MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Selasa, 18 September 2018

Menjadi Guru Profesional = Sejahtera

Sabtu, 16 September 2018, Radar Banjarmasin menurunkan artikel dalam kolum opini dengan judul “Wahai Guru, Siapakah Kita?” Yang di tulis oleh Miliyanti, S.Pd.I (Guru SDIT Ihsanul Amal Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara). Pada bagian akhir tulisan, tertulis Wahai guru, siapakah kita? Menjadi seorang PNS untuk mencari materi bukanlah tujuan seorang guru. Mengajar, mendidik dan memimpin itulah tugas sebenarnya seorang guru. Maka dari itu berperanlah sesuai dengan peran yang memiliki tujuan yang lurus dan mulia. Guru harus membuang jauh-jauh niat utama hanya untuk sekadar memiliki materi. Niat yang baik dan dibarengi dengan keihklasan, serta kepribadian yang baik akan menjadikan kekuatan yang berimbas baik terhadap siswa. Maka kejayaan negara akan tercipta.

Dalam tulisan itu, disebutkan bahwa guru harus membuang jauh-jauh niat utama hanya sekadar memiliki materi. Memang, guru merupakan profesi yang sangat mulia. Akan tetapi, guru juga manusia yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab. Mereka memiliki keluarga, suami/isteri dan juga anak. Kebutuhan hidup mereka merupakan kewajiban dan tangggung jawab yang harus dipenuhi. Biaya hidup di zaman sekarang berbeda jauh dengan zaman dulu. Dulu guru diberi honor (gaji) ala kadarnya tidak masalah. Tidak diberi uang dan Cuma dikasih beras atau lauk-pauk pun tidak masalah. Bahkan ada guru yang mengajar tidak mendapatkan bayaran sama sekali. Tuh, dia berpikir masih ada penghasilan harian yang didapat dari hasil kebun atau sawah, sehingga cukup untuk biaya hidup diri dan keluarganya. Akan tetapi itu dulu. Sekarang sudah jauh berbeda dan bahkan sudah mencapai 1800. Tidak semua guru mempunyai sawah atau kebun. Walaupun ada, tidak semua bisa menggarapnya. Baik karena tidak punya keahlian ataupun tidak punya waktu untuk mengarapnya. Dewasa ini keperluan rumah tangga cukup besar. Belum biaya anak sekolah dan lain-lain. Hasil sawah dan ladang terkadang tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan hidup. Kita harus jujur, bahwa kebutuhan yang meningkat harus dibarengi dengan pendapatan yang cukup. Untuk itu, sangat wajar kalau profesi guru harus dihargai layaknya profesi yang lain. Kesejahteraan mereka harus benar-benar di penuhi dan mendapat jaminan.

Guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru. Digugu artinya diindahkan atau dipercayai. Sedangkan ditiru adalah dicontoh atai diikuti. Guru adalah manusia yang berjuang secara terus-menerus untuk melepaskan manusia dari kegelapan. Dia menyingkirkan manusia dari kejumudan (kebekuan, kemandekan) pikiran. Dia berusaha membebaskan manusia dari kebodohan yang membuat hidup mereka jauh dari ajaran Tuhan.  Dia berikhtiar melepaskan manusia dari sifat-sifat buruk yang akan menjerumuskan manusia kepada perilaku yang menyimpang dari agamanya. Dia bekerja keras siang dan malam untuk memberikan yang terbaik bagi anak didiknya. Terkadang, dia mengorbankan hartanya, keluarganya dan bahkan juga nyawanya untuk kesuksesan dan keberhasilan murid-muridnya.

Dari gambaran itu, jelas bahwa sosok guru bukan hanya sekadar profesi yang mendatangkan uang sebagaimana lazimnya sebuah profesi lainnya. Bukan pula profesi yang dapat mendatangkan gemerlapnya dunia kepada yang melakoninya. Guru adalah profesi di mana seseorang menanamkan nilai-nilai kebajikan ke dalam jiwa manusia. Membentuk karakter dan kepribadian manusia. Dengan ketulusan dan keihklasannya dalam memberikan pengajaran dan pendidikan, akan terbentuk nantinya generasi yang unggul, cerdas dan bermartabat, serta memiliki akhlakul karimah (Budi pekerti mulia). Sehingga, seorang guru dituntut tidak hanya memiliki kecerdasan yang tinggi, juga memiliki akhlak yang baik. Sebab, apapun perilaku guru baik saat mengajar di sekolah maupun di rumah setelah tidak lagi mengajar akan menjadi panutan (contoh) bagi orang lain. Untuk itu, profesi guru harus dihargai dan dihormati. Guru merupakan sosok pahlawan walaupun tidak memiliki tanda jasa seperti pahlawan kemerdekaan. Mereka harus benar-benar diperhatikan kesejahteraannya.

Dewasa ini guru dituntut profesional dalam menjalankan tugasnya. Artinya, guru bekerja sesuai dengan bidang keahliannya, kemudian mendapat peghargaan (dalam hal ini bayaran atau imbalan uang) karena pekerjaannya itu. Sebagai bentuk apresiasi dari pekerjaan yang sudah dilakukannya. Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2015 tentang Guru dan Dosen disebutkan pada pasal 2 ayat 1 bahwa “Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Dalam pasal 2 ayat 1 itu jelas disebutkan bahwa guru merupakan tenaga profesional pada jenjang pendidikannya. Karena guru merupakan tenaga profesional, maka pada Pasal 14 ayat 1 disebutkan hak yang akan didapat guru karena profesinya itu. Hal ini dinyatakan pada ayat 1 bagian (a) yang menyebutkan bahwa “Guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.”

Lebih jauh lagi di atur dalam pasal 15 ayat 3 bahwa “Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.” Artinya, dimanapun guru itu mengajar, apakah di Lembaga Pendidikan milik Pemerintah (Negeri) ataupun di Lembaga Pendidikan milik masyarakat (Yayasan) harus mendapatkan bayaran yang layak sesuai dengan kebutuhan keuangan di Lembaga pendidikan itu. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab untuk mensejahterakan guru. Pemeritah tidak harus mengangkat semua guru menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Akan tetapi, pemerintah harus berpikir dan berusaha untuk mensejahterakan guru. Beri gaji dan tunjangan yang layak. Kalau perlu beri juga mereka jaminan kesehatan dan perumahan. Kalau guru-guru di Indonesia sudah sejahtera, maka tugas pendidikan yang profesional akan terwujud. Guru tidak lagi stres memikirkan biaya hidup dan keluarganya. Dia bisa fokus mengajar dan mendidik untuk keberhasilan pendidikan di Indonesia. Sehingga tujuan pendidikan sesuai Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” bisa terwujud. Semoga…  


#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 18 September 2018

Rabu, 12 September 2018

Gepeng Jangan Diberi

Radar Banjarmasin, Sabtu, 8 September 2018 menurunkan berita “Pengemis Bawa Uang Rp 100 Juta”. Diberitakan bahwa Tim gabungan dari Dinas Sosial (Dinsos) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) dibuat kaget, ketika melakukan penertiban gelandangan dan pengemis (gepeng) di wilayah Pasar Kandangan. Pasalnya dari tujuh gepeng yang diamankan dan langsung dibawa ke Dinsos HSS, seorang pengemis bernama Asmuni (76) warga Kelurahan Jambu Hilir Kecamatan Kandangan, membawa tas selempang yang berisi beberapa gepok uang yang dibungkus kresek. Setelah dihitung petugas, total uangnya senilai Rp. 100.630.00. Dari pengakuan Asmuni, uang sebanyak itu tidak semuanya dari hasil minta-meminta. Dia mengatakan bahwa uang itu sebagiannya merupakan hasil dari menjual tanah. Benar atau tidak pengakuannya, yang jelas seorang gepeng mempunyai uang sebanyak itu merupakan hal yang cukup fantastis.  

Beberapa bulan yang lalu, video seorang wanita yang diduga pengemis sedang mengambil uang ratusan juta menjadi viral di media sosial. Dalam video itu tampak seorang wanita berpakaian lusuh sedang menghitung uang di sebuah bank. Menurut penelusuran, wanita itu berprofesi sebagai peminta-minta di sekitar Pasar Lama Banjarmasin. Dengan beredarnya video itu, berbagai macam tanggapan bermunculan di media sosial. Banyak yang menyayangkan bahwa seorang wanita yang berprofesi sebagai ‘peminta-minta’ ternyata mempunyai banyak sekali uang. Walau pun pihak keluarga sudah mengklarifikasi bahwa uang ratusan juta yang di ambil wanita itu bukan dari hasil meminta-minta. Akan tetapi, karena video itu sudah terlanjur tersebar, maka masyarakat menjadi berpandangan negatif terhadap para pengemis. 

Kasus seperti itu banyak di temui di daerah perkotaan. Tidak hanya di Banjarmasin, kejadian seperti itu merupakan persoalan yang sama terjadi di setiap kota-kota besar di Indonesia. Sebelumnya juga sempat viral di medsos, yaitu sekitar bulan Februari yang lalu juga heboh di daerah Tasikmalaya. Pada saat menggelar operasi gabungan penertiban tuna wisma, penyandang gangguan jiwa, dan pengemis oleh Satpol PP Kota Tasikmalaya telah mengamankan seorang pengemis yang bernama Epon (50 Tahun). Sepintas ini merupakan peristiwa biasa, namun saat di data dan di periksa dari tangan Epon petugas menemukan uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu yang ketika dihitung berjumlah Rp 34 juta. Kemudian, ada juga Siswari Sri Wahyuningsih (51 Tahun) di Semarang. Apa yang dibawa pengemis dan pengamen yang terjaring di Kota Semarang ini jauh lebih mencengangkan lagi. Dia kedapatan memiliki uang deposito sebesar Rp 140 juta dan uang tabungan di bank senilai Rp 16 juta. Saat dijaring, ia pun membawa uang tunai mencapai Rp 400.000, serta tiga surat BPKB kendaraan roda dua. Bahkan, sertifikat tanah seluas 105 meter persegi pun turut dibawa. Ia memiliki tiga anak dan kesemuanya dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Kejadian yang viral di medsos itu hanya sebagian kecil saja. Dan hanya kebetulan saja terciduk atau tertangkap saat ada rajia penertiban oleh Satpol PP daerah masing-masing. Masih banyak lagi para gepeng yang memiliki uang atau pun aset kekayaan yang tidak diketahu oleh orang banyak. Hal ini terbukti dengan menjamurnya gepeng itu di perkotaan. Ketika ditangkap petugas, kemudian di data dan di beri arahan setelah itu dilepaskan bukannya berhenti. Justru mereka akan kembali lagi beroperasi dan meminta-minta di tempat lain. Sehingga tidak jarang terjadi kucing-kucingan antara anggota Satpol PP dan para gepeng tersebut. Belum lagi, ada agen yang memasuk para gepeng itu untuk mencari keuntungan pribadi dan sebagainya.

Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) adalah sebuah fenomena kehidupan disebuah kota besar. Semakin besar dan maju kota itu, maka semakin banyak juga gepeng yang muncul. Hal ini merupakan suatu persoalan yang sangat pelik dihadapi pemerintah daerah. Satu sisi ingin menata kota agar lebih baik dan indah, serta menambah kemakmuran penduduknya ternyata ada para gepeng yang dapat merusak tatanan perkotaan. Hampir setiap kota besar mempunyai masalah dengan gepeng ini. Setiap kali ada penertiban bahkan sampai ditangkap dan dipenjara bukannya membuat mereka jera untuk meminta-minta, akan tetapi setelah dikeluarkan, mereka tetap kembali menjadi gelandangan dan pengemis.

Memang, ini merupakan suatu hal yang dilematis bagi pemerintah daerah setempat, dengan berbagai cara Pemerintah Daerah ingin sekali kota bebas dari gepeng, karena selain mengganggu pengguna jalan, membuat kumuh kota, juga mengurangi keindahan kota. Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan Pemerintah agar para gepeng ini tidak lagi berkeliaran maupun menunggu di persimpangan jalan kota untuk tidak meminta-minta. Diantaranya adalah mensosialiasikan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan gepeng,  pembinaan, pendidikan dan pelatihan, supaya mereka mempunyai keahlian/keterampilan bekerja, sehingga nantinya mereka dapat bekerja mandiri bahkan dapat membuka lapangan pekerjaan sendiri dan dapat hidup tanpa meminta-minta kepada orang lain lagi. Akan tetapi semua upaya dari pemerintah itu sepertinya tidak dihiraukan oleh para gelandangan dan pengemis.

Satu hal yang membuat gepeng ketagihan meminta-minta adalah kita selalu memberi. Memang ini merupakan sebuah budaya agamis. Kita kadang berkata, “apalah artinya memberi uang Rp. 500,- atau Rp. 1.000,-, anggaplah itu sedekah”. Tapi, bagi mereka itu sangat berharga, karena yang memberi tidak hanya seorang saja tapi bisa puluhan, ratusan atau mungkin lebih dalam satu harinya. Misalkan saja, seseorang memberi Rp. 500,- sehari dan yang memberi anggap saja 50 orang sehari, mereka sudah mendapatkan uang Rp. 25.000,- per hari. Apalagi kalua lebih dari itu dalam memberinya. Maka, wajar saja kalua ada gepeng yang memiliki uang dan tabungan di bank dengan jumlah puluhan hingga ratusan juta. Hal ini tidak menutup kemungkinan bisa mereka peroleh dalam sehari, bahkan mungkin saja lebih dari itu. Sebab, orang Banjar biasanya ‘Kada Pamurunan (tidak tega/kasihan)’, sehingga jarang tidak memberi dan ketika memberi pun biasanya agak banyak. Terlebih lagi dengan melihat penampilan para gepeng yang memberi belas kasihan. Hal ini menambah keprihatinan dan kepedulian para dermawan, sehingga tidak sungkan untuk memberikan uang kepada para gepeng itu.

Sebagai sebuah pendidikan bagi gepeng. Tidak ada salahnya kita ‘bapurun (bahasa banjar)’  untuk tidak memberi mereka. Bukannya kita ‘kejam’ atau tidak mau beramal jariyah dengan bersedekah kepada mereka, tetapi hal ini merupakan sebuah pengajaran bagi mereka, bahwa untuk mendapatkan uang itu susah (sulit). Rezeki harus dijemput dengan bekerja keras. Hal ini harus dicoba. Dengan tidak memberi uang kepada gepeng, diharapkan mereka akan berpikir untuk mencari pekerjaan lain. Bahkan mungkin mereka akan bekerja keras memeras keringat untuk mendapatkan rezeki yang halal lagi baik. Karena dalam ajaran agama Islam, kita dilarang meminta-minta, sebaliknya Islam mengajarkan untuk bekerja keras kepada umatnya dengan tidak bermalas-malasan dalam menjemput rezeki yang telah dianugerahkan Allah swt kepada hamba-hamba-Nya. Dengan begitu, kita telah membantu upaya pemerintah daerah dalam ‘memerangi’ para gepeng agar tidak ada lagi dan juga kita berharap mudaha-mudahan mereka sadar untuk tidak meminta-minta lagi kepada orang. Semoga!


Masroliyan Nor, S.Pd.I, M.Pd
Guru MAN 2 Balangan

Minggu, 09 September 2018

Hijrah : Momentum Persatuan Umat

Setiap tahun di peringati tahun baru Hijriah. Yaitu tahun baru dalam kalender Islam yang perhitungannya di mulai dari kepindahan atau hijrah Nabi Saw dari Makkah ke Madinah. Yang menetapkan sistem kalender Islam ini ialah Khalifah Umar bin Khattab. Keputusannya untuk menjadikan Hijrah Nabi Saw sebagai permulaan kalender Islam cukup menarik. Sebelum dibuat keputusan itu, sebenarnya ada berbagai usul tentang kapan sebaiknya kalender Islam itu di mulai perhitungannya. Saat kelahiran Nabi adalah titik mula yang baik untuk kalender itu. Hal serupa dilakukan oleh orang-orang Nasrani, yang memulai perhitungan kalender mereka dari saat kelahiran Nabi Isa Al-Masih (menurut pendapat mereka, yaitu akhir Desember, lalu dibulatkan 1 Januari). Maka kalender mereka dalam Bahasa Arab disebut kalender milady (kelahiran), selain juga biasa disebut kalender Masihi (Masehi).

Tetapi Umar tidak menerima ide-ide serupa itu. Beliau menerima salah satu ide yang muncul, yaitu ide penghitungan kalender Islam itu dari hijrah Nabi Saw. Sebab, dalam pandangan Umar, hijrah adalah peristiwa yang membalikkan keseluruhan perjalanan perjuangan Nabi menegakkan kebenaran. Bila di Makkah, selama 13 tahun, Beliau berhasil menanamkan iman kepada Allah dan mendidik akhlak pribadi-pribadi para Sahabat yang jumlahnya tidak terlalu besar, maka setelah Hijrah, di Madinah, langkah perjuangan Rasulullah Saw meningkat, yaitu membentuk masyarakat berperadaban. Karena itu nama kota tempat Beliau berhijrah, asal mula bernama Yastrib, Beliau ubah menjadi Madinah, yang maknanya ialah “kota” dalam pengertian “tempat peradaban”, hidup beradab, berkesopanan, dan teratur dengan hukum-hukum yang ditaati oleh semua warga”. Nama lengkapnya adalah Madinat al-Rasul atau Madinat al-Nabi yang berarti Kota Rasul atau Kota Nabi.

Hijrah Nabi Saw merupakan tonggak keberhasilan perjuangan Beliau menegakkan agama Islam. Selama di Makkah melakukan dakwah, hanya sedikit orang Makkah yang masuk Islam pada waktu itu. Bahkan selama Nabi Saw menyebarkan Islam, tidak jarang mendapat perlakuan yang kasar, intimidasi, bahkan ancaman pembunuhan. Beruntung Nabi Saw ketika berdakwah di Makkah mendapat sokongan dari isterinya Khadijah dan kemudian juga dari Paman Beliau Abu Thalib. Keduanya merupakan tokoh yang sangat dihormati di daerah itu. Sehingga para kafir Quraisy pada waktu itu tidak sembarangan berbuat semena-mena kepada Nabi Saw. Hal ini berbeda dengan para Sahabat yang mengikutinya. Banyak di kalangan sahabat yang mendapat hinaan, cercaan, siksaan dan bahkan pembunuhan. Sampai mencapai puncak ketika kedua tokoh itu meninggal dunia. Tekanan, siksaan dan ancaman pembunuhan semakin meningkat. Pada waktu itulah muncul tawaran dari penduduk Yatsrib (Sebelum dirubah menjadi Madinah) untuk hijrah (pindah) ke kota itu. Mereka akan menjamin keselamatan Nabi Saw dan pengikutnya. Mereka juga bersedia untuk berbaiat memeluk agama Islam dan membantu perjuangan Nabi Saw.

Dengan adanya jaminan itu, maka Nabi Saw Bersama sahabatnya melakukan hijrah. Disinilah, tonggak baru perjuangan untuk mencapai kebenaran Islam dilakukan. Rasulullah Saw menyatukan antara Muhajirin (penduduk Mekkah yang berhijrah) dengan Ansyar (sebutan penduduk Madinah yang telah memberi pertolongan). Persatuan yang terjalin antara Muhajirin dan Ansyar ini memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan Islam pada waktu itu. Agama Islam dapat berkembang pesat di daerah itu, sehingga membuat kafir Quraisy Makkah menjadi terancam dan ketakutan. Sehingga mereka menggalang kekuatan untuk menyerang dan menaklukkan kota Madinah. Akan tetapi, karena persatuan yang terjalin begitu kuat diantara Muhajirin dan Ansyar, maka mereka bisa bangkat untuk berperang melawan kafir Quraisy Makkah. Dalam sejarah tercatat banyak sekali peperangan yang dilakukan Rasulullah untuk melawan kezhaliman kafir Quraisy Makkah. Dan semuanya bisa dimenangkan oleh tantara Islam. Sampai nantinya penaklukkan kota Makkah yang menjadi persatuan umat Islam di jazirah Arab. Begitu penting dan besarnya pengaruh hijrah Nabi Saw itu, sehingga sangat wajar Umar bin Khattab menetapkan awal hijrah sebagai awal perhitungan kalender Hijriyah dalam Islam.

Untuk itulah, momentum pergantian tahun Hijriyah di tahun ini bisa membawa persatuan di antara umat Islam dan bangsa Indonesia. Saat ini persatuan umat Islam sudah mulai memudar. Perbedaan pendapat dan pilihan politik sangat mempengaruhi rasa persatuan dan persaudaraan umat Islam. Apalagi sebentar lagi kita akan memasuki tahun politik di 2019. Di mana pada tahun itu nantinya akan diselenggarakan pemilihan presidin dan wakilnya, serta pemilihan wakil rakyat di Parlemen (DPR, DPD dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota). Saat ini aroma persaingan, perselisihan dan perbedaan pendapat sudah mulai terasa. Saling dukung-mendukung terhadap Pasangan Calon (Paslon) sudah mulai terbuka. Saling jelek-menjelekkan satu sama lain mulai terlihat, khususnya di Media Sosial (Medsos). Tidak hanya sampai disitu, aroma ancaman, intimidasi dan kekerasan fisik juga mulai terasa. Perbedaan pilihan itu hendaknya disikapi dengan kepala dingin dan sabar. Apalagi sesama kaum Muslim, hendaklah tidak terjadi pertikaian, perkelahian, apalagi sampai menjadi permusuhan. Kita boleh mendukung paslon yang menurut kita baik. Selama program-program yang disampaikan akan mensejahterakan rakyat banyak. Calon pemimpin yang akan di pilih nantinya akan bisa memimpin bangsa Indonesia menjadi lebih sejahtera dan berkeadilan disegala aspek kehidupan. Akan tetapi, pilihan politik yang kita lakukan jangan sampai mengorbankan persatuan dan persaudaran sesama orang Islam. Ukhuwah Islamiyah harus tetap tegak dan segala-galanya bagi umat Islam. Berbeda pilihan merupakan sebuah keniscayaan. Selama ada beberapa pilihan, pasti akan terdapat perbedaan. Untuk itu, kita harus bisa menyikapi perbedaan itu dengan baik. Saling menghargai pilihan merupakan hal sangat baik. Sehingga persaudaran dan persatuan umat Islam khususnya dan rakyat Indonesia umumnya bisa terjalin dengan baik. Rukun, damai dan adil bisa terwujud. Dan bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar dan bermartabat. Semoga…


#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 8 September 2018

Jumat, 07 September 2018

Pesta Pasti Berakhir

Tulisan ini terinspirasi oleh sebuah judul lagu Rhoma Irama dengan judul yang sama, yaitu Pesta Pasti Berakhir. Tulisan ini bukan untuk menafsirkan isi lagunya. Karena saya bukan seorang yang ahli dalam menafsirkan sebuah lagu hehe… Saya hanya melihat bahwa lagu-lagu yang dibawakan oleh H. Rhoma Irama beserta Group Sonetanya mengandung nilai-nilai kehidupan yang luar biasa. Selain enak dan sahdu didengarnya, lagu-lagu yang Beliau ciptakan dan langsung dinyanyikannya penuh dengan makna, nasihat dan hikmah bagi mereka yang mendengarkannya. Semua kalangan yang menyukai pasti sepakat dengan apa yang saya sebutkan itu. Kebetulan saja, dalam tulisan ini saya hanya mencoba untuk memberikan sedikit ‘tafsir’__sekali lagi saya bukan ahli tafsir hehe___untuk lagu itu.  Lirik laguny menggambarkan tentang kehidupan di dunia ini yang hanya sementara. Sang penulis lagu mengibaratkan kehidupan dunia yang serba sementara ini dengan Pesta Pasti Berakhir. Bait pertama lirik lagu itu adalah :

Berumah megah bermobil mewah
Itu tujuan banyak manusia
Uang berlimpah pakaian indah
Itu tujuan banyak manusia
Makanan dan minuman yang serba lezat
Santapan yang selalu dicari
Rekreasi yang mahal serta memikat
Hiburan yang selalu dinikmati.

Dalam bait pertama, syair lagu itu diceritakan bahwa berumah megah, bermobil mewah dan uang belimpah serta pakaian yang indah merupakan tujuan banyak manusia. Dengan memiliki semua itu akan mudah mendapatkan makanan, minuman yang lezat. Rekresasi dan hiburan di manapun akan bisa dinikmati. Merupakan hal yang lumrah, bahwa kebanyakan dari manusia menginginkan semua itu. Hal ini sudah dinyatakan Allah bahwa ‘
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)’ (Qs.3:14). Mereka bekerja siang dan malam hanya untuk meraih semua itu. Kesuksesan hidup kadang diukur dengan punya rumah megah, mobil mewah, uang berlimpah, pakaian indah serta rekreasi dan hiburan yang membuat kesenangan meraka. Orang lain yang melihat pun akan cemburu dan menganggap semua kesenangan dunia telah mereka dapatkan. Seolah-olah ‘surga’ dunia sudah berada di dalam genggangannya. Padahal semua itu hanya sementara saja. Hal ini sudah digambarkan oleh H. Rhoma Irama dalam bait lirik lagu yang kedua, yaitu :

Makan-minumlah senang-senanglah
Dalam pesta kehidupan dunia
Tapi ingatlah gunakan pikir
Bahwa pesta pasti kan berakhir
Dunia hanyalah persinggahan
Dari sebuah perjalanan Panjang
Dunia bukanlah tujuan
Namun hanya ladang tempat bertanam.

Dalam lirik lagu itu disebutkan bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan dari sebuah perjalanan panjang. Dunia bukanlah tujuan, namun hanya ladang tempat bertanam. Dalam Bahasa Al qur`an dunia dinyatakan sebagai kesenangan yang palsu (Qs.57:20). Dalam ayat itu juga disebutkan bahwa dunia ini hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan. Di ayat lain (Qs.47:36) juga disebutkan bahwa “Kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau. Jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu, dan Dia tidak akan meminta hartamu. Bagi semua manusia dipersilahkan untuk menikmati semua kenikmatan dunia yang dimilikinya”. Tapi perlu diingat bahwa semua kenikmatan itu pastinya akan hilang dan lenyap. Istilah sang penulis lagu adalah Pesta Pasti Berakhir. Ya benar! Pesta pasti akan berakhir.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pesta adalah perjamuan makan minum (bersuka ria dan sebagainya) atau perayaan. Pesta yang dilakukan itu berbagai macam. Ada pesta perkawinan, ulang tahun, tunangan, panen, dansa, olahraga, sunatan, pesta demokrasi dan sebagainya. Tergantung kebutuhan dan kemampuan orang dalam menyajikan serta menyuguhkan pesta itu. Bagi orang yang memiliki kelebihan harta, maka pesta yang diselenggarakan akan mewah. Tempat acara biasanya digedung yang luas dan besar. Bisa juga di hotel berbintang dan sebagainya. Sedang mereka yang memiliki kemampuan harta benda yang menengah ke bawah, acara pesta bisa diselenggarakan di rumah atau Gedung yang tidak begitu besar yang bisa menampung banyak orang. Inti dari pesta itu adalah jamuan makan disertai dengan hiburan. Hiburan yang disuguhkan terkadang mendatangkan artis ibukota ataupun artis yang terkenal. Semua orang yang hadir di dalam pesta itu penuh dengan kebahagian, kecerian, senda gurau, tawa, senyum. Mereka menikmati jamuan makan dan alunan musik yang disuguhkan. Terkadang jamuan makan yang disuguhkan banyak sekali. Undangan yang datang bisa memilih menunya. Semuanya terasa enak, sedap dan lezat. Pesta yang diselenggarakan ada yang setengah hari, satu hari penuh dari pagi sampai malam, ada pesta itu diselenggarakan selama beberapa hari bahkan lebih dari satu bulan. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk bisa menggelar pesta itu. Semakin besar, megah, dan mewah pesta itu, maka semakin besar biaya yang dikeluarkan.

Begitulah pesta itu diselenggarakan, baik pestanya itu diselenggarakan setengah hari, sehari penuh, seminggu ataupun berbulan-bulan. Yang perlu diingat bahwa semua itu pasti ada akhirnya. Kesenangan dan kebahagian akan hilang seiring dengan berakhirnya pesta itu. Semuanya serba sementara dan tidak akan abadi. Bisa saja, setelah selesai pesta itu akan mendatangkan penderitaan. Allah menyatakan bahwa “Biarkanlah mereka itu (didunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui (akibat Perbuatannya)” (Qs.15:3), “Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat meminta penundaan(-nya)” (Qs.15:5). Pesta itu merupakan simbol dari kehidupan di dunia ini. Semua kesenangan hidup yang diterima di dunia suatu saat akan hilang. Pesta akan berakhir. Semua kehidupan di dunia ini pasti akan hilang dan lenyap. Hal ini akan di mulai saat kematian datang menjemput. Firman-Nya “(Bagi mereka) kesenangan (sesaat) ketika di dunia, selanjutnya kepada Kamilah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka azb yang berat karena kekafiran mereka” (Qs.10:70).

Semua makhluk hidup di muka bumi ini pasti akan mengalami kematian. Allah berfirman “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, seungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya” (Qs.3:185). Di ayat lain disebutkan “Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh” (Qs.4:78). Kematian akan menghilangkan semua kenikmatan dan kesenangan yang diperoleh di dunia ini. Tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menghindar dan lari dari kematian. Mereka yang sadar bahwa hidupnya akan menuju kepada kematian akan mengisi hidupnya dengan kebaikan. Pesta boleh saja dilaksanakan, sesederhana atau pun semewah-mewahnya. Akan tetapi jangan sampai lupa pada akhir dari pesta itu. Jangan sampai pesta yang diselenggarakan itu justru melalaikan kita akan kematian. Allah berfirman “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak, kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)” (Qs.102:1-3). Begitulah, Allah mengingatkan kepada kita bahwa setiap kesenangan dan kemewahan dunia akan melalaikan kepada nikmat dan kematian. Bahkan disebutkan dalam ayat itu sampai ke dalam kubur. Nauzdubillah…. Untuk itu, bagi mereka yang sadar bahwa ‘pesta akan berakhir’ akan mempersiapkan dirinya untuk ‘kembali’ kepada Allah Swt. Dia tidak tergoda dengan kesenangan, kemewahan dan kemegahan ‘pesta’ itu. Walaupun dia ikut di dalam pesta itu, akan tetapi jiwanya tidak terikat dan terbujuk oleh kesenangan acara didalamnya. Jiwanya tidak lalai dalam mengingat Allah. Semuanya dia lakukan hanya mengharap Ridha-Nya. Dan, tentunya bisa kembali menghadap-Nya dengan penuh kedamaian dan kebahagian. Semoga…

#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 7 September 2018

Sabtu, 01 September 2018

Iri Dengki

Diriwayatkan dari Anas bin Malik dia berkata, “Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah Saw, tiba-tiba beliau bersabda, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga’. Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.

Esok harinya Nabi Saw bersabda lagi, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya.

Besok harinya lagi Rasulullah Saw bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga!’ Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.

Setelah itu Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut, ‘Aku sedang punya masalah dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau mengijinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu.’
Dia menjawab, ‘Silahkan!’.

Anas berkata bahwa Amr bin Ash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut tidak pernah mendapatinya sedang qiyamul lail, hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu.

Abdullah juga mengatakan, ‘Saya tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik’. Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja Abdullah menganggap remeh amalnya, ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku, hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga’. Selesai beliau bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau.

Terang saja saya ingin menginap di rumahmu ini, untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah berkata demikian?’

Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, ‘Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya’. Abdullah bin Amr berkata, ‘Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya’.

Kalau dilihat dari cerita di atas, mungkin ada yang menganggap bahwa persoalan itu hal biasa. Sebab, orang yang diceritakan Rasulullah Saw merupakan orang biasa. Artinya, sahabat yang disebutkan Rasul Saw bukanlah orang yang terkenal seperti kebanyakan sahabat yang lain. Apa yang dilakukan orang itu pun bukanlah sesuatu yang besar, seperti jihad, berbakti kepada orang tua seperti Uwais Alkarni, sedekah dengan sebagian hartanya, banyak melakukan puasa sunnah, atau pun melakukan shalat sepanjang malam dan sebagainya. Hal ini sudah dibuktikan sendiri oleh Abdullah bin Amr. Dan telah diakui sendiri oleh yang bersangkutan. Ibadah yang dilakukannya merupakan hal yang biasa dilakukan oleh sebagian besar orang islam. Setiap kewajiban yang dijalankannya, juga dijalankan oleh orang islam lainnya. Tidak ada yang istemewa dari aktifitas kesehariannya. Akan tetapi, Rasul Saw justru mengatakan bahwa dia adalah seorang calon penghuni surga. Subhanallah…

Tidak semua sahabat yang mendapat jaminan surga dari Rasulullah Saw. Hanya segelintir orang saja yang mendapatkannya. Mereka merupakan orang-orang yang mengerahkan seluruh jiwa raga, harta dan bahkan keluarganya untuk membela agama Allah (Islam). Ketika sahabat itu berkata bahwa dia tidak memiliki iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang lain. Ini merupakan suatu hal yang luar biasa. Abdullah bin Amr sampai berkata bahwa itu merupakan sebuah amalan yang kami tidak mampu melaksanakannya. Secara teori mungkin mudah dilaksanakan, akan tetapi sangat sulit untuk mempraktekkannya.

Sikap iri ini merupakan perbuatan yang ada di dalam hati seseorang. Sehingga sulit untuk mengetahuinya. Bisa saja teman atau sahabat iri sama kita, tetangga yang satu dengan yang lainnya saling berlomba-lomba untuk memperindah rumah, beli mobil, motor dan sebagainya. Teman seprofesi, baik guru, dokter, kantor, perusahaan, bahkan dikalangan para ustadz dan ulama pun rasa iri itu ada. Ada yang secara jelas menampakkannya. Dan ada juga yang samar-samar. Kebanyakannya adalah tidak terlihat sama sekali. Kalau sikap iri itu nampak, maka kita akan mudah untuk mengetahuinya. Atau pun samar-samar sekalipun masih bisa dilihat atau dirasakan oleh yang bersangkutan. Artiya, ketika mengetahui atau menyadari bahwa orang lain memiliki sikap iri dengan keberadaan kita, maka bisa bersikap hati-hati dan mawas diri agar jangan sampai berubah menjadi dengki (hasad). Allah Swt menyatakan bahwa kita harus berlindung kepada-Nya dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki (Qs.113:5).

Melihat cerita di atas, muncul pertanyaan dibenak kita. Mengapa sebagian besar orang Islam (mungkin termasuk kita, pembaca dan penulis artikel ini) sangat sulit untuk tidak iri dengan orang lain. Sebuah pertanyaan yang gampang-gampang sulit untuk diberi jawaban. Hal itu, bisa ditanyakan kepada diri masing-masing. Rasakan dari lubuk hati yang paling dalam. Apakah selama kita hidup di dunia ini sering iri dengan orang lain. Ketika melihat orang lain berhasil (sukses) di dalam karir, pendidikan, usaha/bisnis, mendidik anak, rumah tangga, cinta-kasih, harta, jabatan, dan sebagainya. Kalau jawabannya ‘Ya’, maka kita termasuk orang yang tidak mampu melaksanakan amalan ‘surga’ itu. Tapi kalau jawabannya ‘Tidak’ berarti anda adalah seorang calon penghuni surga.

Iri yang yang berlebihan akan menimbulkan sikap dengki (hasad) di dalam dirinya. Hasad merupakan sikap membenci nikmat Allah yang dianugerahkan kepada orang lain, dengan harapan agar nikmat orang itu musnah. Hasad ini merupakan salah satu dari penyakit jiwa yang keji. Nabi Saw bersabda bahwa “Hasad itu memakan segala kebajikan sebagaimana api memakan segala kayu bakar”. Allah Swt berfirman “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Qs.4:32).
 
Untuk itu, kita harus bisa menghindari dan menghilangkan sikap iri apalagi dengki (Hasad) di dalam diri kita. Sikap iri itu salah satunya timbul akibat suka melihat kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. kelebihan yang dimiliki seseorang merupakan anugerah (rezeki) yang didapatnya. Bisa melalui usaha maupun pemberian dari orang tua (warisan) maupun orang lain. Ketika melihat kelebihan atau rezaki yang dimiliki seseorang maka dia merasa memiliki kekurangan. Akibat merasa kekurangan itulah timbul rasa iri didalam dirinya. Dalam pikirannya, orang yang mempunyai kelebihan akan merasa senang dan bahagia. Akibatnya, sikap iri itu tumbuh dalam jiwanya. Kalau rasa iri itu terus dibiarkan, maka akan berubah menjadi dengki. Sehingga sikap buruk untuk menghancurkan kebahagian orang akan muncul. Bisa saja dengan berbagai macam cara untuk mewujudkan sikap dengki itu agar tercapai.

Menghadapi sikap hasad ini, kita tidak perlu meladeninya karena sifat hasad bukan untuk di lawan. Kita hanya bisa menghadapinya dengan nasihat, kesabaran, dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Sebab, hanya Allah sajalah sebaik-baik pembalas keburukan hamba. Jika nasihat yang santun dan kesabaran tidak juga mengubah sikapnya, maka biarkanlah hasad itu menggerogoti kebaikan seseorang sebagaimana kobaran api yang saling melahap, satu sama lainnya.

Selain itu, bersyukur dengan apa yang dimiliki dan yang didapatkannya merupakan sebuah cara untuk menangkal bahkan bisa menghilangkan sikap iri dengki itu di dalam dirinya. Syukur disini bukan hanya mengucapkan kata Alhamdulillah (bukan hanya di mulut) akan tetapi merupakan sebuah perbuatan total menyadari setiap kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya dan juga kepemilikan dari orang lain. orang yang syukur, hatinya selalu senang dan bahagia ketika melihat keberhasilan dan kesuksesan yang didapatnya dan didapatkan orang lain. dia beranggapan bahwa keberhasilan dan kesusksesan itu merupakan anugerah dari Allah. Anugerah itu harus dijaga dan dipelihara agar terus berada (didapat)nya sampai akhir hayatnya. Orang yang bersukur, meyakini bahwa rezeki yang diberikan Allah kepada siapapun merupakan kewenangan-Nya. Allah Swt tidak pernah salah dalam memberikan rezeki kepada makhluk-Nya. Tinggal, bagaimana setiap orang mau bersyukur atau tidak terhadap rezeki yang didapatnya maupun didapat orang lain. ketika kita sadar bahwa setiap kenikmatan (rezeki) itu datang dari Allah Swt, maka hati kita akan terus terpaut kepada-Nya. Merasa senang dan bahagia terhadap karunia rezeki dirinya maupun orang lain. Sehingga tidak ada celah di hatinya perasaan iri apalagi sampai dengki terhadap nikmat yang di dapat orang lain. semoga….

#Menyebarluaskan Kebaikan#
Paringin, 1 September 2018

Popular