Di dalam Al Qur’an, Allah Swt memberikan pelajaran
kepada manusia tentang ‘dirinya’ berupa personifikasi. Banyak istilah dalam Al
qur’an menggunakan gaya bahasa personifikasi yang menggambarkan Allah sebagai
sosok, seperti manusia. Contoh ayat yang menggunakan bahasa personifikasi seperti
memiliki kursi (Qs. Al Baqarah (2): 255); menggulung langit dengan tangan
kanannya (Qs. Az Zumar (39); 67); singgasananya di atas air (Qs. Hud (11): 7); berkata-kata
(Qs. Asy Syura (42): 51); bersemayam dia atas arsy (Al A’raf (7): 54); tangan
kanan (Qs. Az zumar (39); 67); wajah Allah (Qs. Al Baqarah (2): 115), dll.
Dalam memahami bahasa personifiksi tersebut, kita tidak bisa secara parsial. Hal itu akan ‘merendahkan’ keagungan-Nya tanpa sengaja. Allah Swt tidak bisa digambarkan dengan apapun. Secanggih apapun pengetahuan manusia, tidak akan mampu mempersepsikan ‘kebesaran-Nya’.
Lantas, mengapa Dia memperkenalkan diri dengan bahasa personifikasi? Karena Allah menghendaki kita bisa memahami eksistensi-Nya. Manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan sangat terbatas, sehingga Allah menggunakan bahasa manusia untuk memperkenalkan diri-Nya.
Ketika memahami wajah Allah, jangan sampai persepsinya Allah memiliki wajah atau rupa seperti manusia. Wajah merupakan gambaran sesuatu yang tampak terlebih dahulu. Ketika kita bertemu dengan seseorang, maka yang terlihat lebih dulu oleh kita adalah wajahnya. Sebab, mata, hidung, telinga mulut letaknya ada dalam wajah manusia. Sehingga, ketika mata melihat maka yang terlihat awalnya adalah muka atau wajahnya. Begitu juga, ketika mendengar suara, walaupun tidak melihat wajah secara langsung, maka dibenaknyapun akan tergambar wajah si pemilik suara itu. Apalagi suara itu orang yang dikenalnya.
Wajah Allah merupakan gambaran ‘kebesaran-Nya’. Setiap mata memandang, baik kedepan-kebelakang, keatas-kebawah, kekiri-kekanan, maka yang dilihat adalah ‘wajah-Nya’. Allah Swt Maha Besar. Alam semesta dan isinya adalah ciptaan-Nya. Kita tidak bisa berpaling dari ‘menatap-Nya’. Kemanapun kita menatap, maka disitulah akan bertemu dengan ‘Diri-Nya’.
Wajah Allah akan jelas tergambar dalam benak manusia. Wajah Allah itu bukannya seperti wajah manusia yang memiliki rupa atau corak yang beragam. Wajah Allah itu berupa semua ciptaan-Nya yang ada disekeliling manusia. Semua ciptaan itu adalah milik-Nya. Dimanapun manusia berada, maka yang dilihatnya adalah milik Allah.
Allah Swt berada dimana-mana. Manusia tidak akan pernah luput dari pandangan-Nya. Walau berada di dalam perut bumi yang terdalam, atau berada di luar angkasa yang paling luar. Manusia tidak akan bisa menghindar dari ‘penglihatan-Nya’.
Oleh sebab itu, wajah Allah Swt berada dimana-mana. Kemanapun mata kita melihat, disitu akan tampak ‘wajah-Nya’. Manusia hanya bisa bersyukur ketika melihat sesuatu. Apalagi ketika yang dilihatnya itu sesuatu yang menakjubkan, sesuatu yang indah dan menyenangkan. Maka, kalimat tasbih (سُبْحَانَ اللهِ), tahmid (اَلْحَمْدُ لِلَّهِ), dan takbir (اَللَّهُ اَكْبَرُ) senantiasa terucap dari bibirnya. Yang terlihat hanya ‘KEBESARAN-NYA’. Wallahu a’lam bishshawab
Qs. Al Baqarah (2): 115
وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ
وَجۡهُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya)
lagi Maha Mengetahui.” #Menyebarluakan Kebaikan#
Paringin, 1 Maret 2025
1 komentar:
Jdhdhshsh
Posting Komentar