, ketika rahmat (nikmat) itu dicabut (diambil)-Nya,
maka ia akan berputus asa, bahkan tidak berterima kasih kepada Allah Swt.
Mereka betul-betul melupakan kenikmatan yang sebelumnya telah diterima mereka.
Yang dilihatnya hanyalah kesusahan itu saja. hal ini dinyatakan Allah Swt dalam
firman-Nya “Dan jika Kami rasakan kepada
manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut
daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. (Qs.11:9).
Putus asa ketika mengalami kegagalan merupakan sesuatu yang tidak
baik. Apalagi berputus asa dari rahmat Allah Swt. Orang yang
berputus asa itu merupakan orang yang telah kehilangan semangat untuk berbuat
yang lebih baik lagi. Allah Swt telah memberikan kasih sayangnya kepada semua
mahkluknya. Oleh sebab itu, mereka yang berputus asa termasuk orang yang
berpaling dari rahmat Allah Swt. Rahmat Allah Swt bertebaran di muka bumi ini. Firman-Nya
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Qs.62:10). Untuk itu,
dipersilahkan kepada semua orang untuk menjemputnya dengan usaha masing-masing.
Ketika, satu karunia tidak didapatkan, maka carilah karunia yang lainnya. Hal
ini terus dilakukan sampai mendapatkan karunia yang diinginkannya. Ketika sudah
mendapatkannya, pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan orang
banyak. Selalu bersukur kepada-Nya atas anugerah yang telah diberikan Allah
Swt. Ketika anugerah atau karunia itu diambil-Nya lagi, maka harus bersabar dan
ikhlas. Tidak gampang berputus asa, apalagi sampai putus harapan dan tidak
berterima kasih. Dalam Al
Quran, Allah Swt menyatakan bahwa orang yang gampang
berputus asa dari rahmatnya itu sebagai orang yang sesat. Firman-Nya “Ibrahim
berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya,
kecuali orang-orang yang sesat.” (Qs.15:56). Di
ayat lain, Allah Swt menyamakan orang yang berputus asa dari rahmatnya itu
dengan orang-orang kafir. Firman-Nya “Hai
anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus
asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Qs.12:87). Orang-orang kafir yang telah berputus asa dari rahmat Allah
Swt itu kelak akan mendapatkan azab yang pedih dari Allah Swt. Firman-Nya “Dan
orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia,
mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu mendapat azab yang pedih. (Qs.29:23).
Untuk itu, Allah Swt
melarang hamba-Nya untuk berbuat melampaui batas dari anugerah yang
telah diberikannya. Setiap kesenangan yang diberikan-Nya hendaklah disyukuri dan
dipergunakan untuk berbuat baik. Ketika mengalami kegagalan janganlah berputus
asa karena Rahmat Allah itu luas dan kita bisa meraihnya dari jalan manapun
sesuai dengan perintah-Nya. Firman-Nya “Maha
Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia. (Qs.55:78). Di ayat lain, Allah Swt menyatakan bahwa
Karunia itu ada ditangan-Nya. Allah Swt akan memberikan karunia itu kepada
siapapun yang dikehendaki-Nya. Sebab, karunia Allah Swt itu sangat luas
(besar). Firman-Nya “Dan janganlah kamu percaya melainkan
kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk
(yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa
akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan
(jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi
Tuhanmu." Katakanlah: "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah,
Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha
Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui", Allah menentukan rahmat-Nya
(kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah mempunyai karunia yang
besar.” (Qs.3:73-74). Untuk itu, teruslah
berusaha untuk meraihnya dan jangan berputus asa. Agar bisa
meraihnya dengan baik, maka diperlukan kerja keras, kerja cerdas dan kerja
ikhlas. Semua potensi yang ada di dalam diri manusia itu harus dioptimalkan
sebaik mungkin. Kerja keras merupakan potensi fisik yang kuat dan sehat. Kerja
cerdas merupakan potensi otak yang dimiliki untuk bisa berbuat kreatif dan tuntas
dalam menyelesaikan setiap pekerjaan sesuai dengan waktu dan target yang telah
ditentukan. Sedangkan kerja ikhlas merupakan potensi hati (jiwa), agar
pekerjaan itu dikerjakan dengan tulus ikhlas sebagai sebuah pengabdian, baik
kepada institusi tempatnya bekerja sebagai hubungan antar sesama manusia,
maupun sebagai pengabdian kepada Sang Pencipta, Allah Swt. Sehingga, apapun
yang dikerjakannya bisa bernilai positif (bermanfaat) untuk dirinya dan orang
lain. Dan tentunya juga akan bernilai ibadah disisi-Nya. Ketika tiga potensi
ini dipadukan pada diri seseorang, maka akan mendatangkan suatu kekuatan yang luar
biasa. Yang bisa mendorong seseorang untuk selalu berusaha semaksimal mungkin
mencari karunia yang tersebar di muka bumi ini. Mereka tidak akan berputus asa
untuk mencari karunia itu. Baik darat, laut dan udara akan dipergunakan untuk
mencari karunia itu. Ketika mendapatkannya mereka akan mempergunakan nya dengan
sebaik mungkin untuk kebaikan orang banyak. Mereka akan bersukur (terima kasih)
terhadap karunia yang diberikan Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman-Nya “Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (Qs.16:14).
Putus asa merupakan perbuatan yang tidak baik. Allah
Swt telah melarang hambanya agar jangan berputus asa dari karunia-Nya di muka
bumi ini. Setiap orang yang memiliki kesusahan, kesedihan, kegagalan, atau bahkan
kebangkrutan dalam hidupnya, maka ia harus bisa bangkit. Berusaha semaksimal
mungkin agar bisa kembali bersemangat untuk mengarungi hidup ini. Untuk meraih
itu, di dalam Al qur’an, ada beberapa syarat yang diperlukan, diantaranya, Pertama kembali
(taubat) ke jalan yang baik. Lupakan segala kesedihan dan
kesalahan yang telah kita lakukan. Jadikan kegagalan
sebagai pengalaman dan pelajaran untuk bisa bangkit. Berusaha bangkit untuk menuju
keberhasilan yang lain sesuai dengan rida-Nya. Kedua, berserah
diri hanya kepada-Nya. Setiap usaha yang kita lakukan hendaklah diniatkan
karena Allah, agar terhindar dari hasil yang tidak baik yang menyebabkan 'azab'
Allah menimpa kita. Allah Swt yang memiliki karunia itu. Allah Swt pula
yang akan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Tentunya, mereka
yang memintanya dan berusaha untuk meraihnya dengan senantiasa mencoba untuk
mendekat kepada-Nya lah yang akan mendapatkan hasil yang diharapkan. Ketiga, ikutilah segala apa yang telah diperintahkan dan dilarangan-Nya. Berbuatlah
kebaikan dan jangan melakukan penipuan, kejahatan apalagi kerusakan. Sebab,
semua perbuatan jahat itu akan menghalangi keberuntungan seseorang. Perbuatan itu
justru akan mendatangkan ‘murka’ Allah Swt. Kalau Allah Swt sudah ‘murka’
dengan hamba-Nya, maka hidupnya akan terus mendapatkan kesusahan, penderitaan
dan kesedihan. Keempat, menyesali setiap kelalaian yang telah
dilakukan. Terutama kelalaian dalam menunaikan kewajiban yang telah dibebankan
kepada dirinya. Penyesalan itu merupakan pembuka untuk bisa memperbaiki
kesalahan yang telah dilakukan. Dengan begitu, ia akan berusaha untuk
memperbaiki dirinya. Tidak mau lagi mengulangi kesalahan yang telah
dilakukannya. Hidupnya akan diisi dengan kegiatan yang positif dan bermanfaat
untuk orang banyak. Sehingga tidak ada lagi kesedihan, kesusahan dan kesulitan
yang dirasakannya.
Kelima, muttaqin,
yakni jadilah orang yang bertakwa. Takwa merupakan derajat yang diberikan Allah
Swt karena telah menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Orang yang
telah mencapai derajat takwa, ia akan memiliki kesadaran Tuhan dimanapun ia
berada. Ia merasa, kehidupannya selalu ‘dilihat’ dan ‘diawasi’ oleh Allah Swt. Dengan
begitu, tidak ada lagi rasa enggan apalagi sengaja untuk berbuat yang tidak
baik. Hidupnya dipenuhi dengan kebaikan. Ibadah yang dikerjakannya bukan hanya
menunaikan kewajiban belaka, akan tetapi murni ingin mendekat dan ingin selalu bersama
dengan-Nya setiap saat. Ibadah yang dikerjakannya merupakan kebutuhan. Ibarat tubuh
perlu makan dan minuman untuk menopang kehidupan dan kekuatan dalam
beraktifitas. Begitu juga dalam ibadah. Ibadah itu dikerjakan untuk menopang
kehidupannya agar terus menjadi baik. Tentunya, selalu bisa dekat dan bersama
dengan-Nya. Semua syarat di atas telah dijelaskan di dalam Al-qur’an, yaitu “Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah
dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat
ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu
tidak menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat
besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap
Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan
(agama Allah), atau supaya jangan ada yang berkata: 'Kalau sekiranya Allah
memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa’.”
(Qs.39:53-57).
Karena itu, janganlah kita berputus asa dari Rahmat Allah. Setiap
kegagalan yang diperoleh, maka dibalik itu akan ada kesuksesan yang akan
didapatkan. Kegagalan merupakan bentuk kesuksesan yang tertunda. Jika
usaha yang dilakukan diniatkan karena Allah Swt, maka hasilnya akan baik dan disyukuri.
Selain itu, hati dan pikiran akan menjadi tenang. Tidak
tegang dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Kata gagal
itu hanya bahasa manusia saja. Padahal dihadapan Allah dia adalah orang yang
berhasil. Bersikaplah Sabar dan ikhlas dalam menerima setiap
kenyataan yang dialaminnya. Jangan mengeluh, marah, apalagi sampai menyalahkan
Allah Swt. Dengan begitu, ia akan mendapatkan tempat yang terbaik dihadapan-Nya,
baik sekarang maupun yang akan datang. Orang yang bisa menerima semua ketentuan dari
Allah Swt itu adalah orang yang sukses. Kesuksesan itu apabila
usaha yang kita lakukan sesuai dengan ajaran dan kehendak-Nya. Dalam hidupnya,
orang yang seperti itu akan selalu bersyukur dengan kelebihan dan kekurangan
yang dimilikinya, sehingga tidak ada lagi rasa putus asa di dalam dirinya. Semoga!!!
#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 24 Juli 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar