MENYEBARLUASKAN KEBAIKAN

Web ini Kumpulan tulisan kajian keagamaan yang menarik berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Selain tulisan, Web juga berisi berita menarik seputar Madrasah, Video Tiktok dan Youtube yang baik untuk ditonton. Ikuti terus kajiannya, jangan sampai terlewatkan. Baca semua tulisannya. Semoga mendapatkan kebaikan. Amin

Senin, 29 Juli 2019

Nasihat

Nasihat adalah ajaran atau pelajaran yang baik. Bisa juga berarti anjuran berupa petunjuk, peringatan dan teguran yang baik. Nasihat bisa juga berarti ibarat yang terkandung dalam suatu cerita atau pesan moral dalam kandungan cerita itu mengandung bagi pembaca ataupun yang mendengarkan isi cerita yang disampaikan secara lisan. Nasihat itu merupakan pesan-pesan atau petuah yang disampaikan kepada seseorang atau orang banyak. Nasihat biasanya berisi pesan kebaikan. Akan tetapi ada juga nasihat itu yang berisi keburukan dan kejahatan. Seperti pesan-pesan agama yang menyimpang dari ajaran yang ada di dalam kitab sucinya. Dalam Islam, ajaran seperti itu dikategorikan sebagai aliran sesat. Bentuk nasihat yang disampaikan itu bermacam-macam, mulai dari pesan berupa lisan dan tulisan yang disampaikan orang tua, guru, ulama, tokoh masyarakat, pejabat, sahabat, saudara dan sebagainya. Dewasa ini, nasihat yang disampaikan berupa lisan dan tulisan sudah sangat mudah disampaikan. Artinya, pesan-pesan kebaikan tidak hanya terbatas kepada orang-orang yang dekat dengannya, akan tetapi pesan yang disampaikan itu bisa menyebar kepada orang yang jauh. Dulu nasihat hanya bisa diberikan kepada orang yang dikenal saja. itupun bisa disampaikan ketika bertemu atau bertatap muka secara langsung. Nasihat atau pesan yang disampaikan selain berupa lisan, bisa juga berupa tulisan, gambar, video, pamplet, spanduk, banner dan lain-lain. Semua itu, bisa di pajang di pinggir jalan, di atas jalan, baleho, di depan rumah, kantor, gedung dan sebagainya. Pada zaman now ini, nasihat banyak disebarkan melalui internet, baik website, blog, email, dan juga media sosial seperti facebook, BBM, Twetter, whatsApp, Telegram, dan lain-lain. Nasihat itu, intinya adalah ketika pesan yang ingin disampaikan bisa diterima oleh orang. Maka dari itu, media yang dipakai untuk menyebarkan pesan itu bisa apa saja. Tergantung si penggunanya, mau memakai apa sebagai medianya.

Dengan kemajuan teknologi informasi sekarang ini, pesan berupa nasihat itu bisa diberikan dan disampaikan kepada siapapun dan tidak terbatas kepada orang maupun golongan tertentu saja. Hal ini menyebabkan semua orang bisa menerima pesan dan informasi dari manapun dan siapapun. Media sosial merupakan sarana komunikasi yang sangat luas. Pertemanan melalui medsos yang tidak terbatas, menyebabkan setiap orang bisa saling menyapa, berkomunikasi, berbicara dan saling berbagi informasi yang mereka ketahui. Ketika nasihat diposting atau di unggah di internet, maka nasihat yang disampaikan menjadi tersebar kemana-mana. Pembacanya pun menjadi beragam, tidak hanya di daerah sendiri, bahkan sudah menasional dan bahkan bisa mendunia. Kita tidak bisa lagi, membatasi pembaca. Siapapun dan dimanapun bisa membaca pesan kita di dunia maya itu. Untuk itu, Nasihat yang disampaikan hendaklah berisi kebaikan. Janganlah nasihat itu berupa ujaran kebencian yang disampaikan kepada orang lain. Ketika kita menyampaikan kebaikan di dunia maya, dan pesan itu juga dianggap baik oleh orang lain, maka kita akan mendapatkan kebaikan dan manfaat  dari pesan itu. Tentunya akan berbuah pahala dan berkah dari Allah Swt. Begitu sebaliknya, ketika pesan yang diunggah adalah ujaran kebencian, maka tentunya akan mendapatkan caci maki serta hinaan dari orang banyak. Orang yang membaca atau mendengarkannya akan terjerumus kepada kejahatan dan kesesatan. Tentunya, orang yang memberikan pesan itu akan ikut terlibat serta bertanggung jawab terhadap perbuatannya itu. Tidak sedikit mereka yang menyebarkan ujaran kebencian yang di tangkap aparat dan dipenjarakan. Itu baru di dunia, kalau tidak taubat maka di akhirat lebih pedih lagi azabnya. Na’uzdubillah.

Dalam Al qur’an, Allah Swt menyatakan bahwa manusia itu berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. Firman-Nya Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Qs.103:2-3). Di dalam ayat itu, Allah Swt menyatakan bahwa salah satu kerugian dalam hidup ini apabila tidak saling menasihati kepada kebaikan dan kesabaran. Nasihat kebaikan merupakan suatu hal sangat dianjurkan. Terkadang, manusia lupa dan lalai dalam hidupnya. Ada pepatah Arab yang menegaskan hal itu, yaitu الانسان محل الخطاء والنسيان (Manusia adalah tempatnya salah dan lupa). Dengan predikat manusia seperti itu, maka sangatlah wajar kalau manusia itu perlu diberi dan menerima nasihat. Dengan begitu, ia akan kembali ingat dan sadar atas kelalaian dan kesalahan yang telah diperbuatnya. Dan, tidak akan mengulangi lagi kesalahan atau pun kelalaian yang sama. Di dalam hadits, Nabi Saw bersabda bahwa “Setiap anak Adam pernah berbuat salah dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertobat dari kesalahannya.(HR. At Tirmidzi no. 2499, Hasan). Tobat merupakan rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati dengan disertai permohonan ampun serta meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa. Rasa penyesalan terhadap dosa dan keasalahan itu juga dibarengi dengan perbuatan baik. Sehingga pertobatan yang dilakukan itu benar-benar murni untuk tidak melakukan lagi perbuatan yang tidak baik. Imam Al Ghazali membagi tobat menjadi tiga tingkatan. Pertama, Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih pada kebaikan karena takut kepada siksa Allah Swt. Kedua, Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju ke situasi yang lebih baik lagi. Keadaan ini disebut Inabah. Dan Ketiga, Rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah Swt. Hal ini disebut dengan Aubah.

Nasihat yang kita sampaikan merupakan sebuah kebenaran. Untuk itu, diantara pembaca dan penerima pesan itu ada yang suka dan tidak menyukainya. Seperti itulah kenyataan yang harus dihadapi ketika ingin menyampaikan pesan kebenaran. Suka dan tidak suka merupakan resiko yang harus dihadapi. Kita tidak bisa memuaskan dan membuat semua orang senang dan menerima pesan kebaikan yang kita lakukan. Tugas kita hanya menyampaikan, selebihnya serahkan kepada Allah Swt. Karena Dia-lah yang membolak-balikkan hati seseorang untuk bisa menerima atau menolak kebenaran yang kita sampaikan. Hal ini juga dihadapi oleh para Nabi dan Rasul, para ulama di seluruh dunia dan tentunya kita semua yang punya kekurangan ini. Hal ini dinyatakan di dalam Al Quran bahwa para Nabi dan Rasul itu sebagai penyampai amanat dan memberi nasihat kepada umatnya agar selalu berbuat baik. Misalnya, Nabi Shaleh sebagai penyampai amanat yang meninggalkan umatnya. Mereka telah diberi nasihat, akan tetapi justru mereka tidak menyukainya. Hal ini dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat. (Qs.7:79).

Di ayat lain juga diceritakan bahwa Nabi Syu’ab menyatakan sebagai penyampai amanat dan memberi nasihat untuk tidak bersedih hati terhadap orang-orang yang mengingkari ajaran (nasihatnya). Firman-Nya Maka Syu'aib meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?". (Qs.7:93). Nabi Hud juga menyatakan bahwa Dia merupakan utusan dari Allah Swt untuk menyampaikan amanat (pesan/ajaran) dari Tuhannya. Nabi Hud juga sebagai pemberi nasihat yang terpercaya. Artinya, nasihat yang disampaikan betul-betul bersumber dari Allah Swt yang sangat baik untuk dilaksanankan agar bisa mencapai kebaikan di dunia dan akhirat kelak. Firman-Nya Hud herkata "Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu." (Qs.7:67-68). Nabi Nuh juga menyatakan bahwa Dia sebagai utusan Tuhan semesta alam yang bertugas untuk menyampaikan amanat dari Tuhannya. Tidak ada sedikitpun kesesatan maupun kejahatan yang disampaikannya. Semua yang disampaikannya merupakan kebenaran dari Tuhannya. Selain itu, Nabi Nuh juga memberi nasihat tentang sesuatu yang diinformasikan Allah Swt kepadanya. Informasi yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang tidak diketahui sama sekali oleh umatnya, yakni hal-hal yang gaib. Semua itu akan dapat diketahui dengan jalan wahyu dari Allah Swt. Firman-Nya Nuh menjawab: "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Qs.7:61-62). Bahkan Nabi Musa diberikan nasihat oleh orang lain. sebab para pembesar negeri (Firaun) pada waktu itu berencana untuk membunuhnya. Firman-Nya Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.” (Qs.28:20). Demikianlah beberapa contoh, Nabi dan Rasul dulu, ketika menyampaikan ajaran kebaikan dari Allah, ada yang mau mengikuti dan banyak juga yang tidak menyukai bahkan ditentang dan Nabinya pun diolok-olok, diintimidasi, dizalimi bahkan mau dibunuh.

Sekelas Nabi dan Rasul saja seperti itu, maka kita yang dhaif dan serba kekurangan ini pun akan mendapatkan perlakuan yang sama ketika menyampaikan pesan kebaikan. Untuk itu Allah menyampaikan bahwa agar dengan kisah para Nabi dan Rasul itu meneguhkan hati kita, didalamnya telah diberikan kepada kita segala kebenaran, nasihat, dan peringatan bagi orang yang beriman. Hal telah dinyatakan Allah Swt dalam firman-Nya Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Qs.11:120). Selain itu, Allah Swt menyatakan agar tunduk dan patuh kepada hukum yang telah diturunkan-Nya melalui Rasul-Nya. Akan tetapi, orang-orang yang munafik akan menghalangi manusia dengan sekuat-kuatnya agar tidak mengikuti hukum atau ajaran yang di bawa para Nabi dan Rasul itu. Padahal, Allah Swt mengetahui apa yang ada di dalam hati seseorang. Maka, berpalinglah atau tolaklah setiap ajakan dari orang munafik itu ketika mereka mengajak untuk menentang hukum (aturan) yang telah ditetapkan Allah Swt. Agar mereka menyadari kesalahan dan kehilafan yang dilakukannya, maka berilah mereka nasihat dan pelajaran yang baik, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya agar mereka sadar bahwa perbuatan yang mereka lakukan merupakan perbuatan yang tidak baik. Hal ini sesuai dengan firman-Nya “Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna." Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (Qs.4:63).

Perbuatan baik merupakan jalan yang menghantarkan seseorang kepada kebaikan pula. Kebaikan yang di dapat akan terus membekas di dalam jiwanya. Kapanpun dan dimanapun berada, ia akan terus melakukan dan menyebarkan kebaikan itu sampai ajal menjemputnya kelak. Karena itu, kalau kita sudah yakin dan memiliki tekad yang kuat untuk berbuat kebaikan maka teruskanlah, dan serahkan semua hasil dan dampaknya hanya kepada Allah Swt. Allah menyatakan apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah (sikap pasrah diri hanya kepada kehendak Allah). Sesungguhnya Allah Swt menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada orang yang dapat mengalahkan kamu. Sekuat dan setangguh apapun orang itu. Allah Swt pasti akan membantu dan menolong hamba-Nya yang telah berserah diri kepada-Nya. Dengan tawakal, hati terhubung langsung kepada Allah sehingga seorang Mukmin tidak mencari pertolongan dan perlindungan kepada makhluk, tetapi hanya kepada-Nya. Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang yang beriman itu berserah dirinya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.(Qs.3:159-160).

Orang yang memiliki sifat tawakal di dalam hidupnya, maka ia akan merasakan manfaat yang luar biasa dari sifat itu. Manfaat yang didapatnya tidak hanya di dunia, bahkan akan ia dapatkan juga di akhirat kelak. Di dalam Al qur'an, Allah Swt telah menyatakan beberapa manfaat tersebut, diantaranya adalah, Pertama, ia akan dicintai oleh Allah Swt. Firman-Nya Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Qs.3:159). Kedua, selalu dicukupkan rezeki (keperluan)nya dengan jalan yang tidak disangka-sangka. Firman-Nya Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Qs.65:3). Ketiga, terhindar dari godaan setan. Firman-Nya Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. (Qs.16:99). Keempat, mendapat tempat yang bagus di dunia. Firman-Nya Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal. (Qs.16:41-42). Kelima, terhindar dari sasaran fitnah dan tipu daya orang kafir. Firman-Nya “Lalu mereka berkata: "Kepada Allahlah kami bertawakal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang'zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir." (Qs.10:85-86). Keenam, tempat yang tinggi di surga dan kekal di dalamnya. Firman-Nya Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakkal kepada Tuhannya. (Qs.29:58-59).

Begitulah, nasihat sebagai suatu bentuk penyampai pesan kebaikan kepada manusia. Bagi mereka yang mau menerima nasihat kebaikan itu, maka ia akan merasakan manfaat yang besar di dunia dan dia akhirat kelak. Setiap orang pasti tidak ingin mendapatkan keburukan di dunia dan akhirat. Keburukan itu akan mendatangkan kesengsaraan. Setiap kesengsaraan itu merupakan bentuk ‘azab’ yang diberikan Allah Swt kepada mereka yang enggan menerima nasihat itu. Hal ini telah dirasakan oleh umat terdahulu. Dimana mereka tidak mau menerima ajaran (nasihat) dari para Nabi dan Rasulnya. Justru mereka menentang dan menghalang-halangi agar ajaran itu tidak diterima oleh orang lain. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna." Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (Qs.4:63). Di dalam ayat ini juga dinyatakan bahwa orang-orang munafik yang suka menghalang-halangi dakwah para Nabi akan ditimpa musibah akibat olah perbuatan mereka sendiri. Para Nabi dan Rasul tidak menginginkan umatnya mendapat musibah dan azab dari Allah Swt. Karena itu mereka tidak henti-hentinya untuk memberi nasihat. Akan tetapi mereka lebih suka mengikuti kebiasaan masa lalu mereka yang tidak mau taat kepada Allah Swt. Hal ini telah dilakukan Nabi Hud kepada kaumnya. Justru kaumnya berkata bahwa sama saja antara diberi nasihat dan tidak diberi nasihat. Mereka tetap mengikuti agama nenek moyang mereka karena sudah menjadi kebiasaan mereka. Hal ini dijelaskan Allah Swt dalam firman-Nya “Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar." Mereka menjawab: "Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu dan kami sekali-kali tidak akan di "azab.  (Qs.26:135-138). Mereka mengira, bahwa Allah tidak akan memberikan hukuman (azab) kepadanya. Padahal, akibat mereka mendustakan Nabi nasihat (ajaran) yang dibawa Nabi Hud tersebut, maka Allah Swt membinasakan mereka. Hal sesuai dengan firman-Nya Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. (Qs.26:139).

Hal ini juga terjadi kepada Nabi Nuh. Umat Nabi Nuh juga tidak mau menerima nasihat (ajaran)nya. Bahkan mereka menantang supaya didatangkan azab kepada mereka. Nabi telah memberikan nasihatnya, bahwa hanya Allah yang akan mendatangkan azab kepada mereka. Kalau azab itu sudah datang, maka mereka tidak akan bisa lepas dari itu. Hal ini sesuai dengan Firman-Nya “Mereka berkata "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar. Nuh menjawab : "Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. (Qs.11:32-33). Dan azab Allah pasti akan datang. Kaum Nuh yang menentang nasihat (ajaran) yang dibawanya akan ditenggelamkan oleh banjir besar oleh Allah Swt. Firman-Nya “ Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Qs.11:37).

Begitulah, Allah Swt memberikan hukuman kepada mereka yang tidak mau mengikuti nasihat kebenaran itu. Musibah dan azab akan diberikan kepada mereka yang suka menentangnya. Untuk itu, sebagai orang yang beriman hendaklah saling memberi nasihat kepada kebaikan dan kesabaran dalam menjalani kehidupan ini. Dengan begitu, maka kita akan selalu ingat dari kelalaian dan kelupaan kepada Sang Pencipta. Siapapun yang memberi nasihat kepada kita, terimalah. Cobalah untuk melihat isi nasihat yang diberikannya kepada kita. Jangan melihat siapa yang mengucapkan dan pemberi nasihat itu. Biarpun yang memberi nasihat itu adalah orang yang jahat. Selama itu baik dan benar, maka laksanakanlah. Sebab, dengan menerima nasihat itu, maka kita akan menjadi orang yang baik. Atau paling tidak, berusaha belajar untuk menjadi orang baik. Semoga!.


#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 29 Juli 2019

Rabu, 24 Juli 2019

Putus Asa

Putus asa adalah habis (hilang) harapan atau tidak mempunyai harapan lagi. Putus asa merupakan perbuatan yang menghilangkan harapan. Harapan merupakan keinginan atau kehendak yang akan terjadi. Harapan itu harus dimiliki oleh setiap orang. Harapan itu bisa berupa cita-cita atau mimpi yang harus dikejar dan didapatkan. Harapan juga bisa berupa angan-angan yang mungkin untuk dikerjakan, walaupun itu sulit dilaksanakan. Harapan berbeda dengan khayalan. Dalam harapan ada sesuatu yang yang dicari, dikejar dan diusahakan untuk mendapatkanya. Sedangkan, khayalan hanya berupa angan-angan, fantasi ataupun rekaan dari hasil imajinasinya. Khayalan itu, merupakan angan-angan yang seolah-olah telah atau akan terjadi. Padahal itu hanya proses imajinasi yang tidak akan terjadi. Untuk itu, harapan bisa dikejar dan diusahakan untuk mendapatkannya. Dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas, maka harapan itu akan bisa diraih dengan baik.

Setiap orang punya harapan yang harus dicapai dalam hidupnya. Ada yang berhasil dengan baik dan ada juga yang gagal. Banyak usaha yang dilakukan untuk menggapai harapan itu. Akan tetapi, terkadang keberuntungan belum berpihak kepadanya. Banyak faktor yang menyebabkan gagal (pupusnya) harapan itu. Bisa jadi, usaha yang dilakukan belum maksimal. Bisa juga keahlian yang dimilikinya tidak sesuai dengan pekerjaan atau usaha yang digelutinya. Bisa juga, akibat dari persaingan yang ketat dengan orang lain yang memiliki modal, pengetahuan, atau kemampuan yang lebih darinya. Bisa juga akibat perubahan alam yang melanda daerahnya. Bahkan, bisa akibat dari olah kejahatan dari seseorang atau beberapa orang dan sebagainya. Kegagalan yang di alami ketika 'mengejar' harapan itulah yang menyebakan seseorang bisa berputus asa. Akibatnya, ia bisa berhenti sama sekali (frustasi) atau 'bertahan' sebentar mengejar harapan itu sambil menunggu peluang yang lain. Kalau yang pertama, dia berhenti mengharap sesuatu, bagaimanapun di nasihati dan di motivasi dia akan tetap bergeming untuk berhenti. Dan, yang kedua masih punya harapan untuk bangkit dari keterpurukan, terlebih ketika nantinya ada peluang baru atau mendapat nasihat dan motivasi dari orang lain atau sekitarnya, maka ia akan bangkit lagi.

Setiap manusia dalam hidupnya mempunyai kecenderungan untuk hidup senang dan susah. Ketika manusia mendapatkan rahmat (kasih sayang Allah) berupa kesenangan hidup, maka mereka akan gembira dan merasa bahagia karenanya. Akan tetapi, ketika manusia itu ditimpa musibah (bahaya) akibat dari kelalaian dan kesalahan yang dibuatnya sendiri, maka ia akan berputus asa. Hal ini dinyatakan Allah Swt dalam Al qur’an, yaitu Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa (Qs.30:36). Di ayat lain juga dinyatakan bahwa apabila manusia diberikan kesenangan maka dia akan berpaling dan membelakanginya dengan sikap sombong. Dan begitu sebaliknya, ketika manusia ditimpa kesusahan maka dia akan berputus asa. Firman-Nya “Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa. (Qs.17:83).

Seperti itulah, kebanyakan manusia ketika hidupnya penuh dengan kemewahan dan jabatan tinggi terkadang muncul sikap menyombongkan diri dan semena-mena. Hidupnya dia gunakan untuk hal-hal yang mubazdir (berlebih-lebihan) dan cenderung berfoya-foya. Dan ketika dia ditimpa kebangkrutan dan kesusahan maka cenderung berputus asa, sehingga lupa akan jati diri dan lupa dengan yang memberi rezeki, yaitu Allah Swt. Dalam kehidupan di dunia ini, manusia selalu meminta kebaikan, kesenangan, kebahagiaan dan hal-hal yang menyenangkan lainnya. Hampir tidak ada manusia yang dalam hidupnya itu meminta kesusahan kepada Allah Swt. Mereka tidak jemu-jemu meminta kebaikan-kebaikan itu kepada Allah Swt sampai keinginannya terkabulkan. Akan tetapi, ketika keinginan itu tidak dikabulkan, maka mereka akan kecewa. Apalagi ketika ditimpa kesusahan berupa malapetaka (bahaya) maka mereka akan berputus asa, bahkan putus harapannya untuk mendapatkan kebaikan itu. Hal ini dinyatakan Allah Swt di dalam firman-Nya Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan. (Qs.41:49). Di ayat lainnya, Allah Swt juga menyatakan bahwa selain putusnya harapan, manusia yang telah diberikan kenikmatan berupa rahmatnya, ketika rahmat (nikmat) itu dicabut (diambil)-Nya, maka ia akan berputus asa, bahkan tidak berterima kasih kepada Allah Swt. Mereka betul-betul melupakan kenikmatan yang sebelumnya telah diterima mereka. Yang dilihatnya hanyalah kesusahan itu saja. hal ini dinyatakan Allah Swt dalam firman-Nya “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. (Qs.11:9).

Putus asa ketika mengalami kegagalan merupakan sesuatu yang tidak baik. Apalagi berputus asa dari rahmat Allah Swt. Orang yang berputus asa itu merupakan orang yang telah kehilangan semangat untuk berbuat yang lebih baik lagi. Allah Swt telah memberikan kasih sayangnya kepada semua mahkluknya. Oleh sebab itu, mereka yang berputus asa termasuk orang yang berpaling dari rahmat Allah Swt. Rahmat Allah Swt bertebaran di muka bumi ini. Firman-Nya Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Qs.62:10). Untuk itu, dipersilahkan kepada semua orang untuk menjemputnya dengan usaha masing-masing. Ketika, satu karunia tidak didapatkan, maka carilah karunia yang lainnya. Hal ini terus dilakukan sampai mendapatkan karunia yang diinginkannya. Ketika sudah mendapatkannya, pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan orang banyak. Selalu bersukur kepada-Nya atas anugerah yang telah diberikan Allah Swt. Ketika anugerah atau karunia itu diambil-Nya lagi, maka harus bersabar dan ikhlas. Tidak gampang berputus asa, apalagi sampai putus harapan dan tidak berterima kasih. Dalam Al Quran, Allah Swt menyatakan bahwa orang yang gampang berputus asa dari rahmatnya itu sebagai orang yang sesat. Firman-Nya “Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat. (Qs.15:56). Di ayat lain, Allah Swt menyamakan orang yang berputus asa dari rahmatnya itu dengan orang-orang kafir. Firman-Nya “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (Qs.12:87). Orang-orang kafir yang telah berputus asa dari rahmat Allah Swt itu kelak akan mendapatkan azab yang pedih dari Allah Swt. Firman-Nya Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu mendapat azab yang pedih. (Qs.29:23).

Untuk itu, Allah Swt melarang hamba-Nya untuk berbuat melampaui batas dari anugerah yang telah diberikannya. Setiap kesenangan yang diberikan-Nya hendaklah disyukuri dan dipergunakan untuk berbuat baik. Ketika mengalami kegagalan janganlah berputus asa karena Rahmat Allah itu luas dan kita bisa meraihnya dari jalan manapun sesuai dengan perintah-Nya. Firman-Nya Maha Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia. (Qs.55:78). Di ayat lain, Allah Swt menyatakan bahwa Karunia itu ada ditangan-Nya. Allah Swt akan memberikan karunia itu kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Sebab, karunia Allah Swt itu sangat luas (besar). Firman-Nya “Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu." Katakanlah: "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui", Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Qs.3:73-74). Untuk itu, teruslah berusaha untuk meraihnya dan jangan berputus asa. Agar bisa meraihnya dengan baik, maka diperlukan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. Semua potensi yang ada di dalam diri manusia itu harus dioptimalkan sebaik mungkin. Kerja keras merupakan potensi fisik yang kuat dan sehat. Kerja cerdas merupakan potensi otak yang dimiliki untuk bisa berbuat kreatif dan tuntas dalam menyelesaikan setiap pekerjaan sesuai dengan waktu dan target yang telah ditentukan. Sedangkan kerja ikhlas merupakan potensi hati (jiwa), agar pekerjaan itu dikerjakan dengan tulus ikhlas sebagai sebuah pengabdian, baik kepada institusi tempatnya bekerja sebagai hubungan antar sesama manusia, maupun sebagai pengabdian kepada Sang Pencipta, Allah Swt. Sehingga, apapun yang dikerjakannya bisa bernilai positif (bermanfaat) untuk dirinya dan orang lain. Dan tentunya juga akan bernilai ibadah disisi-Nya. Ketika tiga potensi ini dipadukan pada diri seseorang, maka akan mendatangkan suatu kekuatan yang luar biasa. Yang bisa mendorong seseorang untuk selalu berusaha semaksimal mungkin mencari karunia yang tersebar di muka bumi ini. Mereka tidak akan berputus asa untuk mencari karunia itu. Baik darat, laut dan udara akan dipergunakan untuk mencari karunia itu. Ketika mendapatkannya mereka akan mempergunakan nya dengan sebaik mungkin untuk kebaikan orang banyak. Mereka akan bersukur (terima kasih) terhadap karunia yang diberikan Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman-Nya “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (Qs.16:14).

Putus asa merupakan perbuatan yang tidak baik. Allah Swt telah melarang hambanya agar jangan berputus asa dari karunia-Nya di muka bumi ini. Setiap orang yang memiliki kesusahan, kesedihan, kegagalan, atau bahkan kebangkrutan dalam hidupnya, maka ia harus bisa bangkit. Berusaha semaksimal mungkin agar bisa kembali bersemangat untuk mengarungi hidup ini. Untuk meraih itu, di dalam Al qur’an, ada beberapa syarat yang diperlukan, diantaranya, Pertama kembali (taubat) ke jalan yang baik. Lupakan segala kesedihan dan kesalahan yang telah kita lakukan. Jadikan kegagalan sebagai pengalaman dan pelajaran untuk bisa bangkit. Berusaha bangkit untuk menuju keberhasilan yang lain sesuai dengan rida-Nya. Kedua, berserah diri hanya kepada-Nya. Setiap usaha yang kita lakukan hendaklah diniatkan karena Allah, agar terhindar dari hasil yang tidak baik yang menyebabkan 'azab' Allah menimpa kita. Allah Swt yang memiliki karunia itu. Allah Swt pula yang akan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Tentunya, mereka yang memintanya dan berusaha untuk meraihnya dengan senantiasa mencoba untuk mendekat kepada-Nya lah yang akan mendapatkan hasil yang diharapkan. Ketiga, ikutilah segala apa yang telah diperintahkan dan dilarangan-Nya. Berbuatlah kebaikan dan jangan melakukan penipuan, kejahatan apalagi kerusakan. Sebab, semua perbuatan jahat itu akan menghalangi keberuntungan seseorang. Perbuatan itu justru akan mendatangkan ‘murka’ Allah Swt. Kalau Allah Swt sudah ‘murka’ dengan hamba-Nya, maka hidupnya akan terus mendapatkan kesusahan, penderitaan dan kesedihan. Keempat, menyesali setiap kelalaian yang telah dilakukan. Terutama kelalaian dalam menunaikan kewajiban yang telah dibebankan kepada dirinya. Penyesalan itu merupakan pembuka untuk bisa memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Dengan begitu, ia akan berusaha untuk memperbaiki dirinya. Tidak mau lagi mengulangi kesalahan yang telah dilakukannya. Hidupnya akan diisi dengan kegiatan yang positif dan bermanfaat untuk orang banyak. Sehingga tidak ada lagi kesedihan, kesusahan dan kesulitan yang dirasakannya.

Kelima, muttaqin, yakni jadilah orang yang bertakwa. Takwa merupakan derajat yang diberikan Allah Swt karena telah menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Orang yang telah mencapai derajat takwa, ia akan memiliki kesadaran Tuhan dimanapun ia berada. Ia merasa, kehidupannya selalu ‘dilihat’ dan ‘diawasi’ oleh Allah Swt. Dengan begitu, tidak ada lagi rasa enggan apalagi sengaja untuk berbuat yang tidak baik. Hidupnya dipenuhi dengan kebaikan. Ibadah yang dikerjakannya bukan hanya menunaikan kewajiban belaka, akan tetapi murni ingin mendekat dan ingin selalu bersama dengan-Nya setiap saat. Ibadah yang dikerjakannya merupakan kebutuhan. Ibarat tubuh perlu makan dan minuman untuk menopang kehidupan dan kekuatan dalam beraktifitas. Begitu juga dalam ibadah. Ibadah itu dikerjakan untuk menopang kehidupannya agar terus menjadi baik. Tentunya, selalu bisa dekat dan bersama dengan-Nya. Semua syarat di atas telah dijelaskan di dalam Al-qur’an, yaitu “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah), atau supaya jangan ada yang berkata: 'Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa’.” (Qs.39:53-57).

Karena itu, janganlah kita berputus asa dari Rahmat Allah. Setiap kegagalan yang diperoleh, maka dibalik itu akan ada kesuksesan yang akan didapatkan. Kegagalan merupakan bentuk kesuksesan yang tertunda. Jika usaha yang dilakukan diniatkan karena Allah Swt, maka hasilnya akan baik dan disyukuri. Selain itu, hati dan pikiran akan menjadi tenang. Tidak tegang dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Kata gagal itu hanya bahasa manusia saja. Padahal dihadapan Allah dia adalah orang yang berhasil. Bersikaplah Sabar dan ikhlas dalam menerima setiap kenyataan yang dialaminnya. Jangan mengeluh, marah, apalagi sampai menyalahkan Allah Swt. Dengan begitu, ia akan mendapatkan tempat yang terbaik dihadapan-Nya, baik sekarang maupun yang akan datang. Orang yang bisa menerima semua ketentuan dari Allah Swt itu adalah orang yang sukses. Kesuksesan itu apabila usaha yang kita lakukan sesuai dengan ajaran dan kehendak-Nya. Dalam hidupnya, orang yang seperti itu akan selalu bersyukur dengan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, sehingga tidak ada lagi rasa putus asa di dalam dirinya. Semoga!!!

#Mari Sebarkan Kebaikan#
Paringin, 24 Juli 2019

Popular