Nasihat
adalah ajaran atau
pelajaran yang baik. Bisa juga berarti anjuran berupa petunjuk,
peringatan dan teguran yang
baik. Nasihat bisa juga berarti ibarat yang terkandung dalam suatu cerita atau pesan moral dalam
kandungan cerita itu
mengandung bagi pembaca ataupun yang mendengarkan isi cerita yang disampaikan
secara lisan. Nasihat itu merupakan pesan-pesan atau petuah yang disampaikan kepada
seseorang atau orang banyak. Nasihat biasanya berisi pesan kebaikan. Akan
tetapi ada juga nasihat itu yang berisi keburukan dan kejahatan. Seperti
pesan-pesan agama yang menyimpang dari ajaran yang ada di dalam kitab sucinya. Dalam
Islam, ajaran seperti itu dikategorikan sebagai aliran sesat. Bentuk nasihat
yang disampaikan itu bermacam-macam, mulai dari pesan berupa lisan dan
tulisan yang
disampaikan orang tua, guru, ulama, tokoh masyarakat, pejabat,
sahabat, saudara dan
sebagainya. Dewasa ini, nasihat yang disampaikan berupa lisan dan
tulisan sudah sangat mudah disampaikan. Artinya, pesan-pesan kebaikan tidak
hanya terbatas kepada orang-orang yang dekat dengannya, akan tetapi pesan yang
disampaikan itu bisa menyebar kepada orang yang jauh. Dulu nasihat hanya bisa
diberikan kepada orang yang dikenal saja. itupun bisa disampaikan ketika
bertemu atau bertatap muka secara langsung. Nasihat atau pesan yang disampaikan selain berupa
lisan, bisa juga berupa tulisan, gambar, video, pamplet, spanduk, banner dan
lain-lain. Semua itu, bisa di pajang di pinggir jalan, di atas
jalan, baleho, di depan rumah, kantor, gedung dan sebagainya.
Pada zaman now ini, nasihat banyak disebarkan melalui internet,
baik website, blog, email, dan juga media sosial seperti facebook, BBM,
Twetter, whatsApp, Telegram, dan lain-lain. Nasihat itu, intinya adalah ketika
pesan yang ingin disampaikan bisa diterima oleh orang. Maka dari itu, media
yang dipakai untuk menyebarkan pesan itu bisa apa saja. Tergantung si
penggunanya, mau memakai apa sebagai medianya.
Dengan
kemajuan teknologi informasi sekarang ini, pesan berupa nasihat itu bisa
diberikan dan disampaikan kepada siapapun dan tidak terbatas kepada orang
maupun golongan tertentu saja. Hal ini menyebabkan semua orang bisa
menerima pesan dan informasi dari manapun dan siapapun. Media sosial merupakan sarana
komunikasi yang sangat luas. Pertemanan melalui medsos yang tidak terbatas,
menyebabkan setiap orang bisa saling menyapa, berkomunikasi, berbicara dan
saling berbagi informasi yang mereka ketahui. Ketika nasihat diposting atau
di unggah di internet, maka nasihat yang
disampaikan menjadi tersebar kemana-mana. Pembacanya pun menjadi beragam, tidak
hanya di daerah sendiri, bahkan sudah menasional dan bahkan
bisa mendunia.
Kita tidak bisa lagi, membatasi pembaca. Siapapun dan dimanapun bisa membaca
pesan kita di dunia maya itu. Untuk itu, Nasihat yang
disampaikan hendaklah berisi kebaikan. Janganlah nasihat itu berupa ujaran
kebencian yang disampaikan kepada orang lain. Ketika kita menyampaikan kebaikan
di dunia maya, dan pesan itu juga dianggap baik
oleh orang lain, maka kita akan mendapatkan kebaikan dan
manfaat dari pesan itu. Tentunya akan berbuah pahala dan
berkah dari Allah Swt. Begitu sebaliknya, ketika pesan yang diunggah adalah
ujaran kebencian, maka tentunya akan mendapatkan caci maki serta hinaan dari
orang banyak. Orang yang membaca atau mendengarkannya akan
terjerumus kepada kejahatan dan kesesatan. Tentunya, orang yang
memberikan pesan itu akan ikut terlibat serta bertanggung jawab terhadap
perbuatannya itu. Tidak sedikit mereka yang menyebarkan ujaran kebencian yang di tangkap aparat dan dipenjarakan. Itu baru di dunia,
kalau tidak taubat maka di akhirat lebih pedih lagi azabnya. Na’uzdubillah.
Dalam Al qur’an, Allah Swt menyatakan bahwa manusia itu berada
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan
serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Firman-Nya “Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat
menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Qs.103:2-3). Di
dalam ayat itu, Allah Swt menyatakan bahwa salah satu kerugian dalam hidup ini
apabila tidak saling menasihati kepada kebaikan dan kesabaran. Nasihat kebaikan
merupakan suatu hal sangat dianjurkan. Terkadang, manusia lupa dan lalai dalam
hidupnya. Ada pepatah Arab yang menegaskan hal itu, yaitu الانسان محل الخطاء والنسيان (Manusia adalah
tempatnya salah dan lupa). Dengan
predikat manusia seperti itu, maka sangatlah wajar kalau manusia itu perlu
diberi dan menerima nasihat. Dengan begitu, ia akan kembali ingat dan sadar
atas kelalaian dan kesalahan yang telah diperbuatnya. Dan, tidak akan
mengulangi lagi kesalahan atau pun kelalaian yang sama. Di dalam hadits,
Nabi Saw bersabda bahwa “Setiap anak Adam pernah
berbuat salah dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertobat dari
kesalahannya.” (HR. At Tirmidzi no.
2499, Hasan). Tobat merupakan rasa penyesalan yang
sungguh-sungguh dalam hati dengan disertai permohonan ampun serta meninggalkan
segala perbuatan yang menimbulkan dosa. Rasa penyesalan terhadap dosa dan
keasalahan itu juga dibarengi dengan perbuatan baik. Sehingga pertobatan yang
dilakukan itu benar-benar murni untuk tidak melakukan lagi perbuatan yang tidak
baik. Imam Al Ghazali membagi tobat menjadi tiga tingkatan. Pertama, Meninggalkan
kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih pada kebaikan karena takut kepada
siksa Allah Swt. Kedua, Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju
ke situasi yang lebih baik lagi. Keadaan ini disebut Inabah. Dan Ketiga,
Rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada
Allah Swt. Hal ini disebut dengan Aubah.
Nasihat yang kita sampaikan merupakan sebuah kebenaran. Untuk itu,
diantara pembaca dan penerima pesan itu ada yang suka dan tidak menyukainya.
Seperti itulah kenyataan yang harus dihadapi ketika ingin menyampaikan pesan
kebenaran. Suka dan tidak suka merupakan resiko yang harus dihadapi. Kita tidak
bisa memuaskan dan membuat semua orang senang dan menerima
pesan kebaikan yang kita lakukan. Tugas kita hanya menyampaikan, selebihnya
serahkan kepada Allah Swt. Karena Dia-lah yang membolak-balikkan hati seseorang
untuk bisa menerima atau menolak kebenaran yang kita sampaikan. Hal ini juga
dihadapi oleh para Nabi dan Rasul, para ulama di seluruh
dunia dan tentunya kita semua yang punya kekurangan ini. Hal ini dinyatakan di
dalam Al Quran bahwa para Nabi dan Rasul itu sebagai penyampai amanat dan
memberi nasihat kepada umatnya agar selalu berbuat baik. Misalnya, Nabi Shaleh sebagai
penyampai amanat yang meninggalkan umatnya. Mereka telah diberi
nasihat, akan tetapi justru mereka tidak menyukainya. Hal ini
dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya “Maka
Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata:
"Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat
Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai
orang-orang yang memberi nasihat.” (Qs.7:79).
Di ayat lain juga diceritakan bahwa Nabi Syu’ab menyatakan sebagai
penyampai amanat dan memberi nasihat untuk tidak bersedih hati terhadap
orang-orang yang mengingkari ajaran (nasihatnya). Firman-Nya “Maka
Syu'aib meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku
telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat
kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang
kafir?". (Qs.7:93). Nabi
Hud juga menyatakan bahwa Dia merupakan utusan dari Allah Swt untuk
menyampaikan amanat (pesan/ajaran) dari Tuhannya. Nabi Hud juga sebagai pemberi
nasihat yang terpercaya. Artinya, nasihat yang disampaikan betul-betul
bersumber dari Allah Swt yang sangat baik untuk dilaksanankan agar bisa
mencapai kebaikan di dunia dan akhirat kelak. Firman-Nya “Hud
herkata "Hai kaumku, tidak ada
padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan
semesta alam. Aku menyampaikan
amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya
bagimu." (Qs.7:67-68). Nabi Nuh juga
menyatakan bahwa Dia sebagai utusan Tuhan semesta alam yang bertugas untuk
menyampaikan amanat dari Tuhannya. Tidak ada sedikitpun kesesatan maupun
kejahatan yang disampaikannya. Semua yang disampaikannya merupakan kebenaran
dari Tuhannya. Selain itu, Nabi Nuh juga memberi nasihat tentang sesuatu yang
diinformasikan Allah Swt kepadanya. Informasi yang disampaikan itu merupakan sesuatu
yang tidak diketahui sama sekali oleh umatnya, yakni hal-hal yang gaib. Semua
itu akan dapat diketahui dengan jalan wahyu dari Allah Swt. Firman-Nya “Nuh
menjawab: "Hai kaumku, tak ada
padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta
alam. Aku
sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak
kamu ketahui.” (Qs.7:61-62). Bahkan Nabi Musa diberikan
nasihat oleh orang lain. sebab para pembesar negeri (Firaun) pada waktu itu
berencana untuk membunuhnya. Firman-Nya “Dan
datanglah seorang laki-laki dari ujung kota
bergegas-gegas seraya berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri
sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota
ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.” (Qs.28:20).
Demikianlah beberapa contoh, Nabi dan Rasul dulu, ketika menyampaikan ajaran
kebaikan dari Allah, ada yang mau mengikuti dan banyak juga yang tidak menyukai
bahkan ditentang dan Nabinya pun diolok-olok, diintimidasi, dizalimi bahkan mau
dibunuh.
Sekelas Nabi dan Rasul saja seperti itu, maka kita yang dhaif dan
serba kekurangan ini pun akan mendapatkan perlakuan yang sama ketika menyampaikan
pesan kebaikan. Untuk itu Allah menyampaikan bahwa agar dengan kisah para Nabi
dan Rasul itu meneguhkan hati kita, didalamnya telah diberikan kepada kita
segala kebenaran, nasihat, dan peringatan bagi orang yang beriman. Hal telah
dinyatakan Allah Swt dalam firman-Nya “Dan
semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Qs.11:120). Selain itu, Allah Swt menyatakan agar tunduk dan
patuh kepada hukum yang telah diturunkan-Nya melalui Rasul-Nya. Akan tetapi,
orang-orang yang munafik akan menghalangi manusia dengan sekuat-kuatnya agar
tidak mengikuti hukum atau ajaran yang di bawa para Nabi dan Rasul itu. Padahal,
Allah Swt mengetahui apa yang ada di dalam hati seseorang. Maka, berpalinglah atau tolaklah
setiap ajakan dari orang munafik itu ketika mereka mengajak untuk menentang
hukum (aturan) yang telah ditetapkan
Allah Swt. Agar mereka menyadari kesalahan dan
kehilafan yang dilakukannya, maka berilah mereka nasihat dan pelajaran yang baik, dan
katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya agar mereka sadar bahwa perbuatan yang mereka lakukan
merupakan perbuatan yang tidak baik. Hal ini sesuai dengan firman-Nya “Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah
kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum
Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia)
dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang
munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri,
kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami
sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang
sempurna." Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang
di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah
mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada
jiwa mereka.” (Qs.4:63).
Perbuatan baik merupakan jalan yang menghantarkan seseorang kepada
kebaikan pula. Kebaikan yang di dapat
akan terus membekas di dalam jiwanya. Kapanpun dan dimanapun berada, ia akan
terus melakukan dan menyebarkan kebaikan itu sampai ajal menjemputnya kelak. Karena itu, kalau kita sudah
yakin dan memiliki tekad yang kuat untuk berbuat kebaikan maka teruskanlah, dan
serahkan semua hasil dan dampaknya hanya
kepada Allah Swt. Allah menyatakan apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah (sikap pasrah diri hanya kepada kehendak Allah). Sesungguhnya Allah Swt menyukai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya. Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada orang yang dapat
mengalahkan kamu. Sekuat dan setangguh apapun orang itu. Allah Swt pasti akan membantu dan menolong hamba-Nya
yang telah berserah diri kepada-Nya. Dengan tawakal, hati terhubung langsung
kepada Allah sehingga seorang Mukmin tidak mencari pertolongan dan perlindungan
kepada makhluk, tetapi hanya kepada-Nya. Karena itu hendaklah kepada
Allah saja orang-orang yang beriman itu berserah
dirinya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Jika Allah
menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah
membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat
menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada
Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (Qs.3:159-160).
Orang yang memiliki sifat tawakal di dalam hidupnya, maka ia akan
merasakan manfaat yang luar biasa dari sifat itu. Manfaat yang didapatnya tidak
hanya di dunia, bahkan akan ia dapatkan juga di akhirat kelak. Di dalam Al qur'an, Allah Swt telah menyatakan beberapa manfaat tersebut, diantaranya
adalah, Pertama, ia akan dicintai oleh Allah Swt. Firman-Nya
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Qs.3:159).
Kedua, selalu dicukupkan
rezeki (keperluan)nya dengan jalan yang tidak disangka-sangka. Firman-Nya “Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Qs.65:3). Ketiga, terhindar dari
godaan setan. Firman-Nya “Sesungguhnya
setan
itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada
Tuhannya. (Qs.16:99).
Keempat, mendapat tempat yang bagus di dunia. Firman-Nya “Dan
orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan
memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di
akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang
sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal.
(Qs.16:41-42). Kelima, terhindar dari sasaran fitnah dan tipu daya orang kafir. Firman-Nya “Lalu
mereka berkata: "Kepada Allahlah kami bertawakal! Ya Tuhan kami;
janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang'zalim, dan
selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang
kafir." (Qs.10:85-86). Keenam,
tempat yang tinggi di surga dan kekal di
dalamnya. Firman-Nya “Dan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya
akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah
sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang
bersabar dan bertawakkal kepada Tuhannya.” (Qs.29:58-59).
Begitulah, nasihat sebagai suatu bentuk penyampai pesan
kebaikan kepada manusia. Bagi mereka yang mau menerima nasihat kebaikan itu,
maka ia akan merasakan manfaat yang besar di dunia dan dia akhirat kelak. Setiap
orang pasti tidak ingin mendapatkan keburukan di dunia dan akhirat. Keburukan itu
akan mendatangkan kesengsaraan. Setiap kesengsaraan itu merupakan bentuk ‘azab’
yang diberikan Allah Swt kepada mereka yang enggan menerima nasihat itu. Hal ini
telah dirasakan oleh umat terdahulu. Dimana mereka tidak mau menerima ajaran
(nasihat) dari para Nabi dan Rasulnya. Justru mereka menentang dan
menghalang-halangi agar ajaran itu tidak diterima oleh orang lain. Hal ini
dijelaskan Allah dalam firman-Nya “Marilah
kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum
Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia)
dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang
munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri,
kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami
sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang
sempurna." Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang
di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah
mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada
jiwa mereka.” (Qs.4:63). Di dalam ayat ini juga
dinyatakan bahwa orang-orang munafik yang suka menghalang-halangi dakwah para
Nabi akan ditimpa musibah akibat olah perbuatan mereka sendiri. Para Nabi dan
Rasul tidak menginginkan umatnya mendapat musibah dan azab dari Allah Swt. Karena
itu mereka tidak henti-hentinya untuk memberi nasihat. Akan tetapi mereka lebih
suka mengikuti kebiasaan masa lalu mereka yang tidak mau taat kepada Allah Swt.
Hal ini telah dilakukan Nabi Hud kepada kaumnya. Justru kaumnya berkata bahwa
sama saja antara diberi nasihat dan tidak diberi nasihat. Mereka tetap
mengikuti agama nenek moyang mereka karena sudah menjadi kebiasaan mereka. Hal ini
dijelaskan Allah Swt dalam firman-Nya “Sesungguhnya
aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar." Mereka menjawab: "Adalah sama saja bagi kami,
apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan
orang dahulu dan kami sekali-kali tidak akan di "azab.”
(Qs.26:135-138). Mereka mengira, bahwa Allah
tidak akan memberikan hukuman (azab) kepadanya. Padahal, akibat mereka
mendustakan Nabi nasihat (ajaran) yang dibawa Nabi Hud tersebut, maka Allah Swt
membinasakan mereka. Hal sesuai dengan firman-Nya “Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan
mereka. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan
mereka tidak beriman. (Qs.26:139).
Hal ini juga
terjadi kepada Nabi Nuh. Umat Nabi Nuh juga tidak mau menerima nasihat (ajaran)nya.
Bahkan mereka menantang supaya didatangkan azab kepada mereka. Nabi telah
memberikan nasihatnya, bahwa hanya Allah yang akan mendatangkan azab kepada
mereka. Kalau azab itu sudah datang, maka mereka tidak akan bisa lepas dari
itu. Hal ini sesuai dengan Firman-Nya “Mereka
berkata "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan
kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada
kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang
benar. Nuh menjawab : "Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab
itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan
diri. (Qs.11:32-33). Dan azab Allah pasti akan datang. Kaum Nuh yang menentang nasihat
(ajaran) yang dibawanya akan ditenggelamkan oleh banjir besar oleh Allah Swt. Firman-Nya
“ Dan buatlah bahtera
itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan
dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan
ditenggelamkan.” (Qs.11:37).
Begitulah, Allah
Swt memberikan hukuman kepada mereka yang tidak mau mengikuti nasihat kebenaran
itu. Musibah dan azab akan diberikan kepada mereka yang suka menentangnya. Untuk
itu, sebagai orang yang beriman hendaklah saling memberi nasihat kepada
kebaikan dan kesabaran dalam menjalani kehidupan ini. Dengan begitu, maka kita
akan selalu ingat dari kelalaian dan kelupaan kepada Sang Pencipta. Siapapun yang
memberi nasihat kepada kita, terimalah. Cobalah untuk melihat isi nasihat yang
diberikannya kepada kita. Jangan melihat siapa yang mengucapkan dan pemberi
nasihat itu. Biarpun yang memberi nasihat itu adalah orang yang jahat. Selama itu
baik dan benar, maka laksanakanlah. Sebab, dengan menerima nasihat itu, maka
kita akan menjadi orang yang baik. Atau paling tidak, berusaha belajar untuk
menjadi orang baik. Semoga!.
#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 29 Juli 2019