Dikisahkan suatu hari Luqmanul Hakim mengajak anaknya pergi ke pasar
dengan membawa seekor keledai. Maka berangkatlah mereka pergi kepasar yang
jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal mereka.
Anaknya menunggang keledai dan Lukmanul Hakim berjalan kaki. Pada saat
melewati sebuah perkampungan, orang-orang berkomentar, “Dasar anak durhaka,
kamu enak-enakan duduk di punggung keledai sementara ayahmu yang sudah tua
berjalan kaki. Mestinya kamu yang berjalan kaki dan ayahmu menunggang
keledai itu!” Si anak lalu turun dan bertukar tempat dengan ayahnya.
Kini sang ayah berada di atas punggung keledai, sementara anaknya
berjalan mengiringi keledai hingga melewati sebuah pemukiman lainnya. Lagi-lagi
orang ramai berkomentar, “Kasihan anak itu, ayahnya asyik duduk santai di atas
keledai, tapi anaknya yang masih kecil disuruhnya berjalan kaki, sungguh ayah
yang tega.”
Mendengar komentar pedas itu, Luqman al Hakim lalu menyuruh anaknya naik
ke atas punggung keledai berdua dengannya. “Mudah-mudahan tak ada lagi orang
yang mengomentari perbuatan kita setelah ini.” Ucap Lukman kepada
anaknya.
Tapi ternyata komentar orang-orang belum selesai. Ketika Lukman dan
anaknya melewati sebuah kampung, mereka malah diteriaki, “Hei kalian berdua ini
sungguh terlalu dan tak berperikehewanan, keledai yang kecil dan kurus ini
kalian tunggangi berdua?”
Akhirnya mereka berdua turun dari atas keledai dan mereka berjalan beriringan dengan keledai kesayangan mereka. Sudah begitu, merekapun masih dikomentari oleh orang banyak, “Coba perhatikan orang itu, alangkah bodohnya mereka! Punya keledai tapi tidak ditunggangi?”
Lukmanul Hakim dan anaknya saling berpandangan. Dengan nada kesal anaknya berkata, “Kalau gitu kita gotong saja keledai ini!” Lukman tersenyum melihat sikap anaknya. Lalu berujar, “Selalu ada hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa, tahukah kamu apa hikmah dari perjalanan kita ini?”
Hikmah dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan kebijaksanaan (dari Allah), sakti atau kesaktian, arti atau makna
yang dalam; manfaat. Menurut kamus Bahasa Arab, Hikmah berarti kebijaksanaan, pendapat
atau pikiran yang bagus, pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, peribahasa
(kata-kata bijak), dan al-Qur’anul karim.
Di dalam Al
qur’an Allah Swt menyatakan bahwa hikmah itu bisa berarti kenabian. Firman-Nya “Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami
berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan
pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Qs.28:14). Hikmah berupa kenabian juga
diberikan kepada Daud, firman-Nya “Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami
berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.”
(Qs. 38 :20). Hikmah kenabian juga diberikan kepada Luth, firman-Nya “dan kepada
Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa
penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum
yang jahat lagi fasik”. (Qs.21:74). Diberikan juga kepada Yahya, firman-Nya “Hai
Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami
berikan kepadanya hikmah selagi ia masih
kanak-kanak”. (Qs.19:12). Kepada Yusuf, firman-Nya “Dan
tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Qs.12:22).
Selain itu, Hikmah juga berarti perkataan yang tegas dan benar
yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Firman-Nya “Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs.16:125). Hikmah juga
berarti sebuah kepahaman yang mendalam tentang Al Qur`an dan As Sunnah. Dan
akan mendapatkan kebaikan yang yang banyak. Firman-Nya “Allah menganugerahkan al hikmah
(kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar
telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Qs.2:269).
Selain itu, hikmah juga bisa berarti sunnah Nabi (kebiasaan yang dilakukan Nabi
setiap harinya, baik dirumah, dipasar, maupun dimasyarakat, bisa berupa
perkataan, perbuatan, maupun persetujuan dan diamnya Nabi Saw). Firman-Nya “Dan
ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah
nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. (Qs.33:34).
Di dalam Al Qur`an, Allah Swt menyatakan
bahwa penciptaan langit dan bumi dan apapun yang ada diantara keduanya memiliki
hikmah (pengajaran terhadap ilmu pengetahuan). Artinya, segala fenomena alam
dan apapun yang terjadi di langit dan di bumi terdapat pelajaran yang sangat
berharga bagi mereka yang mau belajar dan mempelajarinya. Firman-Nya “Dan Kami tidak menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang
demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang
kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Qs.38:27). Hikmah
yang diberikan Allah Swt kepada manusia biasa (maksudnya bukan kenabian)
merupakan sebuah pengetahuan yang mendalam terhadap setiap peristiwa ataupun
kejadian yang menimpa dirinya maupun orang lain. Dia
juga bisa mengambil pelajaran terhadap peristiwa alam yang terjadi disekitarnya maupun ditempat lain. Dengan
begitu, dia menjadi tahu dan sadar tentang makna dan hakekat dari setiap
peristiwa dan kejadian itu. Selain pemahaman dan hakekat yang diketahuinya, ia
juga bisa menceritakan, menjelaskannya dan memberika pencerahan kepada orang
lain. Dari situlah, makna hikmah itu bisa terungkap dan menjadi pembelajaran
bagi mereka yang memahaminya.
Sering kali kita mendengar kata hikmah itu diucapkan. Setiap ada musibah maupun bencana yang menimpa seseorang
maupun orang banyak, baik kecil maupun
besar, seperti sakit, kecelakaan, kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa, gunung meletus,
kematian dan sebagainya. Kata hikmah itu menjadi semacam penyejuk bagi mereka
yang mendapatkan kesusahan hidup. Mereka akan berkata
bahwa setiap peristiwa yang terjadi di dunia ini pasti ada hikmah yang
terkandung didalamnya, untuk itu bersabarlah dan ikhlaskan apa yang telah
terjadi kepada mereka. Ucapan kata hikmah itu sebagai bentuk nasihat utuk bisa
bersabar dan ikhlas menerima setiap musibah dan bencana yang menimpanya. Begitu juga dengan
cerita Lukmanul Hakim itu, ketika memberi nasihat kepada anaknya. Dalam cerita
itu, anaknya menjadi kesal karena semua perbuatan yang dilakukannya Bersama
ayahnya selalu disalahkan oleh masyarakat yang melihatnya. Ketika anaknya menaiki keledai dan ayahnya
berjalan mengiringinya dikatakan sebagai anak durhaka. Anaknya turun dan gantian
ayahnya yang menaiki keledai dan ia berjalan disampingnya, juga dikatakan
sebagai ayah yang tega terhadap anaknya sendiri dan mau menang dan enaknya
sendiri saja. kemudian, keledai itu ditunggangi mereka berdua, juga salah.
Mereka dikatakan sebagai orang yang tidak berkeprihewanan (menyakiti hewan).
Mereka beralasan keledai yang kecil dan kurus justru ditunggangi berdua.
Sampai-sampai mereka berdua turun dan menuntun keledai itu dengan anggapan
tidak ada lagi menyalahkan mereka. Ternyata, caci maki masyarakat tidak
selesai. Justru mereka berdua dikatakan sebagai orang bodoh. Punya keledai akan
tetapi tidak ditunggangi.
Begitulah,
dalam kehidupan di masyarakat.
Terkadang sesuatu yang benar bisa disalahkan,
dan yang salah pun bisa dibenarkan. Mereka cenderung melihat dari
sudut luar kehidupan seseorang. Apa yang tampak dalam pandangan mereka, itulah yang
menjadi dasar memberikan penilaian. Ketika
sudah melihat sesuatu langsung mengambil kesimpulan dan mencibir serta
mengatakan yang tidak baik. Sambil menuduh yang macam-macam. Dimanapun manusia itu berada, fitnah, adu domba (namimah), ghibah
dan buruk sangka selalu ada dan terjadi ditengah masyarakat. Semua itu akibat
adanya persaingan dan sifat buruk yang dimiliki seseorang seperti iri, dengki
serta sombong. Mereka tidak suka terhadap nikmat yang dimiliki orang lain. Sehingga mau mengambil dan menghancurkannya. Sifat
sombong dan mau menang sendiri, menjadikan mereka tidak mau disaingi sehingga
cenderung meremehkan bahkan menghina orang lain. Tidak jarang terjadi konflik
diantara mereka. Pertengkaran dan perkelahian bahkan pembunuhan bisa saja terjadi. Ibarat bom waktu yang
setiap saat bisa meledak. Untuk itu dibutuhkan kesabaran bersikap dalam
kehidupan bermasyarakat, dimanapun kita berada. Sikap sabar itu merupakan salah
satu penolong didalam kehidupan ini agar terhindar dari permusuhan dan
pertikaian. Allah Swt berfirman “Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Qs.2:153). Di ayat lain juga dinyatakan bahwa “Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu'”. (Qs.2:45).
Di ayat lain, Allah Swt menyatakan bahwa
janganlah sesama muslim saling berbantah-bantahan, sehingga menyebabkan yang
lain menjadi gentar dan takut serta menghilangkan kekuatan untuk berbuat
kebaikan. Untuk itu Allah menyuruh untuk bersabar. Sebab Allah Swt beserta
orang yang sabar. Firman-Nya “Dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu
menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar”. (Qs.8:46). Ketika
seseorang dianiaya dan disakiti, Allah membolehkan untuk membalas dengan
balasan yang sama dan tidak boleh berlebih-lebihan. Akan tetapi jika ia bisa
bersabar, maka sikap seperti itulah yang paling baik. Firman-Nya “Dan jika
kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya
itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”. (Qs.16:126). Untuk itu, Allah Swt meyatakan bahwa sebuah
kecelakaan yang besar bagi setiap manusia apabila tidak bisa mengendalikan
dirinya. Saling berbalas-balasan akan menimbulkan sikap benci dan dendam. Allah
Swt telah memberikan jalan terbaik dalam kehidupan ini berupa sikap sabar.
Allah Swt juga menyatakan bahwa pahala (kebaikan) yang diberikan kepada
seseorang itu karena dia selalu bersabar didalam menjalankan kehidupan ini.
Firman-Nya “Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan
yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali
oleh orang- orang yang sabar." (Qs.28:80).
Sabar merupakan sikap yang akan mendatangkan kebaikan bagi dirinya dan juga
bagi orang lain. Firman-Nya “Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang
besar. (Qs.41:35). Allah menyatakan bahwa setiap kebaikan akan
dibalas dengan kebaikan pula. Firman-Nya “Tidak
ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” (Qs.55:60). Bahkan balasan
kebaikan itu akan ditambahkan dengan kabaikan lagi. Firman-Nya “Itulah
(karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hamba-Nya yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu
sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." Dan
siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada
kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
(Qs:42:23).
Dari sinilah, makna
hikmah itu akan didapatkan. Dengan bersikap sabar, ia akan mengetahui makna
yang terkandung di dalam setiap peristiwa dan kejadian yang dialaminya. Setelah
itu muncul sikap bijaksana dalam menyikapinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
begitu, ketenangan dan kedamaian bisa menyeliputi dirinya. Pandangan hidupnya
akan selalu tertuju kepada Allah Swt. Sang Pencipta dan sekaligus Sang Pemusnah
segala kehidupan di alam semesta ini. Apapun yang menimpa dirinya dan orang
lain, hati dan pandangannya selalu terpaut kepada Allah Swt. Baik dan buruk
akibat peristiwa itu diserahkannya kepada Sang Khaliq. Dengan begitu jiwanya
menjadi tenang. dan hatinya menjadi puas lagi mendapat Ridha Allah Swt. Maka
masuklah kedalam hamba-Nya dan masuk kedalam surga-Nya. Firman-Nya “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah
ke dalam syurga-Ku” (Qs.89:27-30). Semoga…..
#Mari Sebarkan
Kebaikan#
Paringin, 17 Nopember 2018